TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) PKB di Komisi VI DPR RI, Nasim Khan meminta pemerintah dan BUMN di Sektor Farmasi (PT Bio Farma (Persero), PT Kimia Farma Tbk dan PT Indofarma Tbk) untuk bersikap hati-hati dan mempertimbangkan berbagai aspek, tak terkecuali tentang unsur halal-haram ketika akan menyediakan vaksin Covid-19.
Hal ini perlu dilakukan, supaya tak menimbulkan kontroversi ditengah masyarakat.
Sebab, apabila penyediaan vaksin dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek Halal-Haram, ia khawatir, masyarakat akan ragu untuk mengikuti program vaksin dan malah bisa menghambat kelanjutan dan kelancaran program vaksinasi.
Untuk itu, Nasim mendorong agar pemerintah tetap berupaya menyediakan vaksin Covid-19 yang aman, berkualitas, memiliki efektivitas dan halal serta suci.
Diketahui, sebelumnya, LPPOM MUI menemukan bukti bahwa vaksin Covid-19 produksi AstraZeneca dalam proses produksinya menggunakan menggunakan unsur tak suci dan haram lantaran mengandung tripsin yang berasal dari pankreas babi.
Komisi Fatwa pun memutuskan Vaksin tersebut haram, kendati demikian, Vaksin Covid-19 produksi AstraZeneca itu tetap boleh digunakan karena adanya unsur darurat dan mendesak demi mengatasi pandemic Covid-19.
Baca juga: Sekolah Tatap Muka Terbatas Mulai Juli 2021, Guru dan Tenaga Pendidik Harus Sudah Vaksinasi Covid-19
“PKB ingin memperjuangkan prinsip-prinsip dan kepentingan semua ummat, kami meminta pemerintah menjalankan prinsip kehati-hatian (saat menyediakan Vaskin), agar (nantinya) tidak mubadzir dan tidak menimbulkan kontroversi dimasyarakat,” kata Nasim Khan kepada wartawan, Selasa (30/3/2021).
Pria yang akrab disapa Bang NK ini mengaku memahami fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang membolehkan penggunaan vaksin AstraZeneca tersebut.
Akan tetapi, saran dia, kedepan pemerintah bisa lebih peka dengan kondisi masyarakat Indonesia yang mayoritas berkeyakinan Islam.
Oleh karena itu, dia meminta pemerintah memprioritaskan vaksin halal dan suci supaya bisa diterima semua masyarakat dan tidak menimbulkan kontroversi.
“Walaupun MUI sudah (mengeluarkan Fatwa) memperbolehkan penggunaan vaksin tersebut, tapi, menurut saya, sebaiknya kedepan (penyediaan) Vaksinnya bisa lebih maksimal diterima oleh masyarakat, karena masyarakat Indonesia mayoritas Islam, semestinya bahannya halal,” ucap Wakil Bendahara Umum DPP PKB ini.
Indonesia sendiri diperkirakan membutuhkan sekitar 420 juta dosis vaksin untuk memenuhi kebutuhan 181,5 juta sasaran vaksinasi.
Untuk itu, sudah semestinya, pemerintah tak hanya mengandalkan pasokan Impor Vaksin dari satu produsen.
Terlebih, kata politikus kelahiran Situbondo Jawa Timur ini, kemampuan pemerintah dan BUMN Sektor Farmasi dalam mengakses vaksin Covid-19 yang aman, berkualitas, memiliki efektivitas dan halal serta suci juga tak diragukan lagi.
Sebab, kata Nasim, pemerintah memiliki Sumber Daya Manusia yang mumpuni dan jejaring koneksi yang tak terbatas di kancah internasional.
“Seperti yang sudah disampaikan para Dirut BUMN sektor farmasi tadi (PT Bio Farma (Persero), PT Kimia Farma Tbk dan PT Indofarma Tbk), Ketersediaan Vaksin pasti akan bisa dilakukan oleh beliau-beliau. Bila bisa ada yang halal, buat apa yang haram,” ucapnya.
“Bagaimana dengan kehalalan vaksin produk Sinopharm? Apakah lebih baik (tingkat keamanan, kualitas dan efektivitas) dari AstraZeneca? Bila memang halal (Suci dan Halal) mengapa tidak menggunakan Sinopharm saja bagi umat islam,” pungkasnya.