News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penanganan Covid

Vaksinasi Covid-19 Rencana 13 Januari, Halal Atau Tidak? Hari Ini MUI Bahas Fatwa Vaksin Sinovac

Editor: Anita K Wardhani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Vaksinasi Covid-19

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Vaksinasi covid-19 rencana akan digelar masal mulai 13 Januari 2021 ini. Bagaimana tentang kehalalan vaksin sinovac yang akan disuntikkan?

Menyikapi rencana vaksinasi, Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan menggelar sidang pleno untuk membahas fatwa halal terkait vaksin Covid-19 akan digelar, Jumat (8/1/2020) hari ini.

"InsyaAllah sidang pleno tim auditor vaksin Covid-19 digelar besok Jumat," ujar Ketua MUI Bidang Fatwa dan Urusan Halal Asrorun Ni'am Sholeh melalui pesan singkat Tribunnews.com, Kamis (7/1/2021).

Asorun menjelaskan, sidang Pleno Komisi untuk membahas aspek syar'i.

Baca juga: Minggu Depan Vaksinasi Sinovac Dimulai, Pemerintah Kejar EUA BPOM dan Sertifikat Halal MUI

Baca juga: Usai Disuntik Vaksin Covid-19 Tidak Boleh Langsung Pulang, Mengapa? Ini Petunjuk Teknis Kemenkes

Sidang Pleno tersebut dilaksanakan pasca menerima laporan, penjelasan, dan pendalaman dari tim auditor.

"Dalam kasempatan pertama, tim auditor akan merampungkan kajiannya dan akan dilaporkan ke dalam Sidang Komisi Fatwa," ungkapnya.

Sebelumnya, tim auditor MUI telah menuntaskan pelaksanaan audit lapangan terhadap vaksin Covid-19 produksi perusahan Sinovac.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh 

Audit lapangan itu telah dilakukan di perusahaan Sinovac di Beijing dan Biofarma di Bandung.

Selain itu, pada Selasa (5/1/2020) lalu pihak fatwa MUI juga menerima dokumen kehalalan dari produsen vaksin Covid-19 Sinovac, Tiongkok, China.

Vaksinasi 13 Januari Tunggu Fatma MUI

Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang juga Jubir Wapres Masduki Baidlowi menegaskan vaksinasi menunggu fatwa MUI.

Saat ini tim dari MUI tengah menguji sample vaksin Sinovac di Bandung.

Ia menegaskan kehalalan vaksin harus diuji sebelum diedarkan ke masyarakat.

Baca juga: Soal Vaksinasi Covid-19, Ponpes Gontor Belum Ambil Sikap sebelum Jelas Halal Haramnya

Baca juga: Pemerintah Pastikan Fatwa Halal Vaksin Sinovac ke Luar Sebelum 13 Januari 2021

"Fatwa MUI nanti tetap ditunggu. Karena tidak mungkin itu vaksin akan beredar tanpa fatwa MUI. Walaupun barang sudah dikirim ke berbagai daerah,MUI dan BPOM sekarang sedang meneliti.

BPOM khusus hal yang terkait dengan kemujaraban, kegunaan, kekhasiatan, nilai bahaya dan seterusnya.

Sehingga dengan demikian itu tugas dari BPOM. Sementara MUI menilai kehalalan. Sekarang sedang
berjalan," katanya, Selasa (5/1/2020).

Juru Bicara Wakil Presiden Masduki Baidlowi (Grafis Tribunnews.com/Ananda Bayu S)

Tim dari MUI tengah menguji sample vaksin Sinovac di Bandung. Ia menegaskan kehalalan vaksin
harus diuji sebelum diedarkan ke masyarakat.

"Jangan ada kesan seakan-akan vaksinasi akan dilaksanakan tanpa fatwa MUI. Enggak benar itu. Jadi fatwa MUI pasti akan menjadi rujukan utama terkait halal dan tidaknya vaksin ini diedarkan," jelasnya.

Masduki juga memastikan fatwa MUI soal kehalalan vaksin akan keluar dalam waktu dekat.

Baca juga: Ini Tahapan dan Jadwal Lengkap Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19

Baca juga: Mengenal Cara Kerja Vaksin Sinovac Melawan Virus Covid-19 Setelah Diinjeksikan ke Tubuh

MUI juga telah berkoordinasi dengan Bio Farma, Kemenkes, dan pihak-pihak lainnya terkait hal ini.

"(Fatwa keluar) Jelang vaksinasi akan keluar nanti. Pokoknya dalam waktu dekat lah, pokoknya akan bareng," kata dia.

"MUI akan berjalan sesuai tata cara prosedur sebagaimana yang dijalani di MUI, dan pemerintah
terutama Bio Farma sudah sangat tanggap, proaktif berhubungan dengan MUI dalam hal ini.

Jadi Bio Farma, Menkes, semuanya sudah proaktif," jelasnya lagi.

Syarat Halal

Petugas medis menunjukkan contoh (dummy) vaksin covid saat simulasi vaksinasi Covid-19 yang dilakukan di RSI Jemursari, Kota Surabaya, Jawa Timur, Jumat (18/12/2020). Acara simulasi vaksinasi dihadiri Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa dan Ketua Umum MUI, KH Miftachul Akhyar. Surya/Ahmad Zaimul Haq (Surya/Ahmad Zaimul Haq)

Lembaga Pengkajian Pangan dan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LP POM MUI)
membeberkan syarat kehalalan obat, termasuk vaksin untuk pengobatan berkaitan dengan distribusi
vaksin covid-19 yang akan didistribusikan pemerintah dalam waktu dekat.

Direktur Eksekutif LPPOM MUI, Muti Arintawati mengatakan syarat tersebut sudah dikeluarkan MUI melalui Fatwa MUI nomor 30 tahun 2013 tentang obat dan pengobatan.

“MUI punya fatwa nomor 30 tahun 2013 tentang obat dan pengobatan,” kata Muti kemarin.

Muti menjelaskan bahwa obat yang digunakan untuk kepentingan pengobatan wajib menggunakan bahan yang suci dan halal.

Namun, ia mengatakan ada pengecualian dimana penggunaan bahan najis atau haram dalam obat-obatan diperbolehkan asal memenuhi sejumlah syarat.

Salah satunya pada kondisi darurat yang apabila pengobatan itu tidak dilakukan dapat mengancam jiwa
manusia atau mengancam eksistensi jiwa manusia di kemudian hari.

Penggunaan bahan najis atau haram juga diperbolehkan apabila belum ditemukan bahan yang halal dan suci, serta adanya rekomendasi paramedis yang kompeten dan terpercaya bahwa dalam pengobatan tidak ditemukan obat
yang halal.

“Ada kondisi tertentu yang bisa membuat suatu produk obat itu diperbolehkan.

Tetap dinyatakan haram, tapi produknya diperbolehkan digunakan dalam kondisi tertentu,” kata Muti.

“Jadi ini penting sekali kenapa MUI harus bersama-sama dengan Badan POM, karena Badan POM yang
punya otoritas untuk memberikan rekomendasi, termasuk soal vaksin tadi,” lanjutnya.

Adapun penggunaan obat yang berbahan najis atau haram untuk pengobatan luar hukumnya boleh
dengan syarat dilakukan pensucian.

Muti mencontohkan dalam kasus vaksin MR pada proses pengkajiannya terdapat kandungan babi didalamnya.

Pada saat itu MUI menyatakan vaksin MR haram dalam hal produknya, namun karena adanya
kebutuhan meskipun haram, MUI memperbolehkan vaksin itu dipergunakan.

“Karena belum ada alternative vaksin lain yang halal maka diperbolehkan untuk digunakan,” kata Muti

Sekiranya ada 2 hal yang akan dikritisi LP POM MUI soal kajian kehalalan vaksin yang disebut titik kritis
vaksin, yakni terkait seluruh bahan yang terlibat dalam proses produksi dan juga soal fasilitas
produksinya.

Muti menegaskan, dalam mengkaji vaksin Sinovac pihaknya tak bersikap pasif dengan
hanya menunggu informasi dari pihak perusahaan.

LPPOM MUI akan intensif melakukan sejumlah kajian ilmiah terhadap bahan-bahan yang dikandung
vaksin tersebut, dengan melibatkan sejumlah pakar maupun lewat literature.

Meski nantinya hasil keputusan Komisi Fatwa MUI menyatakan bahwa vaksin Sinovac haram namun vaksin tersebut
kemungkinan masih tetap bisa digunakan berdasarkan Fatwa MUI nomor 30 tahun 2013.

"Jika nanti hasilnya haram, maka sama seperti pada vaksin MR. Dimana pada vaksin MR yang digunakan untuk
program imunisasi massal mengandung babi, namun penggunaannya masih dibolehkan sampai
ditemukan vaksin lain yang halal, karena ada kondisi bahaya," kata Muti. (Tribunnews.com/Rina Ayu/Larasati)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini