Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JENEWA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pada hari Senin kemarin bahwa negara-negara harus terus melanjutkan program vaksinasi menggunakan vaksin virus corona (Covid-19) AstraZeneca.
Hal ini disampaikan setelah banyak negara mulai menghentikan penggunaan vaksin ini menyusul kekhawatiran terjadinya pembekuan darah pasca mendapatkan suntikan.
Dikutip dari laman NDTV, Selasa (16/3/2021), Kepala Ilmuwan WHO Soumya Swaminathan menyampaikan dalam konferensi pers itu bahwa pihaknya merekomendasikan vaksin ini untuk digunakan.
Baca juga: Jerman, Perancis, dan Italia Hentikan Sementara Penggunaan Vaksin Covid-19 AstraZeneca
Ini tentunya mengindikasikan 'keamanan' vaksin AstraZeneca untuk digunakan pada saat ini.
"Kami tidak ingin orang panik dan untuk saat ini, kami akan merekomendasikan agar semua negara terus melakukan vaksinasi menggunakan AstraZeneca," kata Swaminathan.
Tanggapan ini muncul setelah sebagian besar negara di Eropa menghentikan sementara penggunaan vaksin ini, merujuk pada kasus pembekuan darah yang terjadi pada orang-orang yang telah menerima suntikan.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam pengarahan pada hari Senin kemarin mengatakan bahwa para ahli keamanan vaksin sedang melihat data terkait dan akan bertemu pada hari Selasa waktu setempat.
Sementara itu pengawas obat-obatan Eropa akan mengadakan pertemuan khusus pada hari Kamis mendatang.
Baca juga: Kemenkes Ungkap Alasan Tunda Distribusi Vaksin AstraZeneca
"Komite penasehat WHO untuk keamanan vaksin telah meninjau data yang tersedia, melakukan komunikasi secara intens dengan European Medicines Agency dan akan bertemu besok," kata Tedros Adhanom.
Ia mengakui keputusan negara untuk menghentikan vaksinasi AstraZeneca setelah terjadinya pembekuan darah pada orang yang telah menerima dosis dari dua batch vaksin yang diproduksi di Eropa ini merupakan suatu 'tindakan pencegahan'.
"Namun ini bukan berarti bahwa kejadian ini terkait dengan vaksinasi. Ini adalah praktik rutin untuk penyelidikan dan menunjukkan bahwa kami menerapkan sistem pengawasan dan kontrol yang efektif," katanya.
Swaminathan menyoroti bahwa tidak ada hubungan sebab akibat antara peristiwa pembekuan darah dan vaksin yang dikembangkan perusahaan farmasi AstraZeneca dengan Universitas Oxford.
Kendati demikian, ia mengakui bahwa beberapa insiden pembekuan darah diantara populasi umum memang diprediksi akan terjadi.
"Sejauh ini kami tidak menemukan hubungan antara kejadian ini dengan vaksin, karena tingkat kejadian ini terjadi pada kelompok yang divaksinasi. Pada kenyataannya, kejadiannya kurang dari yang diharapkan pada populasi umum di saat yang sama," tegas Swaminathan.
Sementara Asisten Direktur Jenderal WHO untuk Akses ke Obat-obatan dan Produk Kesehatan, Mariangela Simao pun setuju dengan pernyataan Swaminathan.
Simao mencatat bahwa hingga saat ini jutaan dosis vaksin AstraZeneca telah diberikan di Eropa, namun tidak terlihat adanya peningkatan kejadian pembekuan darah.
"Sejauh ini sepertinya tidak terjadi lebih banyak kasus dari yang diharapkan untuk periode pada populasi umum," kata Simao.
Perlu diketahui, penghentian sementara yang dilakukan sejumlah negara pada program vaksinasi mereka yang menggunakan AstraZeneca merupakan pukulan besar bagi kampanye imunisasi global.
Karena para ahli berharap program vaksinasi ini akan membantu mengakhiri pandemi yang telah terjadi selama setahun dan telah menewaskan lebih dari 2,6 juta orang dan menghancurkan ekonomi global.
Meskipun penghentian sementara penggunaan vaksin dapat dimaklumi sebagai 'tindakan pencegahan'.
Namun para ahli WHO menekankan bahwa pemerintah negara yang menghentikan program vaksinasi ini harus mempertimbangkan pula jumlah kasus yang meningkat di seluruh Eropa tentu akan ada harganya.
"Manfaat dari vaksinasi menggunakan vaksin AstraZeneca dan vaksin lainnya jauh lebih besar dibandingkan risiko terkena infeksi Covid-19," tegas Simao.
Masalah 'gelombang penghentian vaksinasi' yang dilakukan banyak negara ini dianggap sangat mengkhawatirkan.
Hal itu karena hampir semua dosis yang didistribusikan pada gelombang pertama skema berbagi vaksin global COVAX yang diinisiasi WHO menggunakan vaksin AstraZeneca.
Skema COVAX bertujuan untuk memastikan agar negara-negara miskin memiliki akses untuk mendapatkan vaksin.
Simao menekankan bahwa sejauh ini hanya vaksin AstraZeneca yang dibuat di Eropa yang sedang dilakukan penyelidikan terkait insiden pembekuan darah ini.
"Bukan vaksin yang disediakan melalui fasilitas Covax yang dibuat di Korea dan India," pungkas Simao.