News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penanganan Covid

MUI: Vaksin Sinopharm Haram, tapi Boleh Digunakan karena Kondisi Darurat

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gambar yang diambil pada tanggal 23 November 2020 ini menunjukkan botol bertuliskan Vaccine Covid-19 di sebelah logo Chinese National Pharmaceutical Sinopharm.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Hasanuddin Abdul Fatah mengungkapkan vaksin Covid-19 Sinopharm hukumnya haram, karena mengandung tripsin babi.

Meski begitu, Hasanuddin mengatakan Sinopharm boleh digunakan karena dalam kondisi darurat.

"Memang ada kandungan tripsin dari Babi, sehingga hukumnya haram. Namun demikian bisa digunakan karena dalam kondisi darurat," ujar Hasanuddin saat dikonfirmasi, Senin (3/5/2021).

Hasanuddin mengungkapkan MUI telah mengeluarkan fatwa melalui sidang pleno yang digelar pada hari Sabtu (1/5/2021).

Kondisi ini sama dengan vaksin Astrazeneca dari Inggris yang dinyatakan haram oleh MUI, namun boleh digunakan karena situasi darurat.

"Iya boleh digunakan karena dalam kondisi darurat. Sama dengan kasus AstraZeneca dari Inggris, dari Sinovac halal, kalau Sinopharm haram," tutur Hasanuddin.

Baca juga: 500 Ribu Vaksin Sinopharm Bantuan Uni Emirat Arab Tiba di Indonesia

Situasi ini, menurut Hasanuddin, diperbolehkan ketika vaksin yang halal belum mencukupi. Sehingga vaksin haram boleh digunakan.

Sementara, jika vaksin halal telah mencukupi, maka penggunaan vaksin haram tidak diperlukan lagi.

"Ya kalau halalnya mencukupi, tak perlu yang haram lagi itu ukuran pemerintah yang harus dijelaskan lagi fatwa lagi itu apakah benar mencukupi," tutur Hasanuddin.

"Jadi belum bisa kita katakan sekarang. Tapi  memang iya ketentuannya ketika vaksin yang halal mencukupi sesuai target pemerintah, ya vaksin haram tak digunakan lagi. Tapi kalau masih kurang yang haram masih digunakan," tambah Hasanuddin.

Mengenai ukuran kecukupan, kata Hasanuddin, adalah domain pemerintah untuk menetapkan.

"Tergantung berapa jumlah yang halal tadi itu kan. Itu MUI enggak bisa memperkirakan harus ada keterangan pemerintah lagi nanti kan," pungkas Hasanuddin.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini