TRIBUNNEWS.COM - Beberapa negara di seluruh Eropa telah mengambil tindakan tegas setelah lonjakan infeksi terjadi.
Beberapa pembatasan digencarkan di beberapa kota terbesar di seluruh Eropa.
Negara-negara yang memberlakukan tindakan lebih ketat di antaranya Spanyol, Yunani, Denmark, dan Prancis.
Di Italia sendiri, otoritas kesehatan telah memperingatkan bila rata-rata usia pasien virus corona semakin meningkat.
Baca: Peneliti Temukan Tes Air Liur Dapat Deteksi Virus Corona, Disebut Sama Andalnya dengan Tes PCR
Pasian berusia lebih lanjut yang berisiko, lebih banyak dirawat di rumah sakit bahkan mengalami kematian.
Infeksi terus meningkat di sebagian besar Eropa selama dua bulan terakhir.
Lebih dari separuh negara Eropa mengalami peningkatan lebih dari 10 persen dalam dua minggu terakhir.
Berikut kabar terbaru negara-negara Eropa yang mengalami lonjakan Covid-19, dikutip Sky News:
1. Spanyol
Pada Jumat (18/9/2020), penduduk Madrid mulai memberlakukan lockdown kembali.
Mereka harus membutuhkan alasan jelas bila harus meninggalkan rumah.
Tempat umum seperti taman akan ditutup kembali, toko-toko serta restoran juga harus bekerja dengan kapasitas setengahnya.
Hal itu dilakukan lantaran penularan Covid-19 terus meningkat di ibu kota Spanyol.
Baca: Dua Peneliti Indonesia Ikut Teliti Vaksin Covid-19 di Inggris
Padahal mereka telah memberlakukan pembatasan jam malam dan membatasi interaksi kelompok maksimal 10 orang.
Kini, Spanyol memiliki jumlah infeksi virus corona baru tertinggi di Eropa.
Dengan tingkat penularan di Madrid lebih dari dua kali lipat rata-rata nasional.
Bahkan Spanyol mencatat 239 kematian akibat virus corona pada Kamis (17/9/2020) lalu.
Angka itu merupakan rekor korban harian tertinggi sejak kasus mulai meningkat lagi pada awal Juli.
2. Prancis
Di Prancis, yang juga mengalami lonjakan infeksi baru-baru ini, pembatasan lebih ketat telah diberlakukan di kota selatan Nice.
Di kota itu, pertemuan lebih dari 10 orang dilarang, sedangkan ruang publik dan bar juga diberlakukan jam malam.
Hampir 14.000 kasus baru tercatat pada Jumat lalu.
Angka tersebut merupakan rekor harian tertinggi di Prancis sejak dimulainya pandemi.
Akibatnya, Yunani memberlakukan pembatasan yang lebih ketat di wilayah Athena.
Baca: Hasil Studi: Bicara dengan Tenang dan Lebih Pelan Bisa Mengurangi Penyebaran Covid-19
Pihaknya juga meningkatkan pengujian dan menciptakan hotel untuk karantina para pasien.
Mulai 21 September hingga 4 Oktober, pertemuan lebih dari sembilan orang akan dilarang di ibu kota, kecuali di restoran, bar, dan kedai kopi.
Adapun sekitar 339 infeksi baru dilaporkan di Yunani pada Jumat lalu, dengan hampir setengahnya di wilayah Athena.
Secara total, ada sekitar 14.000 kasus yang dikonfirmasi dan 327 kematian di seluruh negeri.
3. Denmark
Denmark telah menurunkan batas pertemuan publik menjadi 50 orang dari 100 orang.
Otoritas setempat juga memerintahkan bar dan restoran agar tutup lebih awal.
Hal itu dilakukan setelah negaranya mencatat 454 infeksi baru pada Jumat lalu.
4. Islandia
Sementara itu, Islandia juga mengalami lonjakan kasus virus corona.
Akibatnya, mereka telah memerintahkan penutupan tempat hiburan dan bar di kawasan ibu kota selama empat hari mulai 18 September.
5. Italia
Italia, yang pernah menjadi episentrum Covid-19 di Eropa, tidak mengalami peningkatan infeksi yang besar seperti di beberapa negara tetangganya.
Tetapi pejabat kesehatan telah memperingatkan anak muda mulai menulari anggota keluarga yang lebih tua.
Kini usia rata-rata kasus positif pada minggu lalu di angka 41 tahun, padahal usia 30-an tercatat pada bulan Agustus.
Baca: WHO Lapor Rekor Baru Peningkatan Kasus Harian Covid-19 di Dunia: Naik Lebih dari 307.000
Awal pekan ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan jumlah kasus Covid-19 di Eropa kini melebihi yang dilaporkan pada Maret.
"Angka-angka kasus September harus menjadi peringatan bagi kita semua."
"Meskipun angka-angka ini mencerminkan pengujian yang lebih komprehensif."
"Itu juga menunjukkan tingkat penularan yang mengkhawatirkan di seluruh wilayah," ujar Direktur regional WHO untuk Eropa, Dr Hans Kluge dalam konferensi pers.
(Tribunnews.com/Maliana)