TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Nama Menteri Kesehatan Ri, Terawan Agus Putranto menghiasi trending topic di Twitter pada Selasa (29/9/2020).
Tak hanya itu, publik pun disuguhi dialog jurnalis Najwa Shihab dengan kursi kosong karena sang menteri tak hadir di sana.
Ada apa dengan Terawan sampai sang presenter pun harus berdialog dengan kursi kosong? Najwa Shibab meamaparkan kisah di baliknya.
Presenter Najwa Shihab mewawancarai 'kursi kosong' sebagai bentuk absennya Menteri Kesehatan Terawan dari muka publik.
Undangan Dikirim Setiap Minggu, Jawabannya Mengecewakan
Mengapa sampai kursi kosong yang diwawancara? Najwa Shihab punya kisahnya
Najwa Shibab mengaku, pihaknya telah berulang kali mengirimkan undangan wawancara kepada Menteri Kesehatan RI Terawan dalam acara yang ia pandu "Mata Najwa".
Bahkan, hampir setiap minggu undangan dikirimkan kepada mantan kepala RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta itu.
"Hampir tiap minggu kami mengundang Pak Menkes, di setiap episode pandemi," ujar Najwa saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (29/9/2020).
Namun, jawaban dari pihak menteri kesehatan tidak sesuai harapan.
"Terkadang undangan itu direspon, terkadang juga tidak ada respon," ungkapnya.
Ia melanjutkan, pernah dijawab dan memberi alasan tidak bisa hadir namun saat diminta jadwal wawancara ulang, kembali pihaknya tak mendapat respons
"Pernah menjawab bahwa tidak bisa karena jadwal, dan kemudian kami selalu menawarkan agar wawancara diatur menyesuaikan waktu dengan agenda Pak Terawan," lanjutnya.
Alasan Mengundang dan Jawaban Najwa Jika Dianggap Politis
Najwa memaparkan, ada sejumlah alasan mengapa diperlukan kehadiran pejabat negara untuk menjelaskan kebijakan yang berimbas kepada publik.
"Mengundang dan atau meminta pejabat untuk menjelaskan kebijakan yang diambilnya adalah tindakan normal di alam demokrasi. Jika tindakan itu dianggap politis, penjelasannya tidak terlalu sulit," ungkapnya.
Pertama, jika “politik” diterjemahkan sebagai adanya motif dalam tindakan, maka undangan untuk Menkes Terawan memang politis.
Namun tak selalu yang politik terkait dengan partai atau distribusi kekuasaan. Politik juga berkait dengan bagaimana kekuasaan berdampak kepada publik.
"Kami tentu punya posisi berbeda dengan partai karena fungsi media salah satunya mengawal agar proses politik berpihak kepada kepentingan publik," tutur Najwa.
Kedua, setiap pengambilan kebijakan diasumsikan adalah solusi atas problem kepublikan. Siapa pun bisa mengusulkan solusi, namun agar bisa berdampak ia mesti diambil sebagai kebijakan oleh pejabat yang berwenang, dan mereka pula yang punya kekuasaan mengeksekusinya. Menteri adalah eksekutif tertinggi setelah presiden, dialah yang menentukan solusi mana yang diambil sekaligus ia pula yang mengeksekusinya.
Ketiga, tak ada yang lebih otoritatif selain menteri untuk membahasakan kebijakan-kebijakan itu kepada publik, termasuk soal penanganan pandemi. Selama ini, penanganan pandemi terkesan terfragmentasi, tersebar ke berbagai institusi yang bersifat ad-hoc, sehingga informasinya terasa centang perenang.
"Kami menyediakan ruang untuk membahasakan kebijakan penanganan pandemi ini agar bisa disampaikan dengan padu. Bedanya, media memang bukan tempat sosialisasi yang bersifat satu arah, melainkan mendiskusikannya secara terbuka," jelasnya.
Keempat, warga negara wajib patuh kepada hukum, tapi warga negara juga punya hak untuk mengetahui apa yang sudah, sedang dan akan dilakukan oleh negara. Warga boleh mengajukan kritik dalam berbagai bentuk, bisa dukungan, usulan, bahkan keberatan.
"Publik perlu menyimak paparan rencana pemerintah untuk mengatasi pandemi yang telah berlangsung selama 6 bulan ini," kata dia.
5 Pertanyaan untuk Kursi Kosong di Catatan Najwa
Dilansir TribunWow.com, hal itu terungkap dalam tayangan Catatan Najwa di kanal YouTube Najwa Shihab, Senin (28/9/2020).
Setelah berulang kali mengundang Terawan hadir untuk membahas penanganan Covid-19, Najwa kembali mendapati kursi kosong.
Najwa Shibab mengajukan sejumlah pertanyaan yang selama ini muncul pada kursi kosong mengingat kondisi pandemi di Indonesia semakin parah.
Berikut lima pertanyaan yang diajukan Najwa dalam tayangan tersebut.
1. Alasan Tak Muncul di Publik
"Mengapa menghilang, Pak?" tanya Najwa Shihab.
"Anda minim sekali muncul di depan publik memberi penjelasan selama pandemi," singgung dia.
Ia mengungkapkan sindiran bahwa absennya Terawan sebagai sikap 'rendah hati' tak ingin muncul di publik.
"Sejak awal pandemi Anda menganggap virus ini bukan ancaman besar. Apakah Anda mengakui bahwa kita kecolongan dalam langkah penanganan di awal yang seharusnya bisa lebih tanggap?" tanya Najwa lagi kepada kursi kosong.
2. Teguran dari Jokowi
Najwa lalu meminta tanggapan terkait teguran terbuka dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Terawan.
"Presiden Jokowi secara terbuka berulang kali menegur Anda di depan publik. Berangkat dari penilaian atasan Anda itu, saya akan berikan kesempatan kepada Anda soal teguran itu satu per satu," ucap Najwa.
Najwa juga mempertanyakan jumlah tes yang masih minim, anggaran yang tidak terserap baik, dan birokrasi berbelit yang ada di Kementerian Kesehatan.
3. Fasilitas bagi Tenaga Kesehatan (Nakes)
Pertanyaan berikutnya terkait keprihatinan atas tingginya jumlah tenaga medis yang meninggal dunia akibat terpapar Covid-19 atau menangani pasien terjangkit Virus Corona.
"Spesifik soal tenaga kesehatan. Angka kematian nakes kita sangat tinggi dan masih terus naik," ungkit Najwa.
"Bukankah Menkes seharusnya menjadi pelindung dan pembela utama nakes?" tanya dia.
Ia meminta Terawan memberikan waktu pasti kapan perbaikan terkait perlindungan nakes dapat dilihat.
4. Perbedaan Data
Hal lain yang menarik perhatian Najwa adalah masih adanya perbedaan data antara pusat dengan daerah.
Data-data ini meliputi kondisi Covid-19 seluruh Indonesia.
"Masih saja ada data disparitas antara data pusat dan data daerah, padahal data saat pandemi sangat krusial untuk menentukan kebijakan," kata jurnalis itu.
Najwa mempertanyakan kapan perbedaan data ini dapat dibereskan.
Selain itu, ia menyinggung banyaknya pegawai Kementerian Kesehatan yang terjangkit Virus Corona.
"Bagaimana dengan data Kemenkes menjadi klaster perkantoran terbesar di Jakarta? Kenapa tidak terbuka dan transparan, lalu menutup kantor?" cecar Najwa.
5. Menteri Kesehatan Negara Lain Mundur
Najwa Shihab lalu menyinggung banyak menteri kesehatan dari negara lain yang memutuskan untuk mundur karena merasa tidak sanggup mengemban tanggung jawab menangani Covid-19.
"Pak Terawan, ada banyak menteri kesehatan yang mundur karena penanganan Covid-19," singgung Najwa Shihab.
"Misalnya Menteri Kesehatan New Zealand, Ceko, Polandia, Brazil, Chile, Pakistan, Israel Public Health Director-nya mundur, Kanada Public Health Agency-nya mundur," lanjutnya.
Najwa mempertanyakan, apakah penanganan Covid-19 lebih baik dari negara-negara tersebut, sehingga Terawan tidak merasa terdesak untuk mundur.
"Yang jelas bukan hanya desakan ke presiden, tapi publik, di antaranya lewat petisi, meminta kebesaran hati Anda untuk mundur saja," ungkap Najwa Shihab.
"Siap mundur, Pak?" tanya dia.
Lihat videonya dari sini
Daftar Kontroversi Pernyataan Terawan
Nama Terawan ramai diperbincangkan di media sosial.
Menteri Kesehatan Ri itu pun jadi trending topic di Twitter pada Selasa (29/9/2020).
Menteri bernama lengkap Terawan Agus Putranto itu memang sering disebut warganet, terutama sejak pandemi virus corona menyerang Indonesia.
Apalagi pernyataan dan respons dari Menkes Terawan Agus Putranto selama pandemi virus corona ini juga kerap menuai sorotan.
Mengutip berbagai pemberitaan Kompas.com dan Tribunnews.com, berikut sejumlah penytaan dari Terawan selama pandemi virus corona di Indonesia.
1. Tak perlu pakai masker
Di awal munculnya pandemi covid-19. Terawan menegaskan bahwa penggunaan masker hanya diperuntukkan bagi orang yang sakit.
Menurut dia, untuk menghindari penularan virus corona maka mereka yang sehat tidak perlu menggunakan masker.
"Yang sakit pakai masker, yang sehat tidak perlu pakai masker," kata Terawan saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (3/3/2020) malam.
Terawan mengatakan, ketentuan penggunaan masker itu sesuai dengan standar world health organization (WHO).
Terawan menambahkan, yang paling utama untuk menghindarkan diri dari serangan corona adalah imunitas tubuh.
Meskipun belakangan pemerintah mewajibkan semua masyarakat harus pakai masker sebab jika tidak akan kena denda.
2. Tak perlu panik
Saat kasus Covid-19 diidentifikasi dan semakin menyebar di Kota Wuhan, China, Menkes Terawan mengatakan masyarakat Indonesia tidak perlu panik, tetapi harus selalu waspada.
Ia mengingatkan masyarakat menjaga pola hidup sehat untuk meminimalisir kemungkinan terkena penyakit yang saat itu masih disebut sebagai pneumonia.
''Hasil pengkajian menunjukkan bahwa penyakit ini bukan disebabkan virus influenza dan bukan penyakit pernapasan biasa. Semua pasien di Wuhan telah mendapatkan pelayanan kesehatan. Kita sudah dapat info mereka juga sudah diisolasi dan dilakukan penelusuran atau investigasi untuk mengetahui penyebabnya,'' kata Terawan, Jumat (10/1/2020).
3. Siaga satu
Menkes Terawan berharap masyarakat tetap tenang dalam menyikapi kabar persebaran virus corona yang berasal dari Wuhan, China.
Menurut dia, Kemenkes telah siaga satu dalam mengantisipasi masuknya virus corona ke Tanah Air.
"Saya akan cek semua, termasuk pintu-pintu masuk negara," ucap Terawan, seperti dikutip situs resmi Kemenkes, Jumat (24/1/2020).
"Kita sudah siaga satu ini, enggak ada tidurnya. Jadi tenang, saya bekerja membantu masyarakat untuk tidak usah khawatir," kata Terawan.
4. Klaim dipuji dunia internasional
Menkes Terawan menyebut media asing telah memberikan pujian atas prosedur tetap (protap) Pemerintah Indonesia yang runut dan teratur dalam mengantisipasi virus corona.
Terawan mencontohkan bagaimana negara lain tak sesiap Indonesia dalam mengantisipasi virus corona.
Misalnya Inggris, kata dia, di mana masyarakatnya tidak mengenakan alat pelindung diri (APD).
"Inggris saja di-bully. Kenapa? Karena supirnya saja tidak pakai masker, tidak pakai APD (alat pelindung diri) membawa warga ke tempat militernya itu 200 km lebih, tidak pakai APD. Nah, ini Indonesia lengkap semua, semua memakai keamanan yang baik," kata Terawan, Selasa (4/2/2020).
5. Bantah riset Profesor Harvard
Pada bulan Februari 2020, penelitian dari seorang profesor asal Harvard T.H. Chan School of Public Health Amerika Serikat menyebut Indonesia seharusnya sudah memiliki 5 kasus infeksi virus corona.
Dalam penelitian itu, Profesor Marc Lipsitch menyebut Indonesia kemungkinan memiliki kasus-kasus virus corona yang belum terungkap.
Ia memprediksi Indonesia menjadi salah satu negara yang belum memiliki sistem deteksi kuat untuk mengetahui keberadaan penyakit dengan nama resmi Covid-19.
Menkes Terawan pun merespons hasil penelitian tersebut.
"Itu namanya menghina, wong peralatan kita kemarin di-fixed-kan dengan Duta Besar Amerika Serikat (AS). Kita menggunakan kit (alat)-nya dari AS," kata Terawan
Ia menegaskan Indonesia sudah menjalankan prosedur sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh WHO.
6. Penyebab masker mahal
Setelah dua kasus pertama virus corona di Indonesia diumumkan pada 2 Maret 2020, sempat terjadi peningkatan harga masker yang tinggi di Indonesia.
Menkes Terawan mengatakan, Senin (2/3/2020), tingginya harga masker seiring penyebaran virus corona tak bisa dilepaskan dari mekanisme pasar.
Terawan menuturkan, harga masker akan terus melambung selama masyarakat terus mencari masker di pasar.
Ia tidak mengungkapkan solusi yang ditawarkan Kemenkes untuk menekan harga masker di pasaran.
Sementara itu, saat ditanya mengenai kepanikan publik yang menyerbu sejumlah pasar swalayan, Terawan tak menjawab.
"Yang bikin panik kamu kok," kata Terawan singkat sambil berjalan meninggalkan lokasi konpers di Kantor Kemenkes, Jakarta.
7. DBD lebih mematikan
Menkes Terawan mengatakan permasalahan di Indonesia tidak hanya soal virus corona.
Menurut dia, salah satu penyakit yang justru lebih mematikan adalah demam berdarah dengue (DBD).
"Ini yang nyata, yang kita lihat paling mengancam jiwa manusia ini yakni DBD ini. Kita bahas dan bicarakan yang paling mengancam saat ini," ujar Terawan, saat berkunjung ke Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Senin (9/3/2020).
"Bahwa permasalah di Indonesia bukan hanya corona, tapi ada penyakit yang justru lebih mematikan dan lebih berbahaya itu DBD," imbuhnya.
8. Bisa sembuh sendiri
Menkes Terawan juga pernah menyatakan teori soal virus corona. Menurut dia, Covid-19 merupakan penyakit yang akan sembuh sendiri.
"Dan saya merasa sangat berbahagia. Bahwa teorinya benar bahwa memang ini adalah self limiting disease yang akan sembuh sendiri. Penyakit yang akan sembuh sendiri," kata Terawan saat jumpa pers di RSUP Persahabatan, Jakarta Timur, Kamis (12/3/2020).
Hal ini dikatakan Terawan terkait tiga pasien positif Covid-19 di Indonesia yang telah dinyatakan sembuh.
Padahal, faktanya, banyak pasien Covid-19 yang membutuhkan perawatan intensif.
Mereka yang mengidap penyakit penyerta atau komorbid, bahkan berpotensi besar meninggal dunia saat terinfeksi virus corona.
9. Karena tidak disiplin protokol kesehatan
Menkes Terawan mengatakan ketidakdisiplinan penerapan protokol kesehatan menjadi salah satu penyebab meningkatnya kasus Covid-19 di Indonesia.
"Kuncinya cuma satu, kalau kita semua pakai masker dan jaga jarak itu nol kemungkinan untuk kena penularan. Itu dari WHO (World Health Organization)," kata Terawan dalam rapat kerja Komisi IX DPR, Kamis (27/8/2020).
Menurutnya, hal ini juga berlaku dalam meningkatnya kasus positif Covid-19 para tenaga medis.
"Mengenai meningkatnya kasus dan tenaga medis yang kena, ini adalah menyangkut pemutusan penularan dan infeksi dari Covid-19. Kalau sama-sama pakai masker, sudah turun mendekati 1,5 persen. Begitu jaga jarak jadi nol kemungkinan untuk kena," ujarnya.
"Jadi kenapa masih kena ya, pasti karena tidak disiplin. Di situ celahnya," lanjut Terawan.''
(Tribunnews.com/Rina Ayu/TribunWow.com/Brigitta Winasis/Kompas.com)
Artikel ini diolah dari Tribunnews.com dengan judul Kirim Undangan untuk Hadir di Mata Najwa, Ini Cerita Najwa Shihab Tentang Respons Menkes Terawan, dan di Tribunwow.com dengan judul Terawan Kembali Absen, Ini 5 Pertanyaan Najwa Shihab untuk 'Kursi Kosong': Anda Mengakui Kecolongan?, dan