Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Larangan mudik telah ditetapkan oleh pemerintah. Aturan tersebut dimulai sejak 6 Mei - 17 Mei 2021.
Beberapa bus dilarang untuk beroperasi, dan penjagaan diupayakan agar tidak ada yang melintasi perbatasan antar provinsi.
Lantas kenapa pemerintah memberlakukan peraturan larangan mudik? Dokter memberikan alasan medis.
Baca juga: Cegah Pemudik Terobos di Kedungwaringin, Polda Metro Tambah Personel dan Pos Penyekatan
Baca juga: Pemerintah Klaim Larangan Mudik Lebaran 2021 Diterima Baik oleh Masyarakat
Menurut dr Temmasonge Radi Pakki Sp. P, MMRS libur rentan meningkatkan risiko terjadinya peningkatan angka infeksi Covid-19.
Dan hal ini sudah terbukti secara data pada libur panjang beberapa waktu lalu.
Selain itu libur dan mudik punya image berkumpul.
Padahal salah satu yang membuat virus dapat bertransmisi dari satu yang lain adalah lewat kerumunan.
"Libur itu memiliki image berkumpul bersama. Aktivitas berkumpul membuat kita lengah dan menurunkan kewaspadaan, menggampangkan terjadinya penularan. Proses transmisi tetap ada di sekitar kita," katanya dalam live streaming, Senin (10/4/2021).
Ia mengatakan jika situasi pandemi telah dilewati selama satu tahun lebih, sehingga jangan sampai terulang kembali kasus infeksi yang tinggi.
dr Radi mengatakan jika kumpul bisa menyebabkan klaster.
Sedangkan klaster meningkatkan angka orang yang terinfeksi. Dari sana, dapat menimbulkan gejala dengan tingkat keparahan yang berbeda.
Gejala berat yang ditimbulkan bukan tidak mungkin meningkatkan kembali angka kematian.
Saat mudik, Indonesia juga masih memegang erat pada kontak fisik. Misalnya berpelukan, cium pipi hingga salaman.
Apa lagi saat berkumpul bersama keluarga. Tidak ada yang tahu jika virus mungkin ikut terbawa dalam perjalanan mudik.
"Tidak boleh manja, kuat dan saling mengingatkan, ini yang menjaga kita. Hal ini harus disikapi secara bersama. Mudik nomor dua, kesehatan nomor satu," katanya lagi.