TRIBUNNEWS.COM - Akhir-akhir ini istilah Happy Hypoxia muncul menjadi perbincangan di tengah pandemi Covid-19.
Hal tersebut karena sebagian pasien positif Covid-19 mengalami gejala ini.
Dokter Spesialis Paru Dr Erlina Burhan M.Sc, Sp.P menjelaskan, Happy Hypoxia hanya terjadi pada pasien bergejala Covid-19.
Erlina juga menjelaskan bahwa Happy Hypoxia bukanlah penyakit yang berdiri sendiri melainkan genjala atau kondisi yang dialami pasien Covid-19.
Baca: Kerja dari Subuh, Sopir Ambulans Bongkar Kisah Pilu: Masalah Kemanusiaan, Jangan Anggah Remeh Corona
Lantas apa itu Happy Hypoxia?
Pengertian Happy Hypoxia
Erlina menerangkan, 'Happy Hypoxia' adalah kurangnya oksigen di dalam darah, di mana orang normal dan sehat memililki kadar oksigen 95-100 persen di dalam darahnya, sementara yang sakit hanya 60-70 persen.
"Mestinya orang yang kurang oksigen itu akan sesak tapi ini tidak terjadi beberapa pasien Covid-19 dengan gejala 'Happy Hypoxia'."
"Kenapa? karena adanya kerusakan pada saraf yang menghantarkan sensor saraf ke otak. Lalu otak tidak dapat memberikan respon terhadap sesak tapi pasien tidak ada gejala atau tidak sesak nafas," jelasnya.
Untuk itu, Erlina menuturkan penting bagi setiap pasien Covid-19 mengetahui gejala 'Happy Hypoxia', jika terlambat tertangani dapat berujung kematian.
"Jangan tunggu sesak nafas karena tidak ada gejala sesak nafasnya. Lihat satu tanda saja segera ke rumah sakit," ujarnya.
Erlina menuturkan bahwa Happy Hypoxia tidak terdapat pada orang tanpa gejala (OTG) Covid-19.
"ini terjadi pada orang yang bergejala Covid-19, jarang sekali terjadi pada OTG," kata dia.
Baca: 9 Pejabat Pemprov DKI Jakarta Dikabarkan Terjangkit Virus Corona, Sekda Saefullah Meninggal Dunia
Gejala Happy Hypoxia
Dokter Paru di RS Persahabatan ini menerangkan tanda pasien Covid-19 mengalami Happy Hypoxia, yaitu bila gejala covid-19 bertambah, batuk menetap, tubuh makin lemas, bibir dan ujung jari membiru.
"Jangan tunggu sesak jika ada tanda-tanda itu segera larikan ke rumah sakit. Kesadaran menurun dan obatnya hanya satu yaitu oksigen," ujarnya.
Meski tidak terjadi pada setiap orang, Erlina mengingatkan agar semuanya displin menjalankan protokol kesehatan, agar menekan laju kasus positif virus corona.
"Happy Hypoxia tidak terjadi pada setiap orang. Jadi yang perlu dijaga jangan sampai sakit covid-19. Sederhana saja 3M pakai masker, jaga jarak, sering mencuci tangan," harapnya.
Sementara itu, Kepala Divisi Infeksi Paru Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi RSSA, Yani Jane Sugiri menyebut seseorang yang mengalami kondisi happy hypoxia, pasti memiliki gejala, yang biasanya dialami tubuh seperti kelelahan dan sakit kepala.
"Bahkan napas pendek, atau mereka kadang-kadang, tidak suka makan. Tapi merasa masih bisa beraktivitas. Sebenarnya, tidak tanpa gejala sama sekali," kata Yani.
Dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya ini juga mengaku sering menangani pasien Covid-19 dengan kondisi happy hypoxia.
Kata dia, kecenderungannya pasien yang mengalami gejala ringan, enggan untuk dirawat.
"Mereka menolak opname, karena takut, ada pemulasaran jenazah covid seperti itu. Mereka pulang dan datang kembali sudah dalam keadaan berat, yang seperti ini juga angka kematiannya cukup besar," kata dokter Yani.
Baca: Disukai dan Banyak Dipakai, Masker Scuba Ternyata Tak Efektif Tangkal Virus Corona
Cara Mengetahui Tanda Happy Hypoxia
Juru bicara Covid-19 Universitas Sebelas Maret (UNS), Jawa Tengah, Tonang Dwi Ardiyanto menjelaskan, kadar oksigen dalam darah bisa dideteksi dengan alat yang bernama pulsasi oksimeter (Pulse oximetry).
Meski ada alat pendeteksinya, namun saat ini harganya meroket karena banyak diburu.
Namun, tanpa alat tersebut, kata dia, pasien juga bisa melakukan deteksi tanda-tanda happy hypoxia.
Caranya yakni dengan duduk tegap, dan mengambil napas dalam-dalam sebanyak 2-3 kali.
"Kalau pada orang biasa, tidak ada masalah dengan hypoxia, mestinya tidak masalah."
"Tapi kalau ada risiko ke arah sana ada timbul batuk. Jadi seperti tersedak-sedak. Itu ada tanda-tandanya mengarah ke hypoxia," kata dokter Tonang.
Happy Hypoxia Terjadi pada Pasien di Seluruh Dunia
Sebuah gejala hening yang membuat orang yang terinfeksi Covid-19, tanpa sadar tubuhnya mengalami kekurangan oksigen, sehingga dapat menimbulkan hilang kesadaran, koma hingga kematian secara tiba-tiba.
Riset mengenai kondisi pasien Covid-19 dengan happy hypoxia sudah diteliti sejak beberapa bulan lalu.
Di Jawa Tengah, pejabat setempat menyebut rata-rata pasien Covid-19 di sana mengalami gejala Happy Hypoxia.
Namun, juru bicara Satgas Covid-19 Jawa Tengah mengatakan, Happy Hypoxia bukan hanya di Jawa Tengah, tapi dapat terjadi terhadap seluruh pasien Covid-19 di seluruh dunia.
Gejala happy hypoxia diperkirakan sudah ditemukan sejak novel coronavirus menjadi wabah di Wuhan, China.
Dalam satu artikel yang dipublikasi awal Maret 2020 di Springer-Verlag GmbH Germany, dijelaskan banyak pasien covid-19 yang berusia lanjut di Wuhan mengalami gagal napas, tapi tanpa disertai tanda-tanda adanya gangguan pernapasan.
Saat itu, istilah yang digunakan adalah silent hypoxemia, yang kemudian berkembang menjadi happy hypoxia.
Disebut happy, karena pasien tidak mengalami napas tersenggal-senggal, sehingga tetap terus beraktivitas, tanpa mengetahui oksigen dalam darahnya kurang.
"Jadi artinya, pasien bergejala, batuk, atau demam, lemas, tidak enak badan, tapi dia tidak terlihat sesak, masih tetap melakukan aktivitas hari-harinya, masih makan, masih menelpon, masih tersenyum, masih bisa mandi, bisa berjalan, tapi sesungguhnya kondisinya berbahaya karena kadar oksigen itu akan terus (turun)," kata Dokter Spesialis Paru Erlina Burhan.
Sementara itu, Tri Maharani seorang penyintas Covid-19 yang bertugas sebagai kepala unit gawat darurat di Rumah Sakit Daha Husada, Kediri, Jawa Timur.
Ia terinfeksi virus corona awal Juni lalu.
Hari-hari pertama terinfeksi, Tri tak mengalami gejala.
Tapi setelah pemeriksaan, kadar oksigen dalam darahnya (saturasi) berada di bawah ambang batas normal.
"Kondisinya oke-oke saja, tapi pas dicek saturasi, saturasinya rendah, kemudian di-foto ulang, ternyata pneumonia saya jadi lebih berat lagi," kata kata dokter Tri Maharani.
Dokter khusus penanganan medis darurat ini meyakini, sempat mengalami kondisi happy hypoxia.
"Memang di hari-hari awal itu saya tidak mengalami keluhan sama sekali. Saya baru mengalami keluhan itu lima hari. Setelah dirawat," katanya.
Baca: Jakarta PSBB Ketat, Reaksi Haji Lulung : Menunggu Ditegur Corona atau Kesadaran Sendiri
Masyarakat Dihimbau Tidak Ramai-ramai Beli Pulse Oximeter
Erlina mengimbau agar masyarakat tidak berbondong-bondong membeli alat pulse oximeter.
Seperti yang dijelaskan, happy hypoxia hanya terjadi pada pasien Covid-19 yang bergejala.
"Jangan sampai salah, 'kalau begitu kita beli pulse oximeter', kayak dulu orang panik beli masker. Ini saya katakan, pulse oximetry bukan untuk orang sehat dan orang tanpa gejala (OTG)," kata Erlina, dikutip dari Kompas.com.
Diketahui, pulse oximeter adalah alat untuk mengukur saturasi oksigen darah.
(Tribunnews.com/Fajar)(Tribun Network/rin/bbc/kps/wly)(Kompas.com/Deti Mega Purnamasari)