Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Jubir vaksinasi Covid-19 dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid menyatakan, vaksin yang digunakan dalam vaksinasi gotong royong atau vaksin mandiri harus berbeda dengan vaksin gratis pemerintah.
Sehingga vaksinasi mandiri tidak menggangu pelaksanaan vaksinasi pemerintah.
"Di dalam vaksin gotong royong (mandiri) vaksinnya harus berbeda dari alokasi yang memang sudah ditentukan oleh pemerintah, jadi on top 181,5 juta.
Dan jelas vaksinnya harus vaksin yang merek dan jenisnya berbeda dari yang digunakan pada pemerintah," ujar dia dalam diskusi virtual bertajuk 'Telisik Sebelum Disuntik,' pada Kamis (18/2/2021).
Baca juga: Menkes: Ada Empat Skema Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 untuk Petugas Pelayanan Publik
Baca juga: Ada Varian Baru Covid-19, Jubir: WHO Belum Imbau Vaksinasi Dihentikan
Baca juga: Vaksinasi Tahap II Telah Dimulai, Ini Daftar Sasarannya
Selain itu Nadia mengungkapkan, vaksinasi mandiri tidak boleh menggunakan fasilitas kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas ataupun klinik yang sudah ditunjuk sebagai Fasilitas yang akan memberikan vaksin pemerintah.
Ada 12 ribu fasilitas pelayanan kesehatan, Puskesmas, klinik dan dokter, prakter, maupun RS swasta di Indonesia.
Namun, baru 4 ribu yang terlibat dalam vaksin program pemerintah
"Perusahaan harus bekerja sama dengan rumah sakit yang lain. Jadi potensi itu masih ada dan masih bisa untuk dilaksanakan vaksinasi mandiri," terang dia.
Diketahui, terdapat tujuh jenis vaksin Covid-19 yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/ Menkes/12758/ 2020 tentang Penetapan Jenis Vaksin Untuk Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19, yaitu vaksin produksi Bio Farma, AstraZeneca, Sinopharm, Moderna, Novavax Inc, Pfizer Inc and BioNtech, dan Sinovac Biotech.
*Digelar Bersamaan Masyarakat Umum*
Dalam kesempatan sama, Nadia yang juga menjawab Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung itu mengatakan pelaksanaan vaksinasi mandiri ini dijadwalkan bersamaan dengan vaksinasi masyarakat umum.
Ia mengklaim, hal itu dilakukan agar penerima vaksin yakni tenaga kesehatan, kelompok lansia, maupun petugas pelayanan publik tetap menjadi prioritas pemerintah, sebagai kelompok rentan terpapar Covid-19.
Lebih jauh, ia memprediksi hanya 2 juta pekerja sektor padat karya yang akan ikut vaksinasi mandiri.
"Saya rasa jumlahnya tidak akan sebesar target pemerintah 181,5 juta. Swasta (mandiri) itu paling coveragenya mungkin tidak akan lebih dua juta saya rasa," kata Nadia.
Diharapkan, vaksinasi mandiri ini dapat menurunkan tingkat penularan Covid-19 di klaster lingkungan kerja.
"Setidaknya mengendalikan laju penularan di sana (lingkungan kerja) aktivitas sudah bisa dimulai walaupun tidak bisa optimal," ungkap Nadia.
Pro kontra pelaksanaan vaksinasi mandiri berdatangan.
Sejumlah pihak meminta pemerintah menyampaikan secara detail dan transparan pelaksanaan dan teknis vaksinasi kepada publik.