Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pesta demokrasi tetap digelar di tengah pandemi Covid-19. Pada 9 Desember 2020 pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak digelar di sejumlah wilayah.
Ahli Epidemiologi Universitas Gajah Mada (UGM) dr. Riris Andono Ahmad mengingatkan, pentingnya protokol kesehatan ketat diterapkan dalam penyelenggaran Pilkada.
Baca juga: 16 Aturan Mencoblos di TPS pada Pilkada Serentak 9 Desember 2020 yang Perlu Diperhatikan
Baca juga: Jelang Pemungutan Suara Pilkada Serentak 2020, Bawaslu Petakan Ada 49.390 TPS Rawan
Panitia diharapkan menyediakan berbagai kebutuhan peserta penyoblosan sebagai langkah pencegahan penularan Covid-19.
Hal itu diungkap Riris dalam virtual talkshow Strategi Rumah Sakit Rujukan Tangani Peningkatan Angka Positif Covid-19 yang digelar BNPB secara virtual, Senin (7/12/2020).
"Pilkada mau tidak mau harus dilakukan. Yang harus dilakukan adalah agar panitia harus melakukan protokol kesehatan dengan baik, bagaimana kebutuhan masyarakat yang datang ke TPS bisa terlayani, tempat cuci tangan, masker, hand sanitizier," ujarnya.
Dalam hal ini, masyarakat juga diminta aktif untuk melindungi diri sendiri dan orang lain.
Dilansir Kompas.com KPU telah membuat sejumlah peraturan saat pencoblosan.
Peraturan KPU tersebut di antaranya:
- Setiap TPS maksimal dibatasi maksimal 500 pemilih.
- Setiap pemilih diminta hadir sesuai waktu yang dijadwalkan dalam Model C Pemberitahuan KWK, demi menghindari kerumunan.
- Pemilih harus selalu mengenakan masker sejak datang hingga kembali ke rumah.
- Wajib mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pencoblosan.
- Tempat duduk tempat antrian diatur dengan diberi jarak 1 meter.
- Dicek suhu tubuhnya sebelum memasuki area TPS, bagi yang memiliki suhu di atas 37,3 akan diarahkan mencoblos di bilik khusus.
- Membawa alat tulis sendiri untuk mengisi daftar hadir dan tanda tangan.
- Pemilih tidak mencelupkan jari pada tinta, namun tinta akan diteteskan oleh petugas.
- Petugas telah melakukan tes cepat sebelum bertugas.
- Petugas mengenakan masker, sarung tangan, dan face shield selama bertugas.
- Area TPS dilakukan desinfektan.
- Segala perlengkapan yang digunakan dalam proses pemilihan telah sesuai dengan protokol kesehatan. Pemilih yang berusia lanjut atu memiliki sakit berisiko maka akan didatangi petugas, tidak datang ke TPS.
Bawaslu Sebut Ada 1.023 Penyelenggara Pemilu Daerah Positif Corona
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI mencatat ada 1.023 penyelenggara pemilihan yang masih terkonfirmasi positif Covid-19.
Data ini merupakan hasil pemetaan TPS rawan yang dilakukan Bawaslu pada 5 - 6 Desember 2020.
"1.023 penyelenggara pemilihan positif terinfeksi Covid-19," kata Anggota Bawaslu RI Mochammad Afifuddin dalam keterangannya, Senin (7/12/2020).
Afifuddin mengatakan petugas KPPS yang terkonfirmasi positif Covid-19 merupakan indikator kerawanan.
Pasalnya mereka yang positif Corona tidak bisa menjalankan tugasnya. Apalagi tidak ada KPPS pengganti.
Sehingga kata dia, TPS yang memiliki petugas positif Corona akan bekerja di masa pemungutan dan penghitungan suara dengan formasi yang tidak lengkap.
"Hal itu membuat petugas yang bersangkutan tidak dapat menjalankan tugas, padahal tidak ada KPPS pengganti," jelasnya.
Selain itu, berdasarkan data pemetaan TPS rawan, Bawaslu juga mendapati 1.420 TPS yang penempatannya tidak sesuai standar protokol kesehatan.
Padahal di masa pandemi Covid-19 semestinya penjagaan jarak perlu diterapkan agar tidak berpotensi memunculkan kerumunan pemilih.
"Pemungutan suara yang dilaksanakan di tengah pandemi Covid-18 membutuhkan kesigapan petugas TPS untuk memastikan pemilih senantiasa menjaga jarak sepanjang hari pemungutan dan penghitungan suara. Oleh karena itu, penempatan lokasi TPS yang tidak memungkinkan penegakan protokol kesehatan sesuai pedoman KPU berpotensi memunculkan kerumunan pemilih," tegas Afifuddin.