TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bersama Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) tengah menyusun rekomendasi terkait pihak mana saja yang bisa menerima vaksin Covid-19.
Hal-hal yang ditetapkan di antaranya soal batasan umur penerima hingga jenis penyakit bawaan seperti apa yang tidak disarankan untuk menerima dosis vaksin corona.
Dengan rekomendasi ini, diharapkan para nakes tak lagi kebingungan menentukan seseorang layak menerima vaksin atau tidak.
Lantas siapa saja yang berhak menerima dosis vaksin corona ini?
Baca juga: Penyintas Covid-19 Tetap Bisa Divaksin Setelah Sembuh, Tapi Tunggu 8 Bulan
Baca juga: Sudah Divaksin Tidak Mungkin Tertular Covid-19? Berikut Penjelasan Ahli Epidemiologi
Ketua Tim Advokasi Pelaksanaan Vaksinasi sekaligus Juru Bicara dari PB IDI, Iris Rengganis, mengungkapkan, vaksin masih akan dilarang pada mereka yang memiliki penyakit penyerta lebih dari satu.
Data itu nantinya akan diberikan kepada dokter yang akan memberikan vaksin untuk memudahkan mereka melakukan skrining mana saja pihak yang layak menerima vaksin
"Pada individu yang akan divaksin jika terdapat lebih dari satu komorbid atau penyakit penyerta, sesuai dengan keterangan lampiran yang pertama itu belum layak.
Jadi kami membuat lampiran kedua ini layak dan tidak layak untuk mempermudah dokter-dokter di garda depan nanti karena mereka banyak sekali yang menanyakan kepada kami," katanya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama komisi IX DPR RI, Selasa (19/1/2021).
Tak hanya mereka yang memiliki penyakit penyerta, vaksin juga belum akan diberikan kepada mereka yang menderita autoimun.
Bila diberikan, ditakutkan vaksin justru akan berbahaya jika diberikan kepada mereka yang memiliki autoimun.
Autoimun merupakan suatu penyakit atau kondisi di mana antibodi yang tadinya berfungsi melindungi justru malah menyerang tubuh.
"Yang belum layak adalah bilamana autoimun, karena penyakit autoimun itu mereka banyak mendapat obat-obat yang menekan imun sistem yang kita sebut imunosupresan sehingga antibodi tidak bisa terbentuk dengan baik," jelasnya lagi.
"Sehingga kesepakatan kami dari alergi imunologi dengan rheumatology itu sepakat untuk tidak memberikan dari endokrin juga demikian untuk penyakit Autoimun Tiroid Hashimoto maupun Grave Disease Hypertiroid itu tidak kita berikan vaksin. Jadi semua yang berbau autoimun itu saat ini tidak diberikan," ujarnya.
Terakhir mereka yang menderita penyakit kronis seperti kanker.
Kegiatan kemoterapi yang umumnya dijalani para penderita kanker menjadi alasan besar kenapa vaksin belum bisa diberikan.
Kemo, kata dia, dikhawatirkan dapat mengganggu terbentuknya sel antibodi yang sempurna.
"Untuk beberapa penyakit kronis lainnya, kalau kanker paru kalau masih dapat kemoterapi ya tentu saja tidak, kanker apa pun yang masih dalam pengobatan kemo karena kemo itu kan menekan imun sistem, jadi tidak akan terbentuk antibodi dengan baik ya.
Jadi kita tidak memberikan untuk semua kanker yang masih dalam kemoterapi, tapi kalau kanker sudah tidak dalam kemoterapi itu bisa diberikan nanti Dokternya yang akan mengatakan bisa," jelasnya lagi.
Meski begitu, Iris menyebut ini semua masih rambu sementara yang ditetapkan IDI. Keputusan dapat diubah jika nantinya berdasarkan catatan uji klinis vaksin diketahui vaksin aman dan dapat diberikan kepada siapa pun.
"Mungkin nanti bisa diberikan. Mungkin nanti tapi bukan sekarang. Kita akan lihat dulu sesuai nanti kondisi-kondisi yang ada," ujarnya.(tribun network/dit/dod)