Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Dunia kini seolah berkejaran menemukan vaksin Covid-19 yang aman dan efektif.
Dari semua penelitian dan pengembangan vaksin Covid-19 tidak ada satu yang diperuntukan untuk bayi dan anak-anak berusia di bawah 18 tahun.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Prof. Dr. dr. Cissy Rachiana Sudjana Prawira Kartasasmita mengatakan, syarat penyediaan vaksin Covid-19 bayi dan anak-anak adalah vaksin tersebut aman dan efektif untuk orang dewasa.
Alasannya, bayi dan anak-anak merupakan kelompok rentan pada penyakit, sehingga vaksin harus teruji benar.
"Vaksin anak-anak itu kalau akan diberikan itu harus betul-betul sudah terbukti aman dipakai oleh orang dewasa," ungkapnya dalam diskusi virtual, Senin malam (9/11/2020).
Selain itu, vaksin untuk anak juga memiliki kategori tertentu berdasarkan usia.
Baca juga: Guru Besar Unpad : Vaksin Covid-19 yang Disuntikkan Pada Relawan Tak Tunjukan Efek Samping Berat
Baca juga: Kemenristek: Jika Ada Dana Rp 10 Triliun, Indonesia Tak Perlu Impor Vaksin dari China
"Karena vaksin anak-anak itu ada yang untuk 0-1 tahun, 5-12 tahun, jadi berurutan. Nanti kalau bisa dilaksanakan dengan baik dan aman itu baru diberikan anak," ujar perempuan yang juga menjabat Ketua Satgas Imunisasi IDAI dan Ketua Pokja Vaksinasi Peralmuni.
Menurutnya di Indonesia sendiri belum akan mengembangkan vaksin Covid-19 untuk anak-anak dalam waktu dekat.
"Untuk ke situ belum. Kita lebih buktikan bahwa di Indonesia ada vaksin covid-19 aman dan hasilnya baik itu yang diteliti di Indonesia. Untuk yang ke anak-anak itu mungkin belum di Indonesia tapi sudah dilakukan di Amerika dan Inggris serta Cina tapi anak yang besar," jelas dia.
Agar dapat melindungi kelompok rentan itu, konsep herd immunity atau imunitas populasi penting, yakni saat sebagian besar populasi di imunisasi.
Besaran cakupannya tergantung kemampuan penularan virus.
Usai Disuntik, Relawan Alami Efek Samping Berat, Hanya Merah dan Bengkak
Uji klinis fase III vaksin Covid-19 Sinovac masih berlangsung di Bandung.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Prof. Dr. dr. Cissy Rachiana Sudjana Prawira Kartasasmita mengungkap, sejauh ini dari hasil uji klinis I dan II tidak menimbulkan efek samping berat pada 1.620 relawan.
Hal itu diungkapnya dalam diskusi virtual, Senin malam (9/11/2020).
Cissy mengatakan, laporan yang diterima dari relawan adalah hanya mengalami efek samping ringan seperti demam, kemerahan dan bengkak pada tempat suntikan, maupun pusing.
"Tidak ada yang apa namanya efek samping berat, hanya ada panas, dingin, demam tetapi tidak ada yang sampai relawan itu harus dibawa ke rumah sakit. Relawan yang dilaporkan yang ringan-ringan, hanya demam kemudian merah bengkak," jelasnya.
Cissy meminta, agar masyarakat dapat menerima informasi yang benar dan jelas terkait vaksin.
Ia menyebut, jika hasil uji klinik I dan II menunjukan hasil yang tidak baik maka tidak akan ada fase uji klinik III.
"Masa seluruh dunia menunggu vaksin kalau tidak aman dan mencelakakan. Memang ada yang distop dua kali di luar negeri tapi karena peradangan di tulang belakang tapi ternyata itu tidak ada hubungannya dengan vaksin. Vaksin itu distop sebentar kemudian dilanjutkan lagi kemudian di Brazil itu juga ada yang meninggal tapi ternyata dia bukan yang mendapat vaksin," ungkap dia.