Laporan wartawan Wartakotalive.com, Lilis Setyaningsih
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Awal 2021 jadi harapan baru pandemi Covid-19 berakhir. Ketersediaan vaksin salah satunya.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menerbitkan persetujuan penggunaan Darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) vaksin Covid-19 Sinovac (Coronavac).
Meski demikian, faktanya jumlah vaksin terbatas. Keterbatasan ini karena di tingkat global, negara-negara lain pun juga berlomba untuk secepat-cepatnya mendapatkan vaksin yang jumlahnya masih terbatas saat itu.
DR.dr.Erlina Burhan, M.Sc,Sp.P mengatakan, vaksin sudah lama dibicarakan ditingkat global.
Para produsen vaksin juga akan memprioritaskan negaranya sendiri dulu, lalu negara sekutunya, kemudian yang lebih dulu melakukan MOU dan lainnya.
“Ditingkat global ada persaingan untuk mendapatkan vaksin. Masih bersyukur kita bisa mendapatkan Sinovac walaupun dalam jumlah kecil lebih dulu.
Tapi kita semua sudah mendapatkan semua jenis vaksin hanya waktunya saja.
Baca juga: BPOM Beri Izin Penggunaan Darurat Vaksin Sinovac dan Sebut Efikasi Sebesar 65,3%, Ini Artinya
Baca juga: BPOM Terbitkan EUA, ITAGI : Beri Rasa Aman untuk Nakes yang Jadi Prioritas Vaksinasi Covid-19
Seperti Pfizer akan sampai di kuartal ketiga atau bulan September 2021,” kata dr Erlina, dalam talkshow dengan tema Siapa Yang Boleh dan Tidak Boleh Divaksin Covid-19, Senin (11/1/2021).
Anggota pakar medis Satgas Covid-19 ini menjelaskan keterbatasan vaksin serta waktu itulah yang membuat Pemerintah harus mencanangkan kategori prioritas pertama dan selanjutnya.
Orang-orang yang tidak kategori prioritas, artinya kesempatan untuk mendapatkan vaksin lebih kecil.
Walaupun kesempatan mendapatkan vaksin tetap ada, tapi hanya persoalan waktu saja.
“Bukan tidak ada, tapi kesempatannya butuh waktu karena didahulukan yang prioritas.
Bahwa ketersediaan vaksin jumlahnya terbatas sehingga memilih kelompok mana yang dapat manfaat secara umum dan dianggap rentan,” katanya.
Vaksin Ada, Jangan Abaikan Protokol Kesehatan
Ia meminta jangan terlalu eforia dengan adanya vaksin.
Penerapan protokol kesehatan baik yang sudah divaksin atau yang belum masih wajib dilakukan, karena pembentukan herd immunity masih belum tercapai di awal-awal vaksinasi.
Penerapan 3M, menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak adalah pencegahan Covid-19 yang paling murah, sederhana, dan mudah.
Bahkan vaksin saja harus butuh uang, tenaga, waktu, serta system yang teratur dulu.
“Kalau ada pencegahan yang sederhana lakukan dulu,” tegasnya.
Terlebih saat ini jumlah kasus Covid-19 masih tinggi. Bahkan perawatan di rumah sakit pun sudah menerapkan prioritas mana yang dirawat.
Bila tidak bergejala atau gejala ringan dirawat di rumah saja. Bila kategori sedang-berat baru dirawat di RS.
“Dari kasus Covid-19, yang kategori tidak bergejala-ringan jumlahnya lebih banyak, sekitar 80 persen. Namun bila kasus naik terus, jumlah yang 20 persen ini juga tidak tertampung,” katanya.
Kini jangan sampai sakit jadi keinginan semua orang.
Pencegahan dengan penerapan 3M harus dilakukan. Baik yang sudah divaksin ataupun yang belum.
Saring Informasi Soal Vaksin, Jangan Mudah Percaya Info di Grup WA
Dalam kesempatan itu, dokter Erlina meminta masyarakat agar membekali dengan informasi resmi dan terpercaya.
Bukan dari grup whatsapp atau mediasosial yang sangat mudah diedit sehingga yang sampai seringkali mengalami perubahan.
Kalau ada yang masih ragu akan vaksin, dokter dari RS Persahabatan ini yakin hanya ikut-ikutan saja.
“Yang Stubborn (kepala batu) tidak banyak, yang banyak ikut-ikutan orang yang memberikan disinformasi. Kalau lingkungan optimis dan termotivasi juga ikut.
Yang ragu-ragu biasnaya liat situasi. Untuk menghindari keraguan bekali dengan informasi yang resmi dan terpercaya,” katanya.
Keamanan Vaksin
Vaksin harus aman, efektif, dan halal. Sinovac sudah masuk fase 3 dan aman, kalau tidak aman, di fase kedua pasti tidak akan diteruskan.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mensyarakkan vaksin dinyatakan efektif diatas 50 persen.
Belakangan, BPOM mengeluarkan pengumuman bahwa tingkat efektivitas vaksin corona Covid-10 buatan Sinovac di Indonesia mencapai 65,3 persen, masih diatas syarat WHO.
“BPOM bukan bekerja sendiri tapi ada sekelompok ahli dibidangnya, orang-orang yang professional dan integritas,” kata dokter Erlina.
Ia mengatakan, pandemi Covid-19 sejak Maret sampai sekarang belum menunjukan teratasi. Vaksin jadi harapan. Vaksin secara pribadi untuk melindungi diri sendiri, keluarga, masyarakat, dengan tetap melaksanakan protokol kesehatan serta jauhi kerumunan.
BPOM Keluarkan Izin Darurat Vaksin Sinovac, 13 Januari Presiden Jokowi Disuntik
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menerbitkan persetujuan penggunaan Darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) vaksin Covid-19 Sinovac (Coronavac) yang akan disuntikan kepada Presiden Jokowi dalam vaksinasi perdana pada 13 Januari 2021.
Hal itu Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito dalam konferensi pers yang dilakukan virtual, Senin (11/1/2021).
Izin tersebut diterbitkan setelah efikasi vaksin Coronavac menunjukan hasil 65,3 persen,
Penny mengatakan, penerbitan izin tersebut dikeluarkan dengan pertimbangan aspek keamanan, imunogenisitas, efikasi atau kemanjuran yang sesuai dengan standar minimal WHO yakni 50 persen.
Badan POM menggunakan data hasil pemantauan dan analisis dari uji klinik yang dilakukan di Indonesia dan juga mempertimbangkan hasil yang dilakukan di Brazil dan Turki.
"Berdasarkan data-data tersebut dan mengacu kepada persyaratan panduan dari WHO dalam pemberian persetujuan Emergency Use Authorisation untuk vaksin Covid-19 evaluation for vaccine dari WHO maka vaksin coronavac ini memenuhi persyaratan untuk dapat diberikan persetujuan penggunaan dalam kondisi emergency," ungkap Penny.
Ia menerangkan, dalam rangka percepatan proses evaluasi EUA, Badan POM telah menerapkan strategi berupa rolling submission atau pendaftaran penerimaan data-data yang bertahap, dimana industri farmasi pendaftar menyampaikan data dukung keamanan khasiat dan mutu secara bertahap.
"Badan POM mengevaluasi setiap data yang diterima untuk dapat menyetujui penggunaan dengan standar persyaratan khasiat dan keamanan yang harus memiliki minimal data hasil pemantauan keamanan dan khasiat selama 6 bulan untuk uji klinik fase 1 dan 2, dan 3 bulan pada uji klinik fase 3 disertai dengan efikasi vaksin minimal 50%," jelas Penny.
Meski telah diterbitkan izin penggunaan vaksin, pihaknya akan terus memantau dan mengawasi vaksin yang berasal dari Tiongkok, China itu.
MUI: Vaksin Covid-19 Buatan Sinovac Halal dan Suci
Komisi Fatwa MUI Pusat menetapkan vaksin Covid-19 buatan Sinovac halal dan suci digunakan.
Penetapan tersebut dilakukan setelah Komisi Fatwa MUI menggelar rapat pleno tertutup di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Jumat (8/1/2021).
Namun, fatwa yang dikeluarkan MUI ini belum final karena masih menunggu izin keamanan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Yang terkait aspek kehalalan, setelah dilakukan diskusi panjang penjelasan auditor, rapat Komisi FAtwa menyepekati bahwa vaksin Covid-19 yang diproduksi Sinovac Lifescience yang sertifikasinya diajukan Biofarma suci dan halal," ujar Ketua MUI Bidang Fatwa KH. Asrorun Niam Sholeh, Jumat (8/1/2020) di Hotel Sultan, Jakarta.
Ada tiga vaksin produksi Sinovac yang didaftarkan yaitu Coronavac, Vaccine Covid-19, dan Vac2 Bio.
"Artinya yang kita bahas hari ini adalah mengenai produk vaksin Covid-19 dari produsen Sinovac ini bukan yang lain. Pembahasan diawali pemaparan audit dari auditor," ungkapnya.
Komisi Fatwa menetapkan kehalalan ini setelah sebelumnya mengkaji mendalam laporan hasil audit dari tim MUI.
Tim tersebut terdiri dari Komisi Fatwa MUI Pusat dan LPPOM MUI.
Tim tersebut sebelumnya telah berpengalaman dalam proses audit Vaksin MR.
Tim sebelumnya tergabung dalam tim Kementerian Kesehatan, Biofarma, dan BPOM sejak bulan oktober 2020.
Mereka bersama tim lain mengunjungi pabrik Sinovac dan mengaudit kehalalan vaksin di sana.
Sepulang dari Tiongkok, tim masih menunggu beberapa dokumen yang kurang.
Dokumen itu diterima secara lengkap oleh tim MUI, Selasa (5/1/2021) melalui surat elektronik.
Pada hari yang sama, tim juga merampungkan audit lapangan di Biofarma yang nantinya akan memproduksi vaksin ini secara masal.
Tim kemudian melaporkan hasil audit tersebut kepada Komisi Fatwa MUI Pusat untuk dilakukan kajian keagamaan menentukan kehalalan vaksin.
Hari ini Komisi Fatwa telah menentukan kehalalan dan kesucian vaksin ini.
Namun, fatwa utuh belum keluar karena masih menunggu aspek toyib atau keamanan digunakan dari BPOM.
Bila BPOM sudah mengeluarkan izin, maka vaksin buatan Sinovac ini bisa digunakan.
(Wartakotalive.com/Lilis Setyaningsih/Tribunnews.com/Rina Ayu)