Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, NEW DELHI - Perusahaan skala global maupun domestik India tengah mengerahkan kekuatan industri mereka untuk membantu negara dengan populasi terbesar kedua di dunia ini dalam memerangi virus corona (Covid-19).
Mereka datang untuk menyelamatkan sistem kesehatan masyarakat India yang nyaris runtuh di bawah tekanan lonjakan kasus positif serta kematian yang begitu signifikan.
Dikutip dari laman Al Jazeera, Rabu (28/4/2021), raksasa global Amazon.com, Intel dan Google, serta firma India Tata Sons, Reliance Industries dan JSW Steel telah terlibat dalam segala hal untuk membangkitkan kembali sistem kesehatan negara di kawasan Asia Selatan itu.
Aksi yang mereka lakukan mulai dari pengangkutan udara untuk peralatan medis hingga janji untuk memberikan pendanaan serta memproduksi oksigen medis.
Baca juga: Kronologi Terungkapnya Kasus Alat Rapid Antigen Bekas di Kualanamu, 5 Petugas Medis Diamankan
"Pemerintah tidak bisa lagi sendirian dalam menangani krisis ini, sangat penting bagi sektor korporasi untuk mulai bergerak. Kami membutuhkan semua bantuan yang bisa kami dapatkan," kata Kunal Kundu, Ekonom India di Societe Generale di kota Bengaluru.
Perlu diketahu, rumah sakit di India saat ini sudah penuh pasien positif virus corona (Covid-19), namun dokter di New Delhi memperingatkan ada potensi lebih buruk lagi yang akan terjadi.
Sulit membayangkan betapa buruknya hal itu saat warga India mengemis di jalanan hanya untuk mencari udara.
Baca juga: BioNTech Percaya Diri Vaksinnya Mampu Tangkis Varian Covid-19 India
Bahkan orang-orang pingsan dan sekarat di depan pintu rumah sakit.
Tabung oksigen saat ini dapat diibaratkan seperti emas di India.
Dikutip dari laman Sky News, Selasa (27/4/2021), pemerintah negara itu memang tengah sibuk meminta warganya agar tidak panik.
Selain itu, mitra internasional mereka juga sedang mengatur penerbangan untuk mengirimkan bantuan yang mengangkut pasokan oksigen.
Namun di sisi lain, para dokter di India mengatakan bahwa mereka bersiap untuk menghadapi peristiwa mengerikan pada dua minggu mendatang.
"Situasinya kritis sekarang, pandemi ini adalah yang terburuk yang pernah kami lihat hingga saat ini, dua minggu ke depan akan menjadi neraka bagi kami," kata Dr Shaarang Sachdev dari Rumah Sakit Khusus Super Perawatan Kesehatan Aakash.
Dr Sachdev pun menunjukkan ruang gawat darurat yang biasanya digunakan untuk menangani tiga pasien.
Namun pada kondisi seperti ini, ruangan itu merawat tujuh hingga delapan pasien.
"Perempuan itu seharusnya berada di ICU sekarang. Dia sudah di sini selama dua hari karena tidak ada tempat tidur dalam ruang perawatan intensif," papar Dr Sachdev, sambil menunjuk seorang perempuan muda yang menggunakan ventilator.
Para perawat dan dokter di rumah sakit itu bekerja secara bergantian.
Beberapa diantaranya memiliki kerabat yang menderita Covid-19 dan dirawat di rumah sakit tempat mereka bekerja.
"Kami bahkan tidak punya waktu untuk pergi dan mengunjungi mereka. Mereka kelelahan secara fisik dan emosional, banyak yang mudah marah," jelas Dr Sachdev.
Baca juga: Ketum Persi Berharap Rumah Sakit Siap Hadapi Perkembangan Teknologi 4.0
Hal yang sama disampaikan Direktur pelaksana rumah sakit Aakash, Dr Aashish Chaudhry yang mengatakan bahwa ia selalu terbangun beberapa kali setiap malam hanya untuk memeriksa persediaan oksigen, mencari sumbernya dan memburu persediaan.
"Saya membeli oksigen dengan harga emas sekarang, sangat mahal. Situasinya telah mencapai tingkat itu dan pemasaran secara ilegal sedang berlangsung. Harga oksigen yang biasanya 20-22 rupee per kilogram, sekarang menjadi 50 rupee per kilogram. Suntikan remdesivir yang biasanya 4.000 rupee bahkan 2.000 rupee, kini orang harus membelinya dengan harga 40.000 rupee, ini seharusnya tidak terjadi," kata Dr Chaudhry.
Kendati demikian, para tenaga kesehatan ini tetap berupaya memenuhi kebutuhan oksigen bag para pasiennya.
Mulai dari meminta, menukar bahkan membeli apa yang mereka bisa untuk menjaga agar pasien mereka tetap hidup.
Mereka mencoba melakukan apa yang mereka bisa untuk membuat para pasien ini tetap bernafas.
Rumah sakit ini bahkan telah menambah kapasitas tempat tidurnya dengan merawat pasien Covid-19 yang sakit di sebuah tenda yang dibangun di halaman rumah sakit.
Ada deretan pasien yang sakit di dalam tenda darurat itu dan mayoritas diantaranya memakai oksigen.
Di sana, seorang Profesor bernama Piush Kant Dixit tengah berjuang mengucapkan kata untuk menyampaikan bahwa dirinya sangat khawatir jika tiba-tiba pasokan oksigennya harus terhenti.
Prof Dixit merasa khawatir dokter maupun perawat di rumah sakit itu menjatah persediaan oksigen untuknya.
Meskipun pihak rumah sakit secara tegas membantah hal tersebut.
Kendati demikian, ketakutan dan kekhawatiran pasien yang bergantung pada setiap tarikan nafas, merupakan hal yang sangat wajar saat terjadi kekurangan stok oksigen di suatu kota maupun negara.
"Kadang-kadang ini berhasil, kadang-kadang silinder lain ini berhenti. Jadi mereka menurunkan tingkat oksigen, meskipun itu diperlukan," kata Dixit, sambil menunjuk ke tangki oksigennya yang diletakkan tepat di samping tempat tidurnya lalu menunjuk ke arah silinder di dekatnya.
Data statistik terkait kasus positif Covid-19 di India semakin mengerikan karena terus mengalami peningkatan, dengan lebih banyak catatan global yang dibuat tentang peningkatan jumlah kasus Covid-19 harian di negara itu.
Perlu diketahui, saat ini India menjadi negara kedua di dunia yang paling terkena dampak berdasarkan kasus aktif.
Selain itu, negara ini juga menjadi negara keempat dengan angka kematian terbanyak akibat virus ini, yakni mencapai lebih dari 190.000 kematian.
Banyak pihak menilai bahwa masih banyak kematian yang tidak dilaporkan dalam total jumlah kematian terbaru.
Trauma, kepanikan hingga ketakutan memang tengah menimpa warga India, bahkan sistem kesehatan negara itu pun kian memburuk, para tenaga kesehatan kini juga kewalahan menangani jumlah pasien yang meningkat secara signifikan.
"Saya belum pernah melihat begitu banyak kematian di ICU kami. Saya mendapat sekitar 50 panggilan dalam sehari hanya untuk menanyakan obat-obatan, tempat tidur, silinder oksigen, kami tidak memiliki apapun saat ini dan pasien kami sedang sekarat," kata Dr Piush Girdar, yang bekerja di bagian perawatan kritis.