Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan tidak menyarankan seseorang melakukan pengujian antibodi mandiri pasca imunisasi Covid-19.
Juru bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes Siti Nadia Tarmizi beralasan pengujian tersebut justru akan menimbulkan kebingungan dan keragu-raguan apabila seseorang tidak memahami benar hasil pengujian itu.
Saat ini, glod standar untuk menentukan imunogenitas yang timbul dari pemberian vaksinasi itu adalah dengan uji netralisasi/PRNT namun uji ini tidak mudah dan sangat berisiko.
Baca juga: MUI Bolehkan Vaksinasi Covid-19 di Bulan Ramadhan: Secara Syari Tidak Membatalkan Puasa
Baca juga: MUI Rekomendasikan Vaksinasi di Bulan Ramadan Dilakukan Malam Hari Usai Buka Puasa
"Karena menggunakan virus yang hidup yang betul-betul uji yang standar untuk menentukan imunogenitas nya dan uji ini hanya bisa saat ini dilakukan di laboratorium-laboratorium yang terbatas," ujarnya Nadia saat konfrensi pers virtual, Selasa (16/3/2021).
Ia mengatakan, PNRT sendiri digunakan saat uji klinis tahap kedua dan tahap ketiga untuk memastikan bahwa imunitas atau imunogenitas itu terbentuk setelah proses penyuntikan dosis pertama dan dosis kedua.
"Jadi kalau kita melakukan pemeriksaan antibodi itu hanya mengukur kadar antibodi di dalam tubuh kita dan saat ini standar internasional atau gold standar untuk melihat kadar imunogenitas yang muncul dari penyuntikan vaksin belum ada yang direkomendasikan oleh badan kesehatan dunia atau WHO," terangnya
Dijelaskan Nadia, jika banyak yang melakukan pengujian antibodi maka pada prinsipnya itu adalah pengujian dengan metode uji Elisa dan metode ini bukan yang direkomendasikan atau bukan menjadi gold standar.
Ia memberikan contoh saat melakukan pengujian antibodi kemudian mendapatkan angka antibodi dengan angka misalnya 46, 300, 600 itu tidak membuktikan bahwa angka yang kecil itu tidak memberikan proteksi yang optimal.
"Kami sampaikan bisa menjadi salah pengertian angka yang kecil dari hasil pemeriksaan titer antibodi bukan berarti tidak memberikan efek proteksi, karena kita sudah tahu dari hasil uji klinis tahap 3 ataupun resiko untuk menjadi sakit covid-19 sudah kita dapatkan untuk efikasi Sinovac 65% dan imunogenitas daripada vaksin Sinovac ini adalah diatas 90 sampai 95%," jelas perempuan berhijab ini.