Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menegaskan, prinsip dasar vaksinasi adalah diberikan gratis dan bersifat sukarela.
Artinya tidak boleh ada paksaan atau mandatory bagi masyarakat untuk mengikutinya.
Berkaca dari prinsip tersebut, negara maju yang menerapkannya berhasil dalam program vaksinasi seperti Singapura dan Kanada.
Baca juga: Vaksin Sinovac Sudah Disitribusikan ke Daerah, Vaksinasi Tuggu Fatwa MUI Tentang Kehalalan Sinovac
Baca juga: Wapres Maruf Amin Tak Ikut Vaksin Covid-19 Tahap Awal, Ini Kriteria yang Perlu Divaksinasi
"Prinsip dasar program vaksin dalam konteks pandemi dua itu (gratis dan sukarela). WHO menegaskan vaksinasi ini enggak boleh bersifat mandatory dan ini diikuti oleh banyak negara maju negara yang berhasil mengendalikan pandemi," ujar dia kepada Tribunnews.com, Rabu (6/1/2020).
Menurutnya, jika ada paksaan maka ada hak asasi yang dilanggar, sehingga dikhawatirkan program vaksinasi tidak berjalan baik.
Meskipun program vaksinasi harus mencapai 70 persen dari total penduduk, namun prinsip sukarela harus dijunjung tinggi.
"Tenaga kesehatan dan profesi esensial lain, mereka tetap punya hak kesehatan termasuk hak terhadap informasi dari faktor strategi komunikasi risiko.
Baca juga: Vaksin yang Mau Disuntikan ke Jokowi Belum Dapat Izin UEA, Epidemiolog: Patuhi Prosedur
Dua prinsip dasar ini didukung oleh literatur dan fakta sejarah," ungkap Dicky.
Dicky melanjutkan, dengan menerapkan prinsip sukarela angka maksimal sulit sulit tercapai, maka strategi komunikasi risiko vaksinasi yang tepat dan efektif harus diterapkan.
"Informasi yang lengkap harus sampai ke masyarakat termasuk populasi yang maksimal yang divaksin. Sehingga tahu apa-apa manfaat vaksin ini. Kemudian juga meluruskan dan menjelaskan info yang tidak benar secepat mungkin dan sejelas mungkin. Jadi semua informasi yang ada jelas," tutur dia.