TRIBUNNEWS.COM - Pelindung wajah berbahan plastik atau face shield disebut tidak efektif mencegah penularan Covid-19 secara aerosol, menurut superkomputer Jepang.
Pernyataan ini menimbulkan keraguan soal keefektivitasannya dalam mencegah penyebaran virus corona.
Face shield biasanya digunakan nakes di rumah sakit, namun seiring berjalannya pandemi, masyarakat disarankan menggunakannya unyuk mencegah penyebaran Covid-19.
Bahkan face shield menjadi persyaratan penting bagi pelaku bisnis untuk kembali beroperasi, seperti toko, salon, hingga restoran.
Namun apakah benar-benar mampu menangkal virus corona?
Baca: Louis Vuitton Luncurkan Face Shield Mewah, Harganya Bisa untuk Beli 1 Motor Baru
Baca: KPU Bolehkan Masker Hingga Face Shield Jadi Alat Kampanye Pilkada 2020
Dilansir Science Times, simulasi yang dilakukan superkomputer tercepat di dunia di Jepang menimbulkan keraguan soal keefektifan face shield.
Superkomputer tercepat di dunia, Fugaku digunakan untuk menguji keefektifan pelindung wajah dalam mencegah penyebaran virus corona.
Ternyata hasilnya adalah hampir 100 persen tetesan virus corona yang ada di udara berukuran kurang dari 5 mikrometer lolos melalui face shield.
Face shield yang dimaksud yakni yang berbahan plastik dan biasa digunakan orang-orang di industri jasa.
Untuk mempermudah perspektifnya, satu mikrometer sama dengan sepersejuta meter.
Selain itu, lembaga penelitian yang didukung pemerintah di kota barat Kobe, Riken ini mengatakan bahwa sekitar 50 persen droplet/tetesan yang lebih besar, berukuran 50 mikrometer bercampur ke udara.
Baru-baru ini, ilmuwan senior di Inggris mengritik pemerintah karena menekankan pentingnya cuci tangan tanpa memberi penjelasan yang sepadan soal transmisi Covid-19 secara aerosol.
Tidak seperti pemerintah Jepang yang memasukkan penularan aerosol ini ke dalam pedoman kesehatan masyarakat terkait pandemi Covid-19.
Face Shield Bukan Alternatif untuk Masker Wajah