News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penanganan Covid

Rencana Jakarta Lockdown di Akhir Pekan: Para Politisi yang Mengusulkan, Pelaku Usaha Menjerit

Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana Gang Gloria, Pancoran, Glodok, Jakarta, Selasa (2/2/2021). Gang yang dipenuhi penjual kuliner khas pecinan yang sudah ada sejak tahun 1920-an ini semakin sepi pembeli karena adanya pandemi Covid-19. Meski begitu, masih ada pembeli setia yang berkunjung ke tempat tersebut pada akhir pekan. Tribunnews/Herudin

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI mulai mengkaji opsi lockdown pada akhir pekan di Ibu Kota demi menekan penyebaran Covid-19.

Demikian hal ini disampaikan Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria. "Nanti tentu DKI Jakarta akan melakukan kajian analisa, nanti Pak Gubernur juga memimpin rapat-rapat internal apakah usulan dari DPR RI (untuk lockdown) dimungkinkan," ujarnya, baru-baru ini.

Baca juga: IDI: Jalan Terakhir PSBB Superketat, Mobilisasi Masyarakat Disetop

Pernyataan Ariza tersebut juga sebagai tanggapan atas kritik yang Presiden Joko Widodo sampaikan soal pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang tidak efektif menekan penyebaran Covid-19.

"Ya, yang disampaikan Pak Jokowi betul, memang ini belum efektif," ucap Ariza.

Pengakuan Ariza tersebut lantas mendapat respons berupa pro dan kontra dari berbagai kalangan. Berikut rangkumannya.

Baca juga: Jokowi Nilai PPKM Tak Efektif, IDI Sarankan Pemerintah Terapkan PSBB Ketat

Diusulkan dan didukung politisi

Ariza mengungkapkan, usulan lockdown itu berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang berkaca pada kebijakan di Turki tentang lockdown di akhir pekan.

Usulan tersebut pun dipertimbangkan. Terlebih, lanjut Ariza, banyak warga Jakarta yang beraktivitas di luar rumah pada akhir pekan.

"Tidak hanya ke pasar, ke mal, tetapi juga ke tempat-tempat rekreasi, termasuk berkunjung ke sanak saudara, termasuk juga ke luar kota," katanya.

Dukungan pun mengalir dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dari Fraksi Partai Amanat Nasional (F-PAN), Lukmanul Hakim.

Lukman menilai, lockdown akhir pekan perlu diterapkan lantaran angka kasus positif Covid-19 di Jakarta tampak kian sulit dikendalikan.

"Mohon diperhatikan, kemarin saja ada 3.567 kasus positif baru di DKI sehingga totalnya sudah lebih dari 280.000 kasus. Enggak akan selesai, kalau begini-begini saja. Harus ada terobosan," ujar Lukman seperti dilansir dari Antara, Kamis (4/2/2021).

Andai lockdown akhir pekan memang diterapkan, lanjut Lukman, masyarakat diimbau untuk tidak keluar rumah kecuali memiliki urusan mendesak.

"Pokoknya harus tegas. Selama Sabtu-Minggu, warga tidak boleh keluar rumah kecuai untuk urusan mendesak. Ini penting karena weekend memang periode yang paling tinggi mobilitas warganya," jelasnya.

Tak hanya itu, menurut Lukman, lockdown akhir pekan juga perlu diterapkan bersamaan dengan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diterapkan pada Senin sampai Jumat.

"PSBB harus tetap ada. Jadi di hari kerja, masyarakat dibatasi dengan PSBB, Sabtu-Minggu tambah diperketat lagi dengan lockdown akhir pekan," kata Lukman.

Sementara Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta, Mohammad Arifin, mengatakan Pemprov DKI juga harus melakukan mitigasi terhadap dampak yang timbul di masyarakat jika kebijakan tersebut dilaksanakan.

Contohnya, bagaimana masyarakat memenuhi kebutuhan pokoknya selama akhir pekan maupun pengalihan kegiatan yang biasa dilakukan di akhir pekan.

“Termasuk antisipasi jika masyarakat memenuhi pusat perbelanjaan ataupun pasar sebelum pembatasan kegiatan dilakukan di akhir pekan,” kata Arifin, Jumat (5/2/2021)

Arifin menyadari, diperlukan kebijakan yang bisa lebih memberi efek kejut di masyarakat untuk menekan penularan Covid-19 yang terus naik.

Pembatasan ini juga bertujuan untuk mengurangi mobilitas di hari libur maupun interaksi tanpa menggunakan masker di pemukiman yang masih banyak ditemui dan menjadi salah satu sumber penularan Covid-19.

“Pembatasan kegiatan dalam bentuk lockdown akhir pekan ini jika betul-betul dijalankan dan dipatuhi masyarakat, akan berdampak pada penurunan kasus Covid-19 di Jakarta,” ujar Arifin.

Namun, anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta ini juga mengingatkan, selain persiapan yang matang, Pemprov DKI juga harus melakukan sosialisasi yang menyeluruh kepada berbagai elemen masyarakat sebelum menjalankan kebijakan ini.

Di sisi lain, Ketua DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi meminta Pemprov DKI untuk memikirkan secara matang wacana lockdown akhir pekan.

Pasalnya, kata Pras, akan ada banyak sektor yang bersinggungan dengan kebijakan lockdown tersebut, termasuk sektor ekonomi.

"Jadi kalau lockdown harus dipikirkan matang-matang, sekarang kan semua tersentuh. Masalah ekonomi tersentuh juga kita sangat anjlok dalam pendapatan," kata Pras dalam keterangan suara, Rabu (3/2/2021).

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu memang menyadari situasi pandemi Covid-19 tidak main-main. Karena itu, ia meminta adanya kerjasama pemerintah dan masyarakat.

"Situasi ini emang nggak main-main, (caranya) sama-sama mendukung program dengan SOP (standar operasional prosedur) yang ada. SOP Covid-19 itu. Kalau semuanya pada cuek bebek ya susah juga," tutur Pras.

Pelaku usaha menjerit

Di sisi lain, para pelaku usaha ramai-ramai menyatakan penolakan terhadap usulan lockdown akhir pekan.

Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) DKI Jakarta Diana Dewi mengatakan, banyak sektor usaha yang peningkatan pendapatannya terjadi di akhir pekan.

"Apabila akhir pekan akan dilakukan pembatasan total maka kami dari dunia usaha merasa keberatan," kata Diana, Kamis.

"Khususnya beberapa sektor yang memang mengandalkan akhir pekan terjadi peningkatan omset penjualan," sambungnya.

Menurut Diana, ketidakefektifan PSBB dan PPKM disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat dan aturan yang tidak seragam di beberapa daerah.

Selain itu, dia menegaskan bahwa dunia usaha sudah ketat menjaga pelaksanaan protokol kesehatan untuk dapat mencegah penularan Covid-19.

"Dan sudah terbukti untuk saat ini kluster penyebaran dari perkantoran sangat kecil, namun di masyarakat muncul klaster baru. Bahkan data Satgas Penanganan Covid-19 menyebutkan 40 persen terpapar melalui klaster keluarga," lanjut Diana.

Keberatan yang sama dinyatakan Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jakarta Sutrisno.

"Kita sulit menerima itu, ya," ucap Sutrisno ketika dihubungi Kompas.com, Kamis.

Sutrisno mengaku pasrah apabila opsi tersebut nantinya diberlakukan. Akan tetapi, ia meminta pemerintah untuk selektif dengan menerapkan lockdown di tempat-tempat tertentu yang paling mengundang kerumunan.

Pasalnya, lanjut Sutrisno, industri restoran maupun hotel hingga kini belum dapat kembali bangkit seutuhnya.

"Turun semua (pendapatan restoran dan hotel). Tadinya turun 20 persen, sekarang turun lagi. Kalau ada ini (lockdown akhir pekan), bisa semakin parah," katanya.

Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) berharap pemerintah daerah tidak mengadakan lockdown dan lebih menekankan pada langkah pengetatan mobilitas masyarakat berbasis mikro tingkat desa dan RT/RW.

"Aprindo berharap tidak ada lagi kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah bersifat ujicoba berkaitan seperti lockdown partial yang tidak efektif," ujar Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey dalam keterangan tertulis, Kamis.

Dia mengatakan, sebaiknya Pemda mengikuti keputusan pemerintah pusat dan tidak mencoba melakukan lockdown sebagian seperti lockdown akhir pekan yang belum tentu efektif.

Untuk itu, kata Roy, Aprindo sepakat dan mendukung keputusan pemerintah pusat untuk tidak mengadakan lockdown dan lebih merujuk pada langkah pengetatan mobilitas masyarakat berbasis mikro tingkat desa dan RT/RW.

"Arahan dan kebijakan Presiden Jokowi (untuk tidak lockdown) sangat tepat dalam kondisi menanggulangi pandemi yang masih meningkat, walaupun telah dilaksanakan PPKM dua kali di awal tahun 2021 ini," kata Roy.

Kemudian, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja juga berharap lockdown tidak terjadi agar pengorbanan yang mereka telah keluarkan selama pandemi tidak menjadi sia-sia.

Sebab, menurutnya, lockdown membutuhkan pengorbanan. Hal itu tidak akan efektif apabila dilakukan secara parsial atau pada waktu-waktu tertentu.

"Jangan sampai pengorbanan besar menjadi sia-sia akibat lockdown tidak efektif," kata Alphonzus kepada Kompas.com, Kamis.

Dia juga menegaskan bahwa letak permasalahan ada pada pemerintah yang masih inkonsisten dalam menegakkan aturan.

"Jadi permasalahan sebenarnya adalah perihal penegakan, bukan tentang pemberlakukan tambahan-tambahan pembatasan," ucap Alphonzus.

Karenanya, Alphonzus berharap, pemerintah bisa memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat menerapkan protokol kesehatan secara ketat, disiplin, dan konsisten.

Sebagian berita tayang di Kompas.com dengan judul: Pro Kontra Opsi Jakarta Lockdown di Akhir Pekan, Sikap Anggota DPRD DKI Bertentangan dengan Jeritan Pelaku Usaha

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini