TRIBUNNEWS.COM -- Perburuan ikan hiu disinyalir akan semakin masif setelah minyak hati ikan tersebut diketahui menjadi bahan vaksin Covid-19.
Bahkan sejak uji coba pembuatan vaksin pandemi ini, diperkirakan setengahjuta ekor ikan hiu telah menjadi korban.
Para ahli satwa liar memperingatkan bila ikan ini terus diburu, maka ikan yang masuk dalam jajaran rantai makanan teratas bisa punah.
Hiu dibunuh untuk diambil squalene, minyak alami yang diproduksi pada hati hiu, di mana ini digunakan sebagai obat, termasuk obat flu saat ini.
Squalene digunakan sebagai adjuvan untuk meningkatkan efektivitas vaksin dengan menciptakan respons imun yang lebih kuat.
Baca: Obat Herbal dari Jahe Merah dan Jamur Cordyceps Militaris untuk Pasien Covid-19 Gejala Ringan
Beberapa pengembangan kandidat vaksin Covid-19 pun menggunakan bahan ini.
Jika salah satu dari vaksin digunakan di seluruh dunia, kelompok konservasionis Shark Allies mengungkapkan, sekitar 250.000 hiu disembelih untuk memberikan satu dosis bagi setiap orang.
Ini akan berlaku kelipatannya atau sekitar 500.000 hiu dibunuh, jika dua dosis diperlukan untuk mengimunisasi populasi.
Baca: Fadli Zon Tanggapi Pernyataan Mahfud MD Soal DKI Juara 1 Covid-19, Sebut Kasihan dengan Gelarnya
Pendiri dan Direkrut Eksekutif Shark Allies Stefanie Brendl menjelaskan, memanen sesuatu dari hewan liar tidak akan pernah berkelanjutan, terutama jika hewan tersebut merupakan predator teratas yang tidak berkembang biak dalam jumlah besar.
"Ada begitu banyak yang tidak diketahui tentang seberapa besar dan berapa lama pandemi ini akan berlangsung, dan kemudian berapa banyak versi yang harus kita lalui. Jika terus menggunakan hiu, jumlah hiu yang diambil untuk produk vaksin bisa sangat tinggi, tahun demi tahun," ujar Brendl seperti dikutip dari Daily Mail, 28 September 2020.
Ia menegaskan, tidak sedikitpun kelompok tersebut mencoba memperlambat atau menghalangi produksi vaksin.
Namun, diharapkan agar pengujian squalene non-hewani dilakukan bersama squalene hiu, sehingga dapat diganti cepeat mungkin.
"Dengan miliaran dosis yang dibutuhkan per tahun selama beberapa dekade mendatang, penting bagi kita untuk tidak bergantung pada sumber daya hewan liar," ujar dia.
"Ini dapat merugikan spesies hiu yang diburu untuk diambil minyaknya, dan ini bukan merupakan rantai pasokan yang dapat diandalkan," lanjutnya.
Di sisi lain, kelompok ini telah menyiapkan petisi online terkait penghentian penggunaan hiu dalam vaksin Covid-19.
Petisi telah ditandatangani hampir 9.500 orang dari target 10.000 orang.
Squalene pada non-hewani
Squalene yang terbuat dari minyak hati ikan hiu paling sering digunakan karena murah dan mudah didapat.
Tapi, struktur kimia senyawa squalene sama pada hiu dan alternatif non-hewani, berarti efektivitasnya dalam vaksin harus identik terlepas dari sumbernya.
Semua tumbuhan dan hewan menghasilkan squalene sebagai perantara biokimia, di mana dapat diproduksi dari sumber non-hewani termasuk ragi, tebu, dan minyak zaitun.
Shark Allies mengatakan, salah satu produsen squalene, Amyris, yang berbasis di Silicon Valley California, menggunakan proses yang mengambil squalene dari tebu.
Dalam pernyataan terbarunya, perusahaan mengklaim dapat memproduksi squalene untuk satu miliar vaksin dalam waktu kurang lebih selama satu bulan.
Kendati begitu, squalene sintetis perusahaan ini belum disetujui untuk digunakan dalam vaksin.
Tapi, Kepala Eksekutif Amyris, John Melo, menyampaikan bahwa pihaknya tengah berdiskusi dengan regulator di AS dalam kemungkinan menggunakan squalene produksinya sebagai bahan pembantu alternatif dalam vaksin yang saat ini diformulasikan dengan menggunakan squalene berbasis hiu.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), terdapat 40 calon vaksin Covid-19 dalam evaluasi klinis dan 142 vaksin dalam evaluasi praklinis.
Shark Allies menambahkan, dari keseluruhan vaksin tersebut, sebanyak 17 kandidat vaksin Covid-19 menggunakan adjuvan dan lima di antaranya merupakan adjuvan berbasis squalene hiu.
Sementara itu, keprihatinan atas daerah tempat hiu dibantai juga telah disuarakan, di mana seringkali datang dari negara-negara yang pengaturannya buruk dalam hal produksi perikanan dan minyak ikan.
Squalene sering kali bersumber dari operasi penangkapan ikan swasta kecil di Samudra Pasifik dari negara-negara seperti Indonesia dan Filipina, kemudian diproses di China.
Kelompok ini memperingatkan, peningkatan permintaan dapat menambah tekanan pada populasi hiu di negara-negara tersebut, juga di Eropa dan AS, sekaligus meningkatkan kekhawatiran atas hiu gulper, jenis hiu yang kaya akan squalene, yang sudah rentan.
Menurut perkiraan para konservasionis, sekitar tiga juta hiu dibunuh setiap tahun untuk squalene, yang juga digunakan dalam kosmetik dan oli mesin.
Jumlah ini dibutuhkan untuk mengekstrak satu ton squalene.
Melansir news.sky, untuk menghindari ancaman populasi hiu, para ilmuwan sedang menguji alternatif squalene - versi sintetis yang terbuat dari tebu yang difermentasi.
Ada kekhawatiran bahwa peningkatan permintaan minyak hati hiu, dapat mengancam populasi dan melihat lebih banyak spesies terancam punah. (Mela Arnani)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Setengah Juta Hiu Mungkin Dibunuh dalam Pengembangan Vaksin Covid-19"