Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JENEWA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan bahwa tidak ada alasan bagi negara manapun untuk menghentikan penggunaan vaksin virus corona (Covid-19) AstraZeneca.
Termasuk alasan karena khawatir vaksin itu akan menyebabkan terjadinya pembekuan darah.
Karena menurut WHO, tidak ada indikasi bahwa dugaan tersebut adalah hal yang benar.
Bulgaria, Denmark dan Norwegia adalah beberapa negara yang telah menghentikan penggunaan AstraZeneca.
Namun pada hari Jumat lalu, seorang Juru bicara WHO Margaret Harris mengatakan tidak ada hubungannya antara suntikan vaksin ini dengan peningkatan risiko pembentukan gumpalan darah.
Ia mengatakan AstraZeneca adalah 'vaksin yang sangat baik' dan harus terus digunakan.
Baca juga: Ditangguhkan di Eropa, Pemerintah Pantau Perkembangan Vaksin AstraZeneca
Dikutip dari laman RNZ, Minggu (14/3/2021), sekitar 5 juta orang Eropa telah menerima vaksin AstraZeneca.
Namun diantaranya ada sekitar 30 kasus di Eropa mengalami peristiwa 'tromboemboli' atau pembekuan darah setelah vaksin ini diberikan.
Ada juga laporan yang mengatakan bahwa seorang laki-laki berusia 50 tahun meninggal di Italia setelah menerima vaksin ini karena meningkatnya trombosis vena dalam (DVT)
WHO pun sedang menyelidiki laporan tersebut, begitu pula pertanyaan mengenai aman atau tidaknya vaksin ini.
Kendati demikian, tidak ada hubungan sebab akibat yang ditemukan antara vaksinasi ini dengan masalah kesehatan yang dilaporkan.
Pada hari Jumat lalu, AstraZeneca mengatakan bahwa jumlah pembekuan darah yang tercatat pada orang yang divaksinasi 'jauh lebih rendah dibandingkan jumlah yang diharapkan diantara populasi pada umumnya'.
"Analisis data keamanan kami ada lebih dari 10 juta catatan yang telah menunjukkan tidak ada bukti peningkatan risiko emboli paru maupun trombosis vena dalam," kata Juru bicara AstraZeneca.
Keputusan Bulgaria untuk menghentikan sementara program vaksinasi menggunakan AstraZeneca ini mengikuti langkah serupa yang telah dilakukan oleh negara lainnya di Eropa seperti Denmark, Islandia dan Norwegia.
Salah satu negara di kawasan Asia yakni Thailand juga telah melakukan hal yang sama.
Sementara itu, Italia dan Austria pun telah menghentikan penggunaan vaksin lainnya sebagai tindakan pencegahan.
Padahal Badan Obat Eropa, regulator obat-obatan Uni Eropa (UE) telah mengatakan sebelumnya bahwa tidak ada indikasi vaksin ini menyebabkan pembekuan darah.
Sedangkan negara lainnya, termasuk Inggris, Jerman, Australia dan Meksiko mengaku bahwa mereka tetap melanjutkan program vaksinasinya.
Baca juga: Kemenkes: Vaksin AstraZeneca Dialokasikan untuk Lansia dan Petugas Pelayanan Publik
Menteri Kesehatan Jerman Jens Spahn mengatakan dirinya tidak setuju dengan negara yang menghentikan sementara program ini.
"Dari apa yang kami ketahui selama ini, manfaatnya jauh lebih besar dari risikonya," kata Spahn.
Keputusan untuk menghentikan sementara program ini dianggap sebagai kemunduran bagi kampanye vaksinasi Eropa yang tidak lancar sepenuhnya.
Sebagian karena dipicu terjadinya penundaan pengiriman dosis vaksin pada sejumlah negara.
Dalam kekecewaannya, Kanselir Austria Sebastian Kurz mengeluh bahwa UE tidak mendistribusikan vaksin Covid-19 ini secara adil diantara negara-negara anggota, sesuai dengan ukuran populasi, seperti yang telah disepakati.
Ia menyampaikan, beberapa negara bahkan telah melakukan 'kesepakatan sampingan' dengan para produsen vaksin, alih-alih menyerahkan pengadaan vaksin ini kepada Komisi Eropa.
Terkait tudingan Austria, Kementerian kesehatan Jerman pun mengakui pada Januari lalu bahwa Jerman telah menandatangani kesepakatan untuk 30 juta dosis vaksin dengan Pfizer BioNTech pada September 2020.