Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberikan penjelasan adanya perbedaan efikasi atau tingkat kemanjuran vaksin Covid-19 Sinovac hasil uji klinik di Brazil dan Turki.
Kepala BPOM Penny K Lukito mengatakan, uji klinik vaksin CoronaVac (Sinovac) yang dilaksanakan di Bandung memiliki desain yang sama dengan uji klinik yang dilakukan di Brazil dan Turki, dengan menggunakan subyek pada rentang usia penerima vaksin 18 sampai 59 tahun.
Namun, uji klinik di Brazil memberikan efikasi vaksin sebesar 78% dan di Turki 91,25%.
Perbedaan efikasi antar uji klinik vaksin, Penny menjelasakan, lantaran 5di setiap negara dipengaruhi antara lain oleh faktor perbedaan jumlah subjek, pemilihan populasi subjek, karakteristik subjek, dan kondisi lingkungan.
Baca juga: Kata Raffi Ahmad, BCL dan Dokter Tirta Soal Daftar Vaksinasi Pertama hingga Klarifikasi Kemenkes
Baca juga: Dokter Tirta Siap Live Instagram Saat Disuntik, Yakin Vaksin Sinovac Aman untuk Tubuh
Ia melanjutkan, hasil perbedaan tersebut bukanlah masalah selama syarat dari WHO dimana efikasi harus diatas 50% terpenuhi.
"Yang terpenting walaupun ada perbedaan nilai efikasi, regulasi persyaratan dari WHO adalah lebih besar dari 50% terpenuhi, ujar perempuan berhijab ini dalam Media Briefing Pengawalan Keamanan, Khasiat dan Mutu Vaksin Covid-19, secara virtual, Jumat (8/1/2021).
Dijelaskan Pennya, data efikasi vaksin yang diukur berdasarkan persentase penurunan angka kejadian penyakit pada kelompok orang yang menerima vaksin dibandingkan dengan kelompok orang yang menerima plasebo pada uji klinik fase 3.
Untuk pemberian izin penggunaan darurat (EUA) dapat menggunakan data interim analisis dengan periode pemantauan 3 bulan, tetapi pemantauan harus dilanjutkan sampai 6 bulan, sehingga efikasi vaksin kemungkinan dapat berubah.
"WHO mempersyaratkan minimal efikasi vaksin COVID-19 adalah 50% dari data interim analisis 3 bulan," jelasnya.