Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Virus baru yang mirip dengan SARS-CoV-2 penyebab virus corona (Covid-19) diklaim telah ditemukan pada kelelawar di Inggris, meskipun saat ini belum diketahui apakah dapat menjadi ancaman bagi manusia.
Virus yang disebut RhGB01 ini kali pertama ditemukan oleh seorang sarjana ekologi berusia 22 tahun, Ivana Murphy, saat ia mengumpulkan kotoran kelelawar untuk disertasi tahun terakhirnya.
Meskipun ini adalah kali pertama virus semacam itu ditemukan pada kelelawar di Inggris, virus ini mirip dengan virus yang menyebabkan pandemi global saat ini, yang juga diduga berasal dari kelelawar.
Baca juga: Pemerintah Jamin Keamanan Vaksin Covid-19 untuk Lansia, Yuk Lindungi dan Bantu Mereka Divaksinasi
Dikutip dari laman New York Post, Senin (26/4/2021), salah satu penulis studi tentang virus tersebut, Andrew Cunningham dari Zoological Society of London mengatakan bahwa virus ini belum terbukti dapat mengancam kesehatan manusia.
"Sejauh ini, virus Inggris ini bukanlah ancaman bagi manusia. Karena domain pengikat reseptor, bagian dari virus yang menempel pada sel inang untuk menginfeksi mereka, tidak kompatibel dengan kemampuan untuk menginfeksi sel manusia," kata Cunningham.
Baca juga: Doni Monardo : Sebanyak Apapun Tempat Tidur RS Tak akan Cukup Bila Terjadi Lonjakan Kasus Covid-19
Hal yang saat ini menjadi kekhawatiran adalah jika manusia menularkan Covid-19 ke kelelawar, dan kemudian virus itu bergabung dengan RhGB01 dan bermutasi membentuk virus baru lagi, tentunya akan menambah tantangan baru pada pengembangan vaksin yang tengah dilakukan saat ini.
"Mencegah penularan SARS-CoV-2 ke kelelawar sangat penting dengan dilakukannya kampanye vaksinasi massal global saat ini untuk melawan virus tersebut," kata studi yang akan diterbitkan dalam jurnal Scientific Reports.
Baca juga: Atasi Gempuran Covid-19, Empat Tangki Oksigen Bantuan Dikirim ke Delhi
Sementara itu, seorang profesor di Universitas East Anglia yang juga terlibat dalam penelitian tersebut, Diana Bell mengatakan bahwa penelitian itu menyoroti risiko yang dapat ditimbulkan saat orang bersentuhan dengan kelelawar.
"Siapapun yang bersentuhan dengan kelelawar atau kotorannya, seperti mereka yang berprofesi sebagai penyelamat kelelawar atau penjelajah gua, harus memakai alat pelindung diri yang sesuai standar untuk mengurangi risiko mutasi. Kami perlu menerapkan peraturan ketat secara global untuk siapapun yang menangani kelelawar dan hewan liar lainnya," tegas Bell.
Sebelumnya, Murphy, mahasiswa yang kali pertama menemukan virus itu merasa khawatir bahwa virus tersebut akan membuat masyarakat memburu kelelawar untuk dimusnahkan.
"Saya khawatir orang-orang akan tiba-tiba mulai takut dan menganiaya kelelawar. Seperti halnya semua satwa liar, jika dibiarkan dan tidak diganggu, tentunya tidak akan menimbulkan ancaman apapun," kata Murphy.