TRIBUNNEWS.COM - Juru bicara Satgas Covid-19 RS Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, dr Tonang Dwi Ardyanto, menilai pemerintah perlu menggenjot testing Covid-19 sebagai pijakan membuat keputusan.
Keputusan itu seperti terkait mudik Lebaran 2021 hingga pembelajaran tatap muka di sekolah.
Menyoroti lonjakan kasus Covid-19 di Brazil dan India, Tonang menyebut hal itu terjadi karena testing masif yang dilakukan di negara tersebut.
Tonang mengungkapkan, pada 26 Maret 2021 lalu Brazil melaporkan 100.158 kasus baru dalam 24 jam saja.
"Ini mengejutkan karena sebelumnya, sempat melandai perkembangannya di Brazil," ungkap Tonang, Rabu (7/4/2021), dikonfirmasi Tribunnews.com.
Baca juga: Maruf Amin Ingin MUI di Daerah Pakai Vaksin Covid-19 AstraZeneca untuk Sukseskan Program Vaksinasi
Baca juga: 62 Juta Dosis Vaksin Covid-19 Johnson & Johnson Terancam Harus Dibuang Jika Terbukti Terkontaminasi
Disusul India, 5 April 2021, melaporkan 103.558 kasus baru dalam sehari.
"Di India, ini berarti melebihi puncak sebelumnya sebanyak 97.894 kasus baru dalam sehari di akhir September 2020," ujarnya.
Diketahui Brazil berpenduduk 213,7 juta dan total kasusnya sudah mencapai 13 juta.
Jumlah kematian 333 ribu dengan total tes 133.827 per 1 juta penduduk.
Sementara itu India berpenduduk 1,39 M dengan total kasus 12,7 juta.
Jumlah kematian 165 ribu dengan total tes 179.111 per 1 juta penduduk.
Baca juga: India Embargo Ekspor Vaksin, PKS: Target 1 Juta Dosis Perhari Semakin Sulit Dicapai
Baca juga: Akhir Juni 2021 Ini, Pemerintah Harapkan 90 Persen Lansia telah Divaksinasi Dosis Pertama
Tonang mengungkapkan saat ini terjadi tren peningkatan kasus Covid-19 di dunia, termasuk di Brazil dan India.
"Standar minimal jumlah tes adalah 1.000 per 1 juta penduduk per pekan. Dengan jumlah tes tersebut, dapat diterima logika bahwa bisa melaporkan kasus baru sampai 100 ribu dalam sehari di Brazil dan India," ungkapnya.
Sementara itu di Indonesia, data pada 4 dan 5 April 2021 menunjukkan jumlah tes yang dilaporkan 33.881 ribu dan 38.347.
Namun, Tonang menyebut jika angka itu masih memasukkan hasil tes antigen negatif.
"Angka yang lebih tepat (jumlah tes) adalah 22.238 dan 24.817."
"Artinya masih jauh di bawah standar minimal. Angka positivitas juga relatif masih tinggi dan belum stabil," ungkap Tonang.
Dengan jumlah testing tersebut, lanjut Tonang, laporan jumlah kasus baru selama sekitar empat pekan terakhir ini, pada kisaran 5 ribu kasus baru per hari.
Tonang menyebut jika hal ini patut dipertanyakan, apakah benar perkembangan kasus Covid-19 sudah menurun.
Padahal sebelumnya sempat mendekati lebih dari 15 ribu tambahan kasus Covid-19 dalam sehari.
"Kalau misalnya jumlah testing sesuai standar, apakah jumlah kasus barunya lebih tinggi? Secara jumlah absolut, sangat mungkin bertambah."
"Tapi tingkat positivitas (positive rate) diharapkan justru turun. Itu yang rasional dan logis," ujarnya.
Baca juga: Wapres Sebut Vaksinasi Covid-19 di MUI Istimewa, Ini Alasannya
Hal ini, lanjut Tonang, pernah terjadi di Indonesia pada bulan Oktober-November 2020.
Walau kapasitas testing masih sedikit di bawah standar, kasus baru memang masih sedikit meningkat, tapi angka positivitas justru menurun.
"Dengan demikian, kita bisa menangkap kecenderungan yang seperti harapan."
"Tapi kemudian kondisi berubah di Desember dan Januari, angka positivitas justru meningkat lagi," ungkap Tonang.
Karena jumlah testing belum cukup, Tonang menyebut menjadi gamang menentukan sikap dan tindak lanjut.
"Mau meyakini sudah rendah, datanya belum representatif."
"Mau menolak hasil yang menurun, rasanya kok tidak bersyukur," ungkapnya.
Maka dari itu, testing masif perlu dilakukan di Indonesia pada saat ini.
"Mumpung tren sedang menurun, walau di dunia sedang terjadi peningkatan, mari kita genjot test agar justru membuktikan bahwa kita benar-benar sudah mengalami penurunan kasus," ungkap Tonang.
Baca juga: Cerita Siswa di Jakarta Belajar Tatap Muka, Nyasar Pergi Sekolah hingga Takut Terpapar Covid-19
Bila dalam waktu minimal tiga pekan ke depan, jumlah tes di Indonesia dikebut, maka lebih mudah memutuskan sejumlah kebijakan.
"Apakah membolehkan mudik atau tidak, bagaimana rencana tatap muka di semester depan untuk sekolah, dan banyak hal lain," ungkap Tonang.
Tidak terpenuhinya target testing menjadikan kebingungan dalam pengambilan keputusan.
"Saat ini, menjadi bingung, kasus dilaporkan terus menurun, angka kesembuhan dilaporkan terus meningkat, tapi kok mudik dilarang? Ini sulit dijelaskan. Kecuali kalau memang datanya jelas dan valid," ungkapnya.
Artikel lainnya tentang penanganan Covid-19
(Tribunnews.com/Gilang Putranto)