Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menerbitkan Intruksi Gubernur Nomor 64 Tahun 2020 tentang pelaksanaan pengendalian, serta Seruan Gubernur No 17 Tahun 2020 tentang pengendalian kegiatan masyarakat.
Dua kebijakan itu diambil sebagai langkah untuk mengantisipasi terjadinya klaster Covid-19 saat libur Natal dan Tahun Baru 2021.
"Bahwa perangkat hukum kita berupa Pergub (yang mengatur PSBB) tidak perlu ada perubahan, yang dilakukan tambahan adalah Seruan Gubernur, Instruksi Gubernur, dan SK Kepala Dinas yang relevan karena secara garis besar kita berhadapan dengan musim liburan sesungguhnya memasuki akhir tahun ini," kata Anies Baswedan dalam keterangannya, Kamis (17/12/2020).
Baca juga: Wiku Minta Instansi Pemerintah Tidak Buat Narasi Kontraproduktif Vaksinasi Covid-19
Dalam Instruksi Gubernur tersebut, tertuang operasional mal hanya sampai pukul 19.00 WIB pada 24 - 27 Desember 2020, dan 31 Desember 2020 hingga 3 Januari 2021.
Jumlah Pengunjung juga diminta dibatasi hanya 50 persen dari total kapasitas hari biasa.
Dinas Perhubungan DKI juga diminta menetapkan jam operasional kendaraan umum hanya sampai pukul 20.00 WIB.
Baca juga: Pandemi COVID-19 Dorong Akselerasi Digital BUM-N
Masyarakat yang masuk Jakarta khususnya lewat bandar udara, angkutan darat antar kota antar provinsi, maupun angkutan laut agar memeriksa surat keterangan hasil rapid test antigen.
Para camat dan lurah diminta menyosialisasikan protokol kesehatan kepada masyarakat.
Mereka juga diminta memantau kegiatan masyarakat.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah diminta memastikan PNS maupun non PNS untuk tidak berpergian ke luar kota.
Anies juga meminta BKD menunda pelaksanaan cuti bersama dalam rangka mendukung pelaksanaan pengendalian kegiatan masyarakat dalam pencegahan Covid-19 di masa libur natal 2020 dan tahun baru 2021.
Keterisian Tempat Tidur Pasien Covid-19 di 4 Provinsi Meningkat Usai Libur Panjang Akhir Oktober
Terjadi peningkatan penggunaan tempat tidur pasien Covid-19 di empat provinsi setelah libur panjang akhir Oktober 2020 lalu.
Empat provinsi tersebut di antaranya DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah.
Di DKI Jakarta, saat libur panjang akhir Oktober, tempat tidur pasien Covid-19 yang digunakan per minggu masih sekitar 60 persen.
Angka tempat tidur pasien Covid-19 yang digunakan kemudian mengalami peningkatan beberapa pekan setelah libur panjang akhir Oktober.
Pekan pertama setelah libur, tempat tidur pasien Covid-19 di DKI Jakarta naik ke angka 65 persen, kemudian naik ke angka 69 persen, hingga pada pekan lalu menembus ke angka 72 persen.
Baca juga: Penderita Diabetes Rawan Kena Komplikasi Serius Saat Kena Covid-19, Begini Cara Mencegahnya
Pada 14 Desember 2020 angka tempat tidur pasien Covid-19 di DKI Jakarta yang digunakan mencapai 73 persen.
Hal ini disampaikan Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Covid-19 dr Dewi Nur Aisyah saat berbicara di kanal YouTube BNPB, Rabu (16/12/2020).
"Terjadi kenaikan sekitar 13 persen setelah periode libur panjang," kata Dewi.
"Per minggu ini saja belum turun (kasus Covid-19), masih naik. Ternyata dampaknya (libur panjang) segitu panjangnya," ujar dia.
Baca juga: Pasien Covid-19 Berusia di Atas 60 Tahun Punya Risiko Kematian Paling Tinggi
Padahal, lanjut Dewi, ada waktu di mana penggunaan tempat tidur pasien Covid-19 di Jakarta hanya sebesar 40 persen.
Sementara di Jawa Barat, saat libur panjang akhir Oktober, angka tempat tidur pasien Covid-19 yang digunakan masih 55 persen.
"Sekarang sudah naik di angka 75 persen. Jadi peningkatannya sekitar 20 persen setelah libur panjang terjadi," ujar Dewi.
Baca juga: Anggota Komisi IX DPR: Tidak Ada Lagi Alasan Masyarakat Tolak Vaksin Covid-19 Setelah Digratiskan
Di Jawa Tengah, peningkatan penggunaan tempat tidur pasien Covid-19 juga mengalami peningkatan.
"Sempat agak turun pekan keempat, kemudian dia naik lagi. Peningkatannya sekitar 14 persen, sekarang sudah di angka 77 persen (tempat tidur yang digunakan)," kata dia.
Sementara di Jawa Timur grafik penggunaan tempat tidur pasien Covid-19 justru mengalami peningkatan signifikan.
"Grafik secara tajam naik ke atas, setelah libur panjang. Meskipun secara proporsi akhir, masih di angka 63 persen. Tapi kenaikannya paling tinggi, ini naik sampai 24 persen," kata dia.
"Karena Jawa Timur sebelum libur panjang itu keadaannya sudah jauh lebih baik, terkontrol dengan baik, karena libur panjang balik lagi," sambung Dewi.
Risiko Kematian Pasien Covid-19 Dipengaruhi Usia dan Riwayat Komorbid
Tim Pakar Satgas Penanganan Covid-19 telah melakukan analisis kematian pasien Covid-19 berdasarkan usia dan riwayat komorbid atau penyakit penyerta.
Menurut Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito, hasil analisis ini sedang dipublikasikan di jurnal ilmiah internasional yaitu PLOS One.
Hasil analisis tim pakar selama 5 bulan terakhir, berdasarkan aspek usia, pasien yang berada di usia 31 - 45 tahun berisiko masing-masing sebesar 2,4 kali lipat pada kematian.
Kemudian pada rentang usia 46 - 59 tahun, berisiko 8,5 kali lipat pada kematian.
Baca juga: Pemda Diminta Optimalkan Peran Satgas Daerah Antisipasi Lonjakan Kasus Covid-19 Liburan Akhir Tahun
Hal itu disampaikan Wiku saat memberi keterangan pers perkembangan penanganan Covid-19 melalui disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (15/12/2020).
"Risiko ini akan semakin meningkat pada usia lanjut, diatas 60 tahun yaitu sebesar 19,5 kali lipat," jelas Wiku.
Lalu, penelitian pada jenis komorbid menunjukkan penyakit ginjal memiliki risiko kematian 13,7 kali lebih besar dibandingkan pasien yang tidak memiliki penyakit ginjal.
Pada komorbid penyakit jantung, memiliki risiko 9 kali lebih besar dibandingkan yang tidak memiliki penyakit jantung.
Penyakit diabetes mellitus memiliki risiko kematian 8,3 kali lebih besar, hipertensi 6 kali lebih besar, dan penyakit imun memiliki risiko 6 kali lebih besar dibandingkan yang tidak memilikinya.
Baca juga: Vaksinasi Covid-19 Tidak Digratiskan secara Total, Pemerintah: Demi Keadilan
"Semakin banyak riwayat komorbid, mereka yang memiliki penyakit komorbid lebih dari satu, berisiko 6,5 kali lipat lebih tinggi untuk meninggal saat terinfeksi Covid-19," katanya.
Pada pasien yang memiliki 2 penyakit komorbid, berisiko 15 kali lipat lebih tinggi untuk meninggal saat terinfeksi Covid-19 dibandingkan yang tidak memiliki kondisi komorbid.
Lalu yang memiliki lebih atau sama dengan 3 penyakit komorbid berisiko 29 kali lipat lebih tinggi meninggal saat terinfeksi Covid-19.
"Meskipun kita tahu penularan Covid-19 tidak mengenal batasan, temuan ini menunjukkan secara detail golongan mana saja yang perlu mendapat perhatian lebih dan diprioritaskan perlindungannya," jelas Wiku.
Baca juga: Positif Covid-19, Ustaz Yusuf Mansur Kabarkan Kondisi Terkini: BAB Harus Pakai Pampers
Untuk itu, bagi masyarakat yang masuk dalam kategori berisiko tinggi atau bagi yang tinggal dengan anggota keluarga berisiko tinggi, maka Wiku menyarankan terapkan protokol kesehatan dengan ekstra disiplin.
Bagi masyarakat yang tidak masuk dalam golongan tersebut, sebagai makhluk sosial sudah pasti akan berinteraksi dengan golongan tersebut.
Ia mengajak masyarakat saling menjaga dan meringankan beban satu sama lain dengan disiplin protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan.
Catatan Redaksi:
Bersama-kita lawan virus corona.
Tribunnews.com mengajak seluruh pembaca untuk selalu menerapkan protokol kesehatan dalam setiap kegiatan.
Ingat pesan ibu, 3M (Memakai masker, rajin) Mencuci tangan, dan selalu Menjaga jarak).