Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Dokter Muhammad Fajri Adda’I menceritakan reaksi setelah dirinya menjalani vaksinasi Covid-19.
Dokter dan tim penanganan Covid-19 ini menceritakan pengalamannya setelah menerima vaksinasi virus corona dosis pertama.
Ia mengatakan dirinya tidak merasakan reaksi yang aneh.
“Biasa saja,” ujarnya dalam Dialog Produktif yang mengangkat tema KIPI: Kenali dan Atasi, diselenggarakan oleh KPCPEN, Rabu (20/1/2021).
Dirinya tak merasakan reaksi yang tidak wajar.
"Tidak sakit saat disuntik dan sampai sekarang juga normal-normal saja. Sebelumnya saya pikir akan terasa nyeri namun ternyata tidak terasa apa-apa,” tutur dr. Fajri menyakinkan.
Baca juga: KPK Cium Praktik Rasuah Lain di Kemensos Selain Pengadaan Bansos COVID-19
dr. Fajri mengatakan, reaksi setelah vaksinasi berbeda-beda pada tiap orang, mulai dari demam, nyeri, lemas, ada yang jadi merasa lapar terus, hingga ngantuk.
"Reaksi ini wajar dan masuk dalam kategori ringan. Kalaupun ada demam itu wajar sebagai suatu reaksi dalam pembentukan imunitas dalam tubuh,” kata dia.
Ia menjelaskan, reaksi alergi relatif kecil, di bawah satu persen, kecil sekali bila dibandingkan dengan yang tidak terkena KIPI.
Baca juga: Antisipasi Penyakit Pascabanjir di Masa Pandemi Covid-19
“Jangan kita terlalu pusing dengan kemungkinan yang kecil ini. Petugas medis juga sudah paham bagaimana mengatasi KIPI ini. Dalam proses vaksinasi, saya juga tadi dijelaskan terkait KIPI dan bagaimana meresponnya jika ada reaksi,” jelas dr. Fajri.
Vaksin telah hadir untuk membantu upaya mengatasi pandemi Covid-19, selai masyarakat tetap harus disiplin protokol kesehatan 3M: memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak. Vaksin dan disiplin protokol kesehatan merupakan kombinasi tepat untuk melindungi diri dan melindungi negeri.
Baca juga: Pemerintah Pertimbangkan Pemberian Vaksin Bagi Korban Bencana
Diketahui, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.12 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi, dijelaskan bahwa KIPI adalah semua kejadian medik yang terjadi setelah imunisasi, menjadi perhatian, dan diduga berhubungan dengan imunisasi.
Adapun KIPI ada yang serius dan non serius. Yang serius adalah setiap kejadian medis setelah imunisasi yang menyebabkan rawat inap, kecacatan, hingga kematian serta menimbulkan keresahan di masyarakat.
Sementara yang non serius tidak menimbulkan risiko potensial pada kesehatan penerima vaksin.
Baca juga: Sikap KONI Soal Atlet yang Tak Mau Vaksinasi Covid-19
30 Laporan KIPI yang Bersifat Ringan
Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI) hingga Rabu (20/1/2021), menerima 30 laporan KIPI yang bersifat ringan dan tidak ada reaksi serius yang memerlukan perawatan intensif setelah tenaga kesehatan (nakes) mendapat vaksin Covid-19 tahap pertama.
Komnas KIPI terus memantau pelaksanaan program vaksinasi Covid-19, termasuk mendengarkan laporan masyarakat.
Ketua Komnas KIPI Prof. DR Dr. Hindra Irawan Satari, Sp.A(K), M. TropPaed menjelaskan, dari laporan yang masuk, semua bersifat ringan dan sesuai dengan yang dilaporkan jurnal-jurnal.
"Semua kondisinya sehat. Jadi, tidak ada yang memerlukan perhatian khusus sampai saat ini,” ujar Hindra dalam acara Dialog Produktif bertema KIPI: Kenali dan Atasi yang diselenggarakan KPCPEN, Rabu (20/1/2021).
Vaksinasi merupakan upaya pemerintah dalam memutus rantai penularan virue corona, selain 3M: memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak, dan 3T: test, trace, treatment.
Prof. Hindra meyakini vaksinasi ini tidak hanya untuk individu, namun juga upaya melindungi keluarga terdekat terutama bagi tenaga kesehatan yang menerima vaksinasi pertama kali.
“Pandemi ini sudah melelahkan. Kasihan juga nakes yang ada di garda terdepan. Mereka berjibaku bekerja di luar ambang batas kemampuannya. Ini akan menurunkan daya tahan tubuh mereka. Jadi kita harus sepakat melawan satu musuh, jangan mementingkan diri sendiri. Paling tidak ini bagi keluarga terdekat kita juga,” terangnya.
Prof. Hindra menambahkan, masyarakat tidak perlu khawatir mengenai efek vaksinasi. Setiap fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan imunisasi wajib melakukan pencatatan dan pelaporan KIPI.
Oleh karena itu, Komnas KIPI perlu dibentuk sebagai tim independen yang mengkaji adanya hubungan vaksin yang diberikan dengan kejadian yang terjadi.
“Komnas KIPI diangkat Menteri Kesehatan dengan masa kerja empat tahun dan sudah ada sejak 1998, jadi sudah 22 tahun mengawasi KIPI,” ujarnya.
*Pelaporan KIPI Dilakukan Berjenjang*
Alur pelaporan dilakukan berjenjang, dari laporan masyarakat, puskesmas, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, sampai ke Komnas KIPI, dan ini semua sudah memiliki sistem yang baik.
“Laporan yang terbanyak adalah kejadian koinsiden atau semua hal dikaitkan dengan vaksin, tidak memandang jangka waktunya, baik itu satu hari setelah vaksinasi atau sebulan setelah vaksinasi, maupun empat tahun setelahnya pun masih dikaitkan dengan vaksinasi,” tambah Prof. Hindra.
Prof. Hindra menghimbau masyarakat agar tidak khawatir berlebihan kepada program vaksinasi Covid-19.
“Kalau menerima berita yang tidak pasti sumbernya dari mana, tidak usah diteruskan. Pastikan bahwa semua keluarga divaksinasi, Mari lanjutkan vaksinasi,” harapnya. (Rina Ayu)