News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penanganan Covid

Penderita Komorbid Belum Tentu Rasakan Reaksi Pegal dan Lemas Usai Divaksin

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Anita K Wardhani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

President of Indonesian Society of Hypertension dr. Tunggul Diapari Situmorang, Sp.PD-KGH, dalam webinar bertajuk 'Waspadai Hipertensi Sebagai Komorbid Tertinggi Covid-19', Jumat (26/2/2021).

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Program vaksinasi virus corona (Covid-19) yang diinisiasi pemerintah terus berlangsung, saat ini memasuki tahapan pemberian vaksin kepada mereka yang bekerja di bidang pelayanan publik, termasuk awak media.

Diantara mereka yang tidak memiliki penyakit penyerta (komorbid), ada yang merasakan efek samping seperti nyeri, pegal dan lemas.

Lalu bagaimana dengan mereka yang memiliki komorbid yang disebut sebagai kelompok rentan terpapar Covid-19, apakah efek samping yang ditimbulkan akan jauh lebih besar ?

President of Indonesian Society of Hypertension dr. Tunggul Diapari Situmorang, Sp.PD-KGH, mengatakan bahwa reaksi tubuh setiap orang dalam menerima vaksin tentunya berbeda-beda.

Baca juga: Pastikan Tidur Nyenyak Sebelum dan Sesudah Disuntik Vaksin Demi Manfaat Optimal

Baca juga: Anafilaktik, Reaksi Alergi Berat Tak Hanya Usai Divaksin, Bisa Juga Terjadi karena Antibiotik

Ada yang merasakan efek samping ringan, namun ada pula yang merasakan efek yang cukup mengganggu.

"Jadi reaksi seseorang terhadap vaksin pasti berbeda-beda, ada yang reaksi sangat baik, tidak ada apa-apa. Ada reaksi yang hyper, yang lebih, apakah itu pegal, lemas, nyeri," ujar dr Tunggul, dalam webinar bertajuk 'Waspadai Hipertensi Sebagai Komorbid Tertinggi Covid-19', Jumat (26/2/2021).

Baca juga: Kelompok Komorbid Bisa Divaksinasi, Ini Ketentuannya

Baca juga: Bed RS Lapangan Surabaya Mulai Penuh, Prioritaskan Pasien Komorbid

Oleh karena itu, kata dia, perlu dilakukan observasi selama 30 menit sebelum proses vaksinasi dilakukan.

Hal ini diperlukan untuk mengetahui apakah peserta yang akan divaksin ini menunjukkan reaksi tertentu pada tubuhnya.

Sejumlah awak media mengikuti vaksinasi Covid-19 di Hall A Basket Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (25/2/2021). Berdasarkan data yang ada, sebanyak 1.838 awak media menjalani vaksinasi Covid-19 di GBK hari ini. Secara total, terdapat 5.512 orang yang akan mendapatkan vaksin selama tiga hari pelaksanaan vaksinasi, atau sampai Sabtu (27/2) mendatang. Para peserta vaksinasi ini adalah 512 wartawan yang sejak awal dijadwalkan mendapatkan vaksin dalam rangka Hari Pers Nasional (HPN) 2021. Kemudian ditambah 5.000 orang yang dikoordinasikan Dewan Pers bersama 10 organisasi konstituen Dewan Pers dan Forum Pemred. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/Jeprima)

"Maka itu sebelum divaksin, maka disuruh dulu observasi 30 menit, kalau tidak ada reaksi yang aneh-aneh, yang bisa ditolerir (bisa divaksin). Bahwa ada (efek samping) pegal lemas itu memang ada ya," jelas dr Tunggul.

Sementara itu, menurutnya seseorang yang memiliki komorbid pun belum tentu memiliki reaksi yang sama dengan mereka yang tidak menderita komorbid pasca divaksinasi.

Sehingga pegal dan lemas pada tubuh setelah divaksin, tidak selalu disebabkan seseorang itu menderita komorbid.

Baca juga: Terasa Nyeri dan Pegal Jadi Efek Samping Paling Umum Usai Disuntik Vaksin, Mengapa Bisa Terjadi?

Baca juga: Pengalaman Wartawan Divaksin Covid-19 : Sedikit Pegal di Lengan Kiri

Mereka yang dalam kondisi sehat pun terkadang menunjukkan reaksi tertentu saat mendapatkan vaksinasi.

"Dan juga memang apakah komorbid menentukan (reaksi) itu? Ada iya, ada tidak, tidak berhubungan secara langsung," kata dr Tunggul.

Punya Alergi Obat Tidak Boleh Divaksin
Lebih lanjut dr Tunggul menegaskan, yang tidak diizinkan adalah memberikan vaksin pada mereka yang memiliki sensitivitas tinggi atau alergi terhadap obat tertentu.

Karena dapat menimbulkan reaksi tubuh yang sangat cepat.

"Yang terutama, makanya disebut yang tidak boleh dilakukan adalah (memberikan vaksin) kalau memang orang itu sensitif ya, alergi terhadap komponen atau vaksin itu sendiri, ini bisa membuat reaksi yang cepat," tegas dr Tunggul.

Sehingga sebelum melakukan vaksinasi, biasanya tenaga kesehatan (nakes) atau vaksinator akan melakukan wawancara untuk mengetahui apakah peserta yang akan divaksin ini memiliki alergi atau tidak.

"Tapi itu akan bisa ditengarai dengan pengamatan ya, tapi kalau sudah jelas jelas ada riwayat alergi maka akan diinterview dulu, ditanya macam-macam, itu tujuannya sebenarnya," pungkas dr Tunggul.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini