"Kita lebih mengutamakan memang alat ini dipakai untuk skrining. Jadi dipasang di depan, sementara kalau ketemu positif konfirmasi lah dengan PCR."
"Saya ingin juga mau meluruskan ada beberapa berita yang mengatakan alat ini akan mengganti PCR, terlalu jauh dan terlalu over-klaim untuk mengatakan seperti itu," terang dia.
Adapun GeNose lebih tepat digunakan sebagai pendamping rapid test antibodi dan rapid test antigen.
Diharapkan GeNose dapat membantu mencegah atau memutus penularan Covid-19 dengan lebih banyak menemukan orang-orang yang positif.
Sejalan dengan Dian, Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Riset Nasional (Menristek/BRIN) Bambang Brodjonegoro memastikan GeNose tidak bisa menggantikan perangkat PCR dalam pengetesan Covid-19.
Bambang mengatakan alat hasil penemuan anak bangsa tersebut digunakan untuk deteksi cepat.
"Jadi tidak bersifat menggantikan diagnosis yang memang hanya bisa dilakukan dengan gold standard PCR. Jadi tidak mungkin alat lain bisa menjadi pengganti," tutur Bambang dalam konferensi pers virtual, Senin (28/12/2020).
Baca juga: Kantongi Izin Edar, GeNose Sudah Bisa Diproduksi Massal untuk Screening Covid-19
Diproduksi Massal
GeNose secara resmi mendapatkan izin edar dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan nomor AKD 20401022883.
Ketua Tim Pengembang GeNose, Kuwat Triyana menyebut biaya tes menggunakan GeNose C19 ini bakal lebih murah, yakni kisaran Rp15-25 ribu.
Sementara itu, hingga Minggu (27/12/2020), pada tahap pertama produksi, pihak UGM telah memproduksi 100 unit GeNose.
Meski begitu, 100 alat itu mampu melakukan tes terhadap 12 ribu orang sehari.
"Angka 120 tes per alat itu dari estimasi bahwa setiap tes membutuhkan tiga menit termasuk pengambilan nafas sehingga satu jam dapat mengetes 20 orang dan bila efektif alat bekerja selama enam jam," ujar Kuwat.
Lebih lanjut, Menristek/BRIN Bambang Brodjonegoro mengatakan GeNose sudah bisa diproduksi massal.