TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menetapkan aturan disiplin jaga jarak dalam rangka memutus rantai penularan virus corona menjadi dua meter.
Protokol Kesehatan Covid-19 yang sebelumnya menetapkan satu meter sebagai jarak aman.
Dokter Lula Kamal, Mantan Ketua Bidang Komunikasi Publik Satgas Penanganan Covid-19 menjelaskan alasan di balik berubahnya aturan jaga jarak dalam Protokol Kesehatan Covid-19.
Selama ini menjaga jarak 1 meter ternyata tidak efektif memutus rantai penularan Covid-19 di tengah masyarakat.
Pasalnya, bila seseorang sedang bicara atau bernafas, virus Covid-19 bisa keluar dan menular.
Selain itu, kata dia, masih banyak masyarakat yang cenderung abai dengan pentingnya penerapan 3M
(Memakai Masker, Menjaga Jarak, dan Mencuci Tangan).
"Kenapa sih aturan penerapan protokol Covid-19 ini berubah-ubah?Ini adalah penyakit baru, setiap ada
penelitian baru, mengubah aturannya. Kenapa jarak tadinya 1 meter jadi 2 meter? ternyata, kita
Baca: Aturan Baru Protokol Kesehatan Cegah Penularan Covid-19, Jaga Jarak Bukan Satu Meter Tapi Dua Meter
Baca: PSBB Tapi Kasus Corona di Jakarta Masih Tinggi, Dokter Lula Kamal: Banyak yang Anggap Remeh Covid-19
ngomong, kita nafas saja, ini virus bisa keluar. 1 meter itu tidak cukup ternyata, apalagi tanpa masker, ini
masalah," ucap dia saat diwawancarai khusus Tribun , Rabu (7/10/2020).
Menurut dokter yang juga artis ini, jarak 2 meter menjadi opsi karena dinilai menjadi jarak teraman untuk memutus rantai penularan.
Ia menyebut dengan menjaga jarak 2 meter, bisa dipastikan 100 persen bahwa masyarakat akan aman dan terlindungi dari Covid-19.
"Kalau mau 100 persen betul-betul terlindungi dari Covid-19, walaupun sebelah sana itu orang positif, punya virus, kita harus mengenakan masker dan jaga jarak minimal 2 meter. Baru itu 0 persen kemungkinannya," kata dia.
Dokter Lula Kamal turut menjelaskan sejumlah cara penerapan 3M yang benar.
Baca: Tips dari Penyintas Covid-19 Saat Ajarkan Buah Hati Pakai Masker
Baca: Mundur dari Satgas Covid-19, Lula Kamal Masih Rutin ke Kantor BNPB
Mulai dari pilihan masker yang tepat, hingga menjelaskan yang disebut potensi sumber penularan.
Ia berpesan agar masyarakat tidak lengah di tengah situasi pandemi Covid-19. Masyarakat, kata dia, cenderung lengah
dan tidak menerapkan 3M ketika berhadapan dengan orang-orang terdekatnya.
Menurut data yang dimiliki dokter Lula Kamal, kebanyakan kasus terkonfirmasi Covid-19 justru tertular dari orang yang dikenal atau dari orang dekat, atau bahkan dari keluarga sendiri.
"Kita lengah biasanya dengan yang seperti itu. Jadi, walaupun saudara kita, semua orang yang tidak satu rumah, harus kita perlakukan seakan-akan dia bawa virus. Seakan-akan dia OTG, jadi kita tidak boleh buka masker sambil
ngobrol. Kecuali kita menjaga jarak," ujar dia.
Berikut petikan wawancara lengkap Tribun Network bersama Dokter Lula Kamal.
Awal bulan ini, kasus Covid-19 tembus 24 ribu. Apa evaluasi terkait penerapan 3M yang kiranya perlu kembali diingatkan?
Kita mesti mengerti posisi kita sekarang. Saya rasa mungkin banyak masyarakat yang masih belum mengerti, atau bahkan berpikir vaksin sudah dekat, vaksin ini belum bisa sampai ke kita, belum sampai kita disuntikkan itu.
Paling cepat menyuntikkan vaksin itu mungkin di Januari, Februari atau bahkan April.
Sementara di sisi lain, obat itu belum ada yang paten yang bisa langsung menyembuhkan.
Berarti kalau vaksin tidak ada tapi obatnya ada, pegangan kita cuma satu, pencegahan.
Pencegahan itu artinya 3M, masker lagi, jaga jarak lagi, yang terakhir cuci tangan pakai sabun.
Bicara mengenai penularan ada dua macam, yang langsung dan tidak langsung. Kalau yang langsung yang tadi, kita jaga dengan masker dan jaga jarak supaya kalau ada virus dalam bentuk droplet, aerosol, apapun juga tidak bisa masuk ke bagian tubuh mata, hidung, dan mulut kita.
Sementara yang tidak langsung itu lewat medium penularan atau barang atau benda.
Misal si A sudah punya virus, pegang hidung terus pegang meja. Kita pegang meja juga, sebetulnya kita pasti ketularan
atau tidak? Belum tentu juga.
Kalau dalam keadaan kotor kita tidak pegang wajah kita, tidak akan masalah.
Itulah mengapa sering- sering cuci tangan pakai sabun, jangan pegang wajah, mata, hidung dan mulut, tempat masuknya si virus itu, kalau tidak yakin tangan kita bersih.
Sesederhana itu tapi memang membosankan dan menyebalkan, mungkin teman-teman sudah mengerti, pakai masker memang tidak menyenangkan, sudah tahu kan.
Mengapa masyarakat masih ada yang abai dengan 3M ini?
Pak Doni mengatakan, 3M itu barangkali kadang-kadang menyebalkan. Jaga jarak saat membicarakan yang agak rahasia kan susah.
Atau barangkali biasa kumpul dan kongkow-kongkow atau biasa peluk-peluk sekarang tidak bisa lagi. Atau sekadar biasanya ngomong enak tidak pakai masker sekarang harus pakai, kan semua itu tidak menyenangkan.
Coba dipikirkan, waktu yang tidak menyenangkan itu tidak sebanding dengan pengorbanan tenaga kesehatan yang pegang langsung penyakit Covid-19 itu.
Bayangkan, harus pakai masker, pakai APD, pakai hazmat, pakai segala macam plus tambahannya ada risiko tertular.
Jadi gini, kalau kita merasa tidak enak, itu belum sebanding dengan pengorbanan tenaga kesehatan yang benar-benar nyawa menjadi risikonya.
Kita ini kalau mengeluh, tidak pantas kita mengeluh. Kita hanya disuruh menerapkan 3M saja, wajib lho
ini.
Ini yang akan menyelamatkan kita agar tidak tertular.
Penjelasan terkait ketetapan menjaga jarak yang mulanya 1 meter kini berubah jadi 2 meter?
Kenapa sih aturan penerapan protokol Covid-19 ini berubah-ubah? begini penjelasannya. Ini adalah penyakit baru, setiap ada penelitian baru, itu akan mengubah aturannya. Kenapa jarak tadinya 1 meter jadi 2 meter?
Ternyata, kita ngomong, kita nafas saja, ini virus bisa keluar. 1 meter itu tidak cukup ternyata, apalagi
tanpa masker, ini masalah. Kalau mau 100 persen betul-betul terlindungi dari Covid-19, walaupun
sebelah sana itu orang positif, punya virus, kita harus mengenakan masker dan jaga jarak minimal 2
meter. Baru itu 0 persen kemungkinannya.
Rekomendasi masker terbaik dan cara penggunaannya?
Masker ini sekarang banyak sekali pilihannya, malah ada masker kain yang setingkat dengan masker medis.
Jadi sekarang kita juga mesti pintar-pintar pilih masker. Kalau dari awal dikatakan harusnya tiga lapis, lapisan paling ujung tahan air, paling dalam itu ada katunnya.
Di tengah-tengah ada lapisan yang sudah ada. Kalau milih masker kain belum setingkat medis tidak apa-apa, sekarang masker medis itu sudah terjangkau dan cukup banyak, itu produksi dari lokal.
Kedua, masker kain itu ada yang setingkat masker medis.
Jadi kalau ada yang tanya harus masker apa, tidak ada yang harus. Yang penting masker itu setingkat masker medis.
Jadi dia benar-benar bisa menyaring virus melalui pori-pori kain, yang kecil banget.
Virusnya itu tidak terlalu kecil ukurannya, tapi ada yang kemudian masker itu pori-porinya kecil banget dan tidak mungkin kelewatan sama si virus ini. Jadi yang saya rekomendasikan masker yang setingkat dengan masker medis, mau masker medis beneran juga boleh-boleh saja.
Seberapa sering kita harus mencuci tangan baik saat beraktivitas ataupun saat berada di rumah?
Benda yang kita pegang berapa banyak? Pegang handphone (HP) atau tidak? Kalau pegang HP misalkan, dengan sendirinya, kalau diletakkan di meja, harus langsung dibersihkan.
Kalau HP kita letakkan di meja, berarti kalau ada virus di meja, virusnya sudah pindah ke tangan kita.
Yang penting adalah bukan seberapa sering mencuci tangan, melainkan setiap memegang wajah, yakinkan dulu
tangan kita itu bersih. (tribun network/lucius genik)