Laporan Wartawan Tribun Jogja Noristera Pawestri
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Belakangan ini bermunculan klaim penemuan obat yang dianggap mampu mengatasi COVID-19.
Penemuan obat dan vaksin Virus Corona memerlukan kompetensi dan ahli di bidang tersebut dan dilakukan secara kolaboratif.
Pakar Farmakologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. apt. Zullies Ikawati, Ph.D., mengapresiasi upaya yang dilakukan berbagai pihak dalam usaha pencarian obat COVID-19.
Meski demikian, Guru Besar Fakultas Farmasi UGM ini meminta agar dalam prosesnya tidak terburu-buru mengklaim dan merilis temuan sebagai obat COVID-19.
Sebab, nantinya akan membahayakan masyarakat jika obat digunakan tanpa proses riset yang baik, benar, dan teruji keakuratan serta validitasnya.
“Jangan buru-buru melakukan klaim sebelum data direview, baik melalui jurnal ilmiah atau evaluasi oleh BPOM. Kalau data belum dipastikan validitas dan akurasinya, jangan terburu-buru disampaikan ke publik,” kata dia, Senin (24/8/2020).
Baca: 340 Juta Vaksin Corona Diamankan Indonesia hingga Tahun 2021
Baca: Sebaran Virus Corona Indonesia Senin (24/8/2020): DKI Catat 633 Kasus Baru, 1.896 Sembuh Harian
Semua uji klinis dalam penemuan obat, termasuk COVID-19 harus dilakukan sesuai koridor penelitian yang akurat dan valid.
Tak hanya itu, uji klinis juga perlu mengikuti prosedur yang terbuka dan transparan.
Zullies menyebutkan terdapat sejumlah aturan dalam uji klinis yang wajib dipenuhi oleh peneliti yang tertuang dalam pedoman cara uji klinik yang baik (CUKB).
CUKB merupakan suatu standar kualitas etik dan ilmiah yang diacu secara internasional untuk mendesain, melaksanakan, mencatat, dan melaporkan uji klinik yang melibatkan partisipasi subjek manusia.
Dengan mematuhi standar ini akan memberikan kepastian kepada publik bahwa hak, keamanan, dan kesejahteraan subjek uji klinik dilindungi dan data yang dihasilkan bisa dipercaya.
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Guru Besar UGM: Jangan Terburu-buru Klaim Obat COVID-19