TRIBUNNEWS.COM - Pernyataan Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono soal pelibatan preman dalam penegakan protokol kesehatan di masyarakat menuai respons pro dan kotra.
Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel menilai jika wacana tersebut benar-benar diterapkan akan timbul masalah.
"Gagasan yang terlalu berisiko jika direalisasikan," katanya kepada Tribunnews, Minggu (13/9/2020).

Reza melanjutkan penjelasannya, selama ini preman sudah mendapatkan label dari publik sebagai pelaku vigilantisme tidak mungkin berubah tabiat dan perilaku dalam waktu singkat.
Sehingga, alih-alih efektif sebagai pamong masker, lebih besar kemungkinan para preman menyalah gunakan kewenangan.
"Ujung-ujungnya, polisi selaku perekrut jeger yang rugi akibat tererosinya kepercayaan masyarakat," ujar Reza.
Pria yang juga sebagai konsultan Lentera Anak Foundation ini, mengajak masyarakat menafsirkan pernyataan Wakapolri dengan penuh empati.
Baca: Kritik Pelibatan Preman dalam Protokol Covid-19, Demokrat: Langkah Kontraproduktif
Reza menyebut, polisi sesungguhnya pekerjaan superberat, terlebih di masa pandemi Covid-19 seperti saat ini yang tak sebatas bekerja sebagaimana biasa, polisi sekarang harus menjalankan perpolisian Covid-19 (Covid-19 policing).
"Tidak hanya capek dengan tugas-tugas tambahan terkait pengendalian wabah di tengah masyarakat, personel polisi sendiri juga cemas menghadapi risiko tertular, jam kerja yang lebih panjang, dan itu berdampak terhadap kesehatan dan kebahagiaan mereka. Tapi itu bukan excuse. Pokoknya, polisi harus hadir. Itulah ekspektasi bahkan tuntutan yang kalau mau jujur kurang manusiawi juga," tegas Reza.
Ia melihat guncangan akibat perpolisian Covid-19 itu pula yang dirasakan oleh Wakapolri.
Reza memandang gagasan Wakapolri terdengar laksana rintihan.
"Rintihan yang menginsafkan kita bahwa ternyata bukan hanya dokter yang di masa pageblug ini menjadi pahlawan."
"Sebagai profesi yang tetap tidak boleh rehat di tengah wabah hebat, tampaknya polisi juga butuh penghargaan," tandasnya.
Baca: Menkes: Masih ada 1088 Tempat Tidur Kosong di DKI untuk Rawat Pasien Covid-19 Gejala Sedang
Dukungan dari Kriminolog
Sementara itu kriminilog Maman Suherman atau akrab disapa Kang Maman mendukung pernyataan Wakapolri.
Namun Kang Maman menilai perlu adanya penjelasan lanjutan dari Polri.
"Terkait ungkapan pelibatan jeger sebagai penegak disiplin internal di klaster pasar oleh TNI-Polri seperti yang disampaikan oleh Wakapolri yang melahirkan beragam polemik antar anggota masyarakat, sepertinya perlu ada elaborasi penjelasan lebih lanjut," ungkap Kang Maman kepada Tribunnews.com, Senin (14/9/2020).
Baca: Legislator NasDem : Lebih Baik Libatkan Paguyuban Pedagang daripada Berdayakan Preman Pasar
Kang Maman menyebut, penggunaan kata jeger, jawara, atau preman memang terkesan riskan dan mudah memancing kontroversi di kalangan luas.
"Tapi di sisi ini, kita harus melihat secara lebih realistis. Banyak di antara tokoh ini tidak melulu terikat dengan stigma mereka mendominasi orang lain dengan cara kasar, identik kekerasan serta hal negatif lainnya."
"Banyak juga di antara mereka merupakan sosok berwibawa yang tindakan serta perkataannya dipatuhi oleh masyarakat sekitar," ungkap Kang Maman.
Menurutnya, TNI-Polri dan Satuan Gugus Tugas Covid-19 tentu akan sangat berhati-hati dalam memilih tokoh seperti ini sebagai perpanjangan tangan edukasi pemerintah pada khalayak umum, dalam hal ini pedagang dan pengunjung pasar secara khusus.
"Lewat pemantauan, penyelidikan serta pendataan cermat, akan dipilih tokoh masyarakat yang memiliki kewibawaan kuat sekaligus memiliki rekam jejak yang baik dalam memberikan pengaruh pada lingkungan sekitar," ungkapnya.
Tokoh yang berwibawa serta kharismatik ini, menurut Kang Maman, tanpa ada pemaksaan dan kekerasan, apa yang disampaikan akan dipatuhi dan dicontoh masyarakat.
"Pemberdayaan tokoh demikian diharapkan dapat meluaskan efisiensi edukasi protokol kesehatan pencegahan virus Corona secara lebih luas," ucapnya.
Baca: Wakapolri Sebut Pelibatan Preman Awasi Protokol Covid-19, Bukan untuk Menghukum Pelanggar
Upaya Win-Win Solution
Sementara itu Kang Maman menyebut Polri memang memiliki satuan Pembinaan Masyarakat (Binmas) yang bertugas menjalankan dan melaksanakan pembinaan.
"Meliputi kegiatan dalam penyuluhan, melaksanakan pengawasan, melakukan koordinasi keamanan serta menjalin kerja sama dengan beragam organisasi masyarakat," ungkapnya.
Kang Maman menyebut sebenarnya upaya pelibatan tokoh yang ada dalam masyarakat guna meningkatkan kesadaran dan ketaatan hukum serta peraturan bukanlah hal asing.
"Langkah ini malahan sangat efektif untuk menutup kekurangan rasio antara anggota polisi dan masyarakat yang masih cukup tinggi," ucapnya.
Baca: Preman Dilibatkan Dalam Penertiban Protokol Kesehatan, Mahfud MD: Preman Bukan Penjahat
Menurutnya, memberikan tanggung jawab tugas negara pada sosok seperti ini berpotensi membuat dirinya merasa punya andil dalam hal positif.
"Bahwa bila terus konsisten mengingatkan masyarakat pada protokol kesehatan seperti menggunakan masker, dia telah melakukan perbuatan baik," katanya.
Kang Maman menyebut hal ini bisa melahirkan peningkatkan kepercayaan diri.
"Ke depan, citra ini tentu akan terus berusaha dijaga olehnya. Juga bukan tidak mungkin, sebagai efek bola salju, banyak hal-hal baik lain akan terus bermunculan dari dirinya dan bermanfaat bagi masyarakat sekitar," ungkap Kang Maman.
Menurutnya, apa yang dikatakan Wakapolri sebuah pemberdayaan yang memberikan efek positif karena bersifat win-win solution bagi semua pihak.
"Saya mendukung pernyataan Wakapolri dengan syarat-syarat dan pertimbangan di atas," pungkasnya.
Pernyataan Wakapolri
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono berencana memberdayakan preman pasar untuk membantu aparat keamanan TNI dan Polri mengawasi warga.
Harapannya, dengan cara demikian warga bisa lebih disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan di masa pandemi virus corona atau Covid-19.
“Kita berharap ada penegak disiplin internal di klaster pasar. Di situ kan ada jeger-jegernya di pasar, kita jadikan penegak disiplin," kata Gatot dikutip dari YouTube KompasTV.
Meski demikian, Gatot menjamin preman-preman tersebut bekerja tak akan di lepas begitu saja. Mereka akan tetap dipantau oleh aparat TNI dan Polri.
Dengan begitu, pelaksanaannya di lapangan tidak menyalahi aturan, sehingga mereka bisa tetap mengedepankan cara-cara yang humanis untuk menegur warga.
"Kita harapkan menerapkan disiplin tapi tetap diarahkan oleh TNI-Polri dengan cara-cara humanis," ujar Gatot.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto/Endra)