TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Sosial (Mensos) Ad Interim Muhadjir Effendy menegaskan bahwa pemerintah akan menyalurkan bantuan sosial (bansos) berupa bantuan sosial tunai (BST) kepada masyarakat yang terdampak Covid-19 di wilayah Jabodetabek pada tahun 2021.
“Bansos Jabodetabek skema yang digunakan adalah BST, tapi nanti teknisnya masih harus berkoordinasi dengan Pemprov DKI Jakarta,” ujar Muhadjir Effendy.
Sebelumnya Kemensos telah menyalurkan sebanyak 1,8 juta keluarga di Jabodetabek berupa bantuan sosial sembako senilai Rp 600 ribu yang disalurkan selama tiga bulan mulai sejak April hingga Juni 2020 yang didistribusikan dua kali setiap bulan. Kemudian bansos sembako berlanjut hingga Desember 2020 dengan nilai bantuan sebesar Rp 300 ribu setiap bulan.
Plt Muhadjir Effendy menjelaskan bahwa Kemensos menyalurkan bantuan sembako karena pada awal April, berdekatan dengan musim mudik. Kemensos mengantisipasi jika bansos dalam bentuk tunai, dikhawatirkan uang tunai tersebut rawan digunakan keperluan mudik. Sementara itu, pemerintah tengah melakukan pencegahan lonjakan penyebaran Covid-19. Karena itulah bansos disalurkan dalam bentuk sembako. Selain itu, pemerintah berupaya memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang lebaran 2020.
Keputusan Kemensos melanjutkan bansos dalam bentuk tunai disambut baik oleh Jaringan dai dan mubalig muda, Jaringan Islam Kebangsaan (JIK). Koordinator Nasional JIK, Irfaan menilai langkah Kemensos melanjutkan BST dinilai tepat.
“Kami mendukung kebijakan Kemensos mengenai BST. BST bisa disalurkan langsung kepada penerima melalui nomor rekening masing-masing. BST akan bisa dimaksimalkan penerima untuk kebutuhan dasar tanpa pengurangan sepeserpun oleh oknum yang tidak bertanggung jawab,” terang Irfaan.
Walaupun ia mengutip keterangan Muhadjir yang menegaskan perubahan pola itu bukan karena kasus yang menimpa mantan Mensos dan beberapa oknum Kemensos.
Kendati demikian, Irfaan menerangkan sepakat pemerintah membuka opsi bagi penerima yang tidak memiliki rekening bank. BST akan disalurkan melalui jasa PT Pos Indonesia.
“BST juga membuka opsi bagi penerima yang tidak memiliki rekening bank. Kemensos akan mengirimkan BST menggunakan jasa PT Pos Indonesia. Sekali lagi, jika pola ini diterapkan secara konsisten, maka akan menekan angka pelanggaran dan penyelewengan setiap bantuan Kemensos,” ujarnya.
Dia menambahkan bahwa BST tak luput dari sisi lemah. Salah satunya pemerintah sulit mengontrol penggunaan bantuan setelah diberikan. Dikhawatirkan uang itu digunakan untuk hal-hal yang konsumtif, di luar kebutuhan pokok seperti memberi rokok atau pulsa.
“Maka dari itu, Kemensos memiliki pekerjaan rumah untuk membangun sebuah sistem kontrol agar bantuan yang digunakan masyarakat kepada hal-hal yang konsumtif dan benar-benar hanya digunakan untuk kebutuhan dasar keluarga,” lanjutnya.
JIK menghimbau agar Kemensos dan stakeholder terkait harus menciptakan ekosistem penyaluran BST secara transparan, akuntabel, dan tepat sasaran. Tidak terjadi penyalahgunaan dari tingkat pusat hingga masyarakat karena erat kaitannya dengan citra Kemensos dan Pemerintahan Jokowi.
“Semoga kejadian yang tidak diharapkan tidak terulang kembali karena berkaitan erat dengan citra dan reputasi Kemensos dan Pemerintah Jokowi jilid kedua yang menjadi taruhannya. Kepercayaan publik (public trust) harus tetap terjaga.
JIK menghimbau Kemensos agar membuka diri. Saran, masukan dan kritik konstruktif mesti membuat Kemensos berbenah diri. Perbaikan data menjadi mutlak diperlukan agar penerima tepat sasaran.
“Kemensos membenahi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Kemensos secara konsisten memperbaiki DTKS sebagai acuan penyaluran bantuan sosial (bansos). Prosedur perbaikan kini lebih ketat. Perbaikan meliputi by name, by address, by account atau pos bagi masyarakat yang tidak memiliki rekening bank,” ujarnya.
Selain itu, menurut JIK komunikasi dan koordinasi antar K/L dan pemda menjadi faktor utama lainnya penyaluran bansos dengan tepat sasaran. Mulai dari tingkat RT, RW, lurah, camat, walikota atau bupati hingga gubernur. Selanjutnya gubernur mengusulkan kepada Kemensos untuk melakukan perubahan data warga yang dianggap layak atau tidak menerima bantuan.
Pendemi Covid-19 melahirkan problem multidimensi. Yang paling parah adalah meluluhlantakan sektor ekonomi yang berimbas pada rendahnya daya beli masyarakat. Penurunan pendapatan ini salah satunya disebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai dampak pendemi.
“Bansos secara real, memberikan manfaat signifikan bagi masyarakat daya beli masyarakat tetap terjaga dan mampu menggerakkan roda ekonomi masyarakat Indonesia di tengah pendemi,” pungkasnya.
Bansos juga menghindarkan dari gejolak sosial yang diakibatkan masalah ekonomi imbas pandemi ini lanjut Irpan.