TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Inovasi anak bangsa melahirkan dua alat deteksi covid-19 yakni GeNose dan CePAD saat pandemi virus corona masih melanda hampir seluruh belahan dunia.
Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Riset Nasional (Menristek/BRIN) Bambang Brodjonegoro memperkenalkan dua GeNose dan CePAD.
Seperti apa alat ini? Bagaimana cara kerja dan keakuratannya? Simak ulasan Tribunnews.com.
Baca juga: Sudah Dapat Izin Edar dari Kemenkes, Biaya Tes Covid Genose Dibanderol Rp 25 Ribu
Baca juga: Menristek Harap Satgas Covid-19 Pakai GeNose dan CePAD untuk Deteksi Virus Corona
GeNose Buatan UGM dan CePAD Unpad
GeNose merupakan penemuan dari Universitas Gadjah Mada, sementara CePAD ditemukan Universitas Padjajaran.
"Kami ingin memperkenalkan dua lagi inovasi anak bangsa yang mempunyai peran penting dalam penanganan covid 19 pertama dalam upaya kita melaksanakan tiga T, yakni testing, tracing, dan treatment," ujar Bambang dalam konferensi pers virtual, Senin (28/12/2020).
Baca juga: Menristek: GeNose dan CePAD Tidak Bisa Gantikan Penggunaan PCR dalam Diagnosis Covid-19
Baca juga: Kantongi Izin Edar, GeNose Sudah Bisa Diproduksi Massal untuk Screening Covid-19
Alat Deteksi Cepat, Apa Bedanya dengan Rapid Test dan Swab?
Bambang mengatakan CePAD dan GeNose masuk dalam kategori alat screening atau deteksi cepat atau yang biasa dikenal sebagai Rapid Test.
Meski begitu, kedua alat ini tidak melakukan deteksi melalui antibodi seperti yang dilakukan oleh Rapid Test.
Pengambilan sampel juga tidak melalui darah.
CePAD didesain dengan mengambil sampel tes usap atau swab.
Sementara GeNose cara kerjanya dengan embusan nafas.
Baca juga: Cara Kerja Tes Covid-19 GeNose Buatan UGM, Hasilnya Keluar dalam 2 Menit
Baca juga: Menristek Perkenalkan Dua Alat Deteksi Covid-19 Buatan Anak Bangsa, GeNose dan CePAD
"Jadi bukan rapid test yang mengecek keberadaan antibodi yang diambil melalui darah, tetapi untuk yang rapid tes antigen CePAD itu diambil dari swab dan dilakukan deteksi cepat terhadap keberadaan virus dari Covid-19. Sedangkan untuk GeNose dilakukan dengan melihat embusan nafas," jelas Bambang.
Meski begitu, Bambang memastikan alat ini hanya untuk kebutuhan screening. Sementara untuk pengetesan atau testing tetap melalui alat PCR yang merupakan gold standard.
CePAD dan GeNose, menurut Bambang, dapat memperkuat pemantauan perkembangan Covid-19 di Indonesia.
"Bagian dari penggunaan alat yang akan diperkenalkan ini memang terkait dengan surveilans. Surveilans adalah satu upaya yang tidak boleh ditinggalkan dalam upaya kita menangani Covid-19," ucap Bambang.
Keakuratan CePAD dan GeNose
Rapid test antigen CePAD hasil karya Tim Pengembang Universitas Padjadjaran (UnPAD) telah memperoleh izin edar dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada November 2020 dan memiliki akurasi mencapai 84 persen.
Ia pun menjelaskan bahwa Tim Pengembang UnPAD terus berupaya memenuhi syarat sebagai rapid test antigen sesuai standarisasi WHO dan upaya tersebut pun akhirnya berhasil.
Perlu diketahui, WHO menetapkan standar batasan alat tes Covid-19 sebesar 80 persen.
Sedangkan tingkat akurasi yang dihasilkan rapid antigen CePAD mencapai angka 84 persen.
Bagaimana dengan GeNose?
Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Riset Nasional (Menristek/BRIN) Bambang Brodjonegoro mengungkapkan alat deteksi Covid-19 mampu digunakan hingga 100 ribu kali.
Menurut Bambang, alat ini dapat dipakai untuk puluhan ribu pasien dalam jangka waktu lama.
"Bisa 100 ribu kali testing dengan alat yang sama. Alatnya itu bukan berarti habis saat 100 ribu dipakai, tapi harus istilahnya disetel ulang ya atau sedikit diperbaiki. Agar bisa dipakai lagi untuk kesempatan yang berikutnya," ungkap Bambang dalam konferensi pers virtual, Senin (28/12/2020).
Selain itu, Bambang mengatakan GeNose sangat praktis digunakan, hanya melalui hembusan nafas. Hasilnya juga relatif cepat, yakni maksimal lima menit.
GeNose juga tidak membutuhkan reagen seperti perangkat Polymerase Chain Reaction (PCR). Bambang mengungkapkan alat ini tidak membutuhkan alat atau bahan tambahan yang kadang sulit didapatkan.
"Biayanya menjadi relatif terjangkau ya. Memang ada kebutuhan tambahan di luar mesinnya ya. Di luar mesinnya dibutuhkan namanya non re-breathing masker dan hepa filter sekali pakai," ucap Bambang.
Data hasil pemeriksaan juga bisa terhubung ke Cloud system dan Internet of Things (IoT) untuk bisa diakses online.
Sehingga dapat membantu proses tracing dan tracking Covid-19 di sejumlah tempat.
"Ini juga akan membuat nanti pergerakan-pergerakan besar misalnya di bandara, terminal, stasiun, maupun pusat pertokoan, termasuk di kampus, di kantor. Mudah-mudahan ini bisa lebih lancar kalau sistem online ini juga sudah berjalan baik," pungkas Bambang.
CePAD Siap Distribusi Terbatas di Jawa Barat
Salah satu anggota tim UnPAD, Muhammad Yusuf mengatakan bahwa alat rapid test ini telah siap untuk didistribusikan.
Namun terkait penggunaan alat screening virus corona (Covid-19) ini, masih terbatas pada wilayah Jawa Barat.
"Cepad siap diedarkan karena sudah memiliki izin edar. Saat ini memang penggunaannya masih terbatas di lingkungan Bandung dan Jawa Barat saja," ujar Yusuf, dalam konferensi perse virtual 'Genose UGM dan CePAD UnPAD', Senin (28/12/2020) sore.
Kendati demikian, ia menargetkan masyarakat luas bisa memanfaatkan CePAD pada 2021 mendatang.
"Tapi mudah-mudahan di tahun 2021 ini sudah bisa dimanfaatkan oleh masyarakat yang lebih luas," jelas Yusuf.
Terkait pemasaran ke luar negeri, Dosen Kimia FMIPA Unpad ini mengaku masih fokus untuk memenuhi persyaratan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terlebih dahulu.
"Apakah nanti akan ekspor atau tidak? Tentunya yang perlu kami upayakan untuk dikejar itu adalah memenuhi persyaratan WHO," kata Yusuf.
"Jadi memang awal-awal ketika kami mendaftarkan produk, awalnya kami belum resmi. Tapi kami juga senantiasa meningkatkan sensitivitas dan lain lain, alhamdulillah kemarin kita sudah di angka di atas persyaratan WHO sebagai rapid antigen," papar Yusuf.
Ia menyatakan tidak menutup kemungkinan bahwa inovasi ini bisa turut dipasarkan di luar negeri juga.
"Jadi mudah-mudahan ada upaya untuk bisa mengglobalkan produk ini," pungkas Yusuf.
Izin Kemenkes
Seperti diketahui, GeNose telah mengantongi izin edar dari Kementerian Kesehatan sejak Kamis (24/12/2020).
Sementara CePAD telah ditetapkan sebagai satu dari 27 produk inovasi hasil Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19.
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Prof. dr. Abdul Kadir, PhD, Sp.THT-KL(K), MARS menegaskan, izin edar alat deteksi Covid-19 GeNose yang dikeluarkan pihaknya bersifat 'Emergency Use Authorization'.
Artinya, hanya dapat digunakan saat masa pandemi Covid-19 ini.
Kadir menuturkan, GeNose masih harus menjalani uji klinik trial fase 4 untuk melihat efikasi, validitas, sensitivitas, dan spesifisitas alat tersebut.
"Izin tersebut maksudnya adalah alat itu diberikan izin hanya untuk masa pandemi saja. Namun, pada saat penggunaannya nanti harus dilakukan evaluasi yang disebut dengan clinical trial fase 4," kata dia dalam webinar yang digelar Kemenkes, Senin (28/12/2020).
Nantinya, hasil uji klinik fase 4 dari GeNose akan dibandingkan dengan tes Swab PCR.
"Jadi, GeNose masih taraf penggunaan dengan izin 'Emergency Use Authorization' dan masih memerlukan uji klinik fase 4 untuk memastikan apakah alat bikinan UGM tersebut bisa dipakai atau tidak," terang Prof Kadir.
Meski telah dikeluarkan izin edar pada alat buatan UGM itu, Kadir memastikan alat GeNose tidak bisa menggantikan perangkat Polymerase Chain Reaction (PCR) dalam tes Covid-19.
"Gold standar pemeriksaan Covid-19 untuk mendiagnosa sampai sekarang masih menggunakan Swab PCR," tegasnya.
(Tribunnews.com/Fahdi/Rina Ayu/Fitri Wulandari)