Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengumumkan bahwa vaksin AstraZeneca memanfaatkan zat yang berasal dari babi, namun bisa digunakan karena kajian fiqihnya mendesak untuk menghindari kematian akibat covid-19.
Penggunaan enzim tripsin babi juga bukan hal yang baru dalam pembuatan vaksin.
Selain vaksin AstraZeneca, vaksin Polio juga menggunakan kandungan yang sama.
Baca juga: Dibolehkan MUI, Vaksin AstraZeneca Prosesnya Memanfaatkan Enzim Tripsin Babi, Apa Fungsinya?
Baca juga: Dishub DKI Sediakan Bus Antar Jemput Lansia yang Akan Divaksin Covid-19
Penting diketahui, meski mengandung enzim tripsin babi pada hasil akhirnya atau vaksin jadi enzim tersebut tidak ada.
Sehingga jangan salah mengira, pembuatan vaksin sangatlah kompleks, bukan sekadar mencampur semua bahan menjadi satu.
Dikutip dari laman IDAI, dalam proses pembuatan vaksin, enzim tripsin babi harus dibersihkan atau dihilangkan.
Alasannya agar tidak mengganggu tahapan proses produksi vaksin selanjutnya.
Enzim tripsin babi diperlukan sebagai katalisator untuk memecah protein menjadi peptida dan asam amino yang menjadi bahan makanan kuman.
Kuman akan dibiakkan dan difermentasi, kemudian diambil polisakarida kuman sebagai antigen bahan pembentuk vaksin.
Kemudian dilakukan proses purifikasi dan ultrafiltrasi yang mencapai pengenceran 1/67,5 milyar kali sampai akhirnya terbentuk produk vaksin.
Pada hasil akhir proses sama sekali tidak terdapat bahan-bahan yang mengandung enzim babi.
Bahkan antigen vaksin ini sama sekali tidak bersinggungan dengan enzim tripsin babi baik secara langsung maupun tidak.
Untuk itu masyarakat diharapkan tidak ragu divaksinasi, karena, dalam proses pembuatannya dilakukan transformasi menyeluruh dan berulang kali disterilkan sehingga vaksin bersih dan baik untuk digunakan.