Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ketua Komnas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), Prof. Hindra Irawan Satiri, SpA(K), MTropPaed, menanggapi beragam mitos yang beredar di masyarakat, terkait vaksin yang disebut mengandung zat berbahaya.
Ia menerangkan, pasca vaksinasi efek samping ringan seperti nyeri, kemerahan, maupun bengkak, merupakan reaksi alamiah dan jarang bisa dihindari.
"Hal ini tidak benar, karena tentu saja kandungan vaksin sudah diuji sejak pra klinik. Sebenarnya vaksin tidak berbahaya, namun perlu diingat vaksin itu produk biologis.
Oleh sebab itu vaksin bisa menyebabkan nyeri, kemerahan, dan pembengkakan yang merupakan reaksi alamiah dari vaksin. Jadi memang kita harus berhati-hati mengenai mitos-mitos terkait KIPI ini," ujarnya dalam keterangan yang diterima, Jumat (19/11/2020).
Baca juga: Masih Ada 8 Persen Masyarakat yang Menolak Vaksin Covid-19
Apabila ditemukan KIPI, sebenarnya semua masyarakat bisa melaporkan ke Komnas KIPI melalui situs, www.keamananvaksin.kemkes.go.id.
“Yakinlah keamanan vaksin itu dipantau sejak awal. Bahkan setelah vaksin diregistrasi, tetap dipantau dan dikaji keamanannya”, ungkap Prof. Hindra.
Ia menegaskan, bahwa aspek keamanan dalam pembuatan vaksin menjadi hal yang utama.
Semua fase-fase uji klinik vaksin memiliki syarat yang harus dilakukan. Semua syarat harus terpenuhi baru boleh melanjutkan ke fase berikutnya.
Baca juga: Seperti Dihalang-halangi, Joe Biden Tegur Trump karena Tak Mau Kerja Sama dalam Vaksin Covid-19
Namun dalam keadaan khusus, seperti pandemi COVID-19, proses dipercepat tanpa menghilangkan syarat-syarat yang diperlukan. Semua proses ini pun harus didukung oleh pembiayaan dan sumber daya yang dibutuhkan, sehingga proses-proses yang lebih panjang dalam penemuan vaksin bisa dipersingkat.
“Saya tidak setuju terminologi anti vaksin, masyarakat sebenarnya masih mis konsepsi, artinya pengertian masyarakat belum mantap karena mendapat keterangan dari orang-orang yang kurang kompeten atau bukan bidangnya.
Kita perlu mendapatkan informasi dari sumber-sumber terpercaya seperti organisasi profesi dan kesehatan terpercaya. Jangan dari situs yang tidak jelas, dari grup WhatsApp itu yang membingungkan masyarakat”, harap Prof. Hindra.
Baca juga: BPOM : Izin Darurat Vaksin Covid-19 Harus Penuhi Standar WHO
Diketahui, uji klinik vaksin Sinovac telah masuk fase III dan selesai melakukan penyuntikan kepada seluruh sukarelawan yang dikerjakan di center Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad).
Pendampingan yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sejak pengembangan protokol uji klinik dan inspeksi pelaksanaan uji klinik.