Pelaku usaha menjerit
Di sisi lain, para pelaku usaha ramai-ramai menyatakan penolakan terhadap usulan lockdown akhir pekan.
Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) DKI Jakarta Diana Dewi mengatakan, banyak sektor usaha yang peningkatan pendapatannya terjadi di akhir pekan.
"Apabila akhir pekan akan dilakukan pembatasan total maka kami dari dunia usaha merasa keberatan," kata Diana, Kamis.
"Khususnya beberapa sektor yang memang mengandalkan akhir pekan terjadi peningkatan omset penjualan," sambungnya.
Menurut Diana, ketidakefektifan PSBB dan PPKM disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat dan aturan yang tidak seragam di beberapa daerah.
Selain itu, dia menegaskan bahwa dunia usaha sudah ketat menjaga pelaksanaan protokol kesehatan untuk dapat mencegah penularan Covid-19.
"Dan sudah terbukti untuk saat ini kluster penyebaran dari perkantoran sangat kecil, namun di masyarakat muncul klaster baru. Bahkan data Satgas Penanganan Covid-19 menyebutkan 40 persen terpapar melalui klaster keluarga," lanjut Diana.
Keberatan yang sama dinyatakan Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jakarta Sutrisno.
"Kita sulit menerima itu, ya," ucap Sutrisno ketika dihubungi Kompas.com, Kamis.
Sutrisno mengaku pasrah apabila opsi tersebut nantinya diberlakukan. Akan tetapi, ia meminta pemerintah untuk selektif dengan menerapkan lockdown di tempat-tempat tertentu yang paling mengundang kerumunan.
Pasalnya, lanjut Sutrisno, industri restoran maupun hotel hingga kini belum dapat kembali bangkit seutuhnya.
"Turun semua (pendapatan restoran dan hotel). Tadinya turun 20 persen, sekarang turun lagi. Kalau ada ini (lockdown akhir pekan), bisa semakin parah," katanya.
Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) berharap pemerintah daerah tidak mengadakan lockdown dan lebih menekankan pada langkah pengetatan mobilitas masyarakat berbasis mikro tingkat desa dan RT/RW.