Polemik Vaksin Nusantara

Vaksin Nusantara Tidak Dikomersilkan, Dikembangkan Hanya untuk Penelitian, Begini Sikap Presiden

Editor: Anita K Wardhani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Vaksin Nusantara, Tidak Dikomersilkan, Dikembangkan Hanya untuk Penelitian, Begini Sikap Presiden
Vaksin Nusantara, Tidak Dikomersilkan, Dikembangkan Hanya untuk Penelitian, Begini Sikap Presiden

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polemik vaksin Nusantara menemukan kesepakatan. Nasib vaksin yang diprakarsai oleh mantan menteri kesehatan Terawan Agus Putranto ini telah ditentukan.

Lewat nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) yang ditandatangani Kementerian Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Penny K Lukito, Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa, disepakati bahwa pengembangan vaksin itu hanya untuk kepentingan penelitian dan pelayanan, dan bukan untuk dikomersilkan.

Baca juga: Tim Peneliti di RSPAD Gatot Soebroto Tidak Lagi Teliti Vaksin Nusantara

Baca juga: Sinovac Sudah Pasok 260 Juta Dosis Vaksin Covid-19 di Dunia

Baca juga: MoU Vaksin Nusantara, Komisi IX: Para Peneliti Jangan Takut Melakukan Inovasi 

Dalam MoU 'Penelitian Berbasis Pelayanan Menggunakan Sel Dendritik untuk Meningkatkan Imunitas Terhadap Virus SARS-CoV-2' yang ditandatangani pada Senin (19/4/2021) lalu itu disebutkan bahwa vaksin Nusantara yang saat ini prosesnya tengah berlanjut di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta merupakan penelitian berbasis sel dendritik untuk Covid-19.

Atas dasar itu pulalah diputuskan bahwa pengembangan vaksin Nusantara bukan uji klinis vaksin untuk dimintakan izin edar oleh BPOM.

Dalam MoU itu disepakati bahwa penelitian ini bersifat autologus. Autologus berarti penelitian hanya dipergunakan untuk diri pasien sendiri, sehingga tidak dapat dikomersialkan secara massal.

”Namanya sekarang penelitian melalui pelayanan, itu istilahnya," kata Kepala BPOM Penny K Lukito, Senin (19/4/2021) malam.

Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin, Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Andika Perkasa dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito menandatangani Nota Kesepahaman "Penelitian Berbasis Pelayanan Menggunakan Sel Dendritik untuk Meningkatkan Imunitas Terhadap Virus SARS-CoV-2" di Markas Besar TNI AD, Jakarta pada Senin (19/4/2021) pagi. (Dispenad)

Lewat penandatangan MoU itu, Penny menegaskan pihaknya hanya ikut andil memberikan pengarahan perihal proses penelitian yang sesuai dengan kaidah saintifik. Penny menegaskan dalam hal ini BPOM sudah memiliki panduan Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk pembuatan vaksin.

Penny sekaligus menegaskan bahwa saat ini seluruh wewenang pengawasan terkait penelitian dan pengadaan vaksin Nusantara sepenuhnya berada di Kementerian Kesehatan.

Baca juga: Presiden Jokowi Minta Polemik Vaksin Nusantara Diarahkan pada Perdebatan Ilmiah

Baca juga: Aturan Baru: Jamaah Umrah Wajib Punya Sertifikat Vaksin Covid-19 dari Negara Masing-masing

Dengan kata lain, BPOM tak lagi perlu menjadi badan regulator yang mengawasi dan memeriksa vaksin Nusantara.

"Jadi sekarang regulasi dan pengawasan ada di Kementerian Kesehatan, sebagai pembina Fasilitas Pelayanan Kesehatan," ungkapnya.

Terkait hal tersebut, TNI AD juga mengonfirmasi hal yang serupa. Mereka menekankan penelitian sel dendritik yang akan dilakukan di RSPAD Gatot Soebroto bakal mengikuti pedoman kaidah penelitian.

Selain itu, institusi yang dipimpin KSAD Jendaral TNI Andika Perkasa itu menegaskan bahwa penelitian sel dendritik ini juga bukan merupakan kelanjutan dari Uji Klinis Adaptif Fase I yang pernah dilakukan tim peneliti Vaksin Nusantara.

Kepala RSPAD Gatot Soebroto Letnan Jenderal TNI dr Albertus Budi Sulistya memastikan pihaknya akan tetap melanjutkan penelitian sel dendritik berdasarkan restu dan ketentuan yang diatur dalam MoU itu.

Penelitian ini, kata dia, adalah riset untuk mempelajari sejauh mana sel dendritik yang biasa digunakan pada penyembuhan kanker bila dimanfaatkan juga dalam penyembuhan SARS-CoV-2 alias virus corona penyebab Covid-19.

”Menggunakan dendritik sel untuk meningkatkan imunitas terhadap virus Sars-Cov-2. Penelitiannya jadi itu," kata dia.

"Jadi kembali ke penelitian ilmiah, menjadi penelitian ilmiah berbasis pelayanan, gitu," imbuhnya.

Aburizal Bakrie (Ical) telah disuntik vaksin Nusantara langsung oleh mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto pada Jumat (16/4/2021). (Twitter @aburizalbakrie https://twitter.com/aburizalbakrie/status/1382988904710639616/photo/2)

Polemik vaksin Nusantara mulai menjadi perhatian publik manakala dalam sepekan belakangan ini Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie dan beberapa Anggota Komisi IX DPR mendatangi RSPAD guna menjalani proses pengambilan sampel darah untuk kebutuhan uji lanjutan vaksin Nusantara.

Kemudian menyusul kedatangan dari mantan menteri kesehatan Siti Fadilah Supari, Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, mantan menteri BUMN Dahlan Iskan, hingga pasangan selebritas Anang Hermansyah dan Ashanty.

Aktivitas itu menjadi pertanyaan publik sebab BPOM sebelumnya dengan tegas menyatakan belum mengeluarkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinis fase II untuk vaksin Nusantara. Alasan BPOM urung menerbitkan PPUK lantaran vaksin Nusantara dinilai belum memenuhi syarat cara pembuatan obat yang baik (CPOB).

BPOM juga menemukan bahwa komponen yang digunakan dalam penelitian vaksin Nusantara tidak sesuai dengan pharmaceutical grade. Selain itu kebanyakan komponen yang digunakan juga impor dan antigen yang digunakan bukan berasal dari virus Corona di Indonesia. Tak hanya itu, pada uji klinis fase I BPOM juga mendapati adanya ketidaksesuaian pelaksanaan uji klinik dengan Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB) atau Good Clinical Practice (GCP).

Masih Jadi Polemik, Terawan Suntikkan Vaksin Nusantara ke Ical, Anang dan Ashanty Ambil Sampel Darah (kolase/instagram/dok Tribunnews.com)

Jokowi: Saya Dukung Risetnya
Polemik pengembangan vaksin Nusantara ternyata tak luput dari perhatian Presiden Jokowi. Jokowi meminta kegaduhan dan polemik terkait vaksin Nusantara itu segera dihentikan. Menurutnya, prokontra soal penelitian Vaksin Nusantara harusnya dibahas dalam kajian ilmiah. Para pakar di bidang pengembangan vaksinlah dan lembaga dengan yang memiliki kewenangan yang mengisi ruang perdebatan.

”Ini kan urusan ilmiah, biarlah sesuai dengan mekanisme ilmiah. Mestinya perdebatannya itu perdebatan ilmiah, ini masak politikus ngurusin vaksin, lawyer ngurusin vaksin, apa urusannya?" kata Jokowi, Selasa (20/4/2021).

Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat pembukaan Pameran Otomotif Indonesia International Motor Show (IIMS) Hybrid Tahun 2021 yang disiarkan kalan YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (15/4/2021). (capture video)

”Itu kan ada tahapan-tahapannya, diikuti saja. Ini ramai banget, ada yang dukung BPOM-lah, ada yang dukung Pak Terawanlah,” imbuhnya.

Jokowi menilai dalam kondisi pandemi saat ini apa pun jenis penelitian terkait penanganan Covid-19 diperlukan.

Namun ia menekankan, penelitian itu harus berdasarkan kajian ilmiah dan prosedur yang berlaku.

"Saya mendukung penelitiannya, risetnya, saya mendukung segala upaya penelitian untuk penanganan Covid-19," ujar Jokowi.

Jokowi mengatakan, siapa pun boleh mengembangkan penelitian terkait treatment untuk penyembuhan Coid-19. Namun, hingga saat ini yang terlihat kemajuannya dengan jelas adalah Vaksin Merah Putih.

"Ini kan penelitian, siapa pun silakan membuat vaksin sendiri. Tapi progres yang saat ini kelihatan adalah salah satunya vaksin merah putih, meskipun mungkin baru 2022 selesai. Kalau vaksin Nusantara kan dari sel dendritic," ujar Jokowi.

Lebih lanjut, terkait penanganan Covid-19, Jokowi menekankan pentingnya seluruh masyarakat untuk selalu menerapkan protokol kesehatan. Utamanya menggunakan masker.

"Harus eling dan wospodo, ingat dan waspada," kata Jokowi.

Jokowi mengatakan, Indonesia harus menjaga tren penurunan kasus Covid-19. Jangan sampai, Indonesia mengalami penambahan kasus seperti yang terjadi di India atau berbagai negara lainnya.

Menekan angka penyebaran corona, kata Jokowi, penting sebab jika kasus naik, maka bukan hanya sektor kesehatan yang terdampak, tapi juga sektor ekonomi. Padahal sektor ekonomi Indonesia sudah mulai mengalami perbaikan.(tribun network/git/fik/dod)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!

Berita Populer

Berita Terkini