TRIBUNNEWS.COM - Jubir Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan varian virus Covid-19 dari India, Delta, memiliki tingkat penularan yang lebih cepat bila dibandingkan dengan varian dari Inggris.
Bahkan, tingkat penularan varian Delta ini dapat mencapai 60 persen lebih cepat dari varian Inggris.
Dikutip dari Kompas Tv, Rabu (16/6/2021), Siti Nadia mengatakan varian jenis Delta dari India ini berbeda dengan varian dari Afrika.
Untuk diketahui, varian dari Afrika memiliki karakter yang dapat memperparah penyakit bawaan dari pasien.
"Varian baru asal Afrika akan membuat penyakit menjadi lebih berat, (sedangkan) varian dari India meningkatkan penularan hingga 60 persen dari Inggris," terang Siti Nadia, dalam wawancaranya, Rabu (16/6/2021).
Siti Nadia mengatakan masuknya varian ini mengharuskan kita untuk menjadi lebih waspada.
Baca juga: China Sumbang 500 Ribu Dosis CoronaVac ke Malaysia
Baca juga: Terawan Sebut Vaksin Nusantara dapat Digunakan untuk Menangkal Varian Baru Corona
Mengingat, selain varian baru yang masuk, Indonesia masih sedang dalam penanganan jumlah kasus yang mengalami lonjalan pasca libur lebaran.
"Ini yang kini menjadi kewaspadaan kita, ditengah lonjakan kasus yang terjadi karena pergerakan mobilitas kita yang tinggi pasca lebaran, ditambah lagi karena beredarnya varian baru, masalah ini yang saat ini kita hadapi," terang Siti Nadia.
Meski demikian, Siti Nadia meminta masyarakat untuk tetap tenang menanggapi hal ini.
Mengingat, program vaksinasi yang dilakukan pemerintah ini masih sangat efektif untuk mengatasi jenis varian yang masuk ke Indonesia.
"Sampai saat ini, varian ini (Delta dari India ini masih bisa diatasi) tentunya dengan vaksin-vaksin yang ada."
"Baik yang digunakan pada vaksin gotong-royong maupun vaksin program pemerintah (dirasa) masih sangat efektif untuk mengatasi pandemi untuk memberikan proteksi dan perlindungan kepada kita," terang Siti Nadia.
Baca juga: Anggota Komisi IX Minta PPKM Mikro Dijalankan Ketat Imbas Masuknya Varian Corona India ke Indonesia
Dalam kesempatan ini, Siti Nadia juga mengingatkan kepada masyarakat untuk tetap ketat dalam menaati protokol kesehatan dengan rajin mencuci tangan, menggunakan masker dan tidak berkerumun.
"Dalam mengantisipasi kasus penularan varian baru covid-19, Siti menyebut protokol kesehatan yang sangat ketat perlu dilakukan," ujar Siti Nadia.
Jika diperlukan, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah diharapkan dapat melakukan PPKM Mikro pada daerah masing-masing.
Termasuk dengan lebih memperketat testing, tracing hingga treatment.
"Pembatasan mobilitas harus dilakukan dan 3 T perlu ditingkatkan," kata Siti Nadia.
Siti menengaskan, hal ini harus tetap ditekankan kepada masyarakat, karena pada prinsipnya varian baru ini tidak akan berkembang jika tidak menemukan tempat untuk tumbuh.
Baca juga: Studi Inggris Sebut Vaksin Pfizer & AstraZeneca Bisa Melawan Corona Varian Delta hingga 90 %
"Pada prinsipnya, varian baru ini selama dia tidak menemukan manusia untuk tempat tumbuh dan berkembang biak, maka dia akan kalah dengan sendirinya."
"Tentunya dengan adanya PPKM mikro secara ketat akan sangat efektif (untuk mencegah berkembangnya virus ini)," kata Siti Nadia.
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Minta Indonesia Belajar dari Negara Inggris tangani Varian Delta
Diketahui pada 14 Juni 2021 lalu, diumumkan ada 28 kasus Covid-19 varian B.1.617.2 atau yang saat ini dinamai varian Delta.
Dikutip dari Tribunnews.com, Rabu (16/6/2021), Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan Indonesia perlu belajar perkembangan terakhir dari varian Delta yang juga menyebar di Inggris.
Hal ini dilakukan sebagai upaya antisipasi, sebelum kasus Covid-19 varian dari India ini mendominasidi Tanah Air.
"Pada 11 Juni 2021 lalu, otoritas kesehatan masyarakat di Inggris juga baru menyampaikan perkembangan terakhir varian ini, yang empat hasilnya perlu kita pakai sebagai bahan antisipasi," kata Prof Tjandra, Selasa (15/6/2021).
Disampaikan Prof Tjandra bahwa di Inggris naik 70 persen, yakni ada 42.323 kasus varian Delta.
Baca juga: Varian Baru Corona Muncul, Menteri Agama Terbitkan Surat Pembatasan Kegiatan di Rumah Ibadah
dalam seminggu, terjadi peningkatan yang amat besar yakni 29.892 kasus.
"Atau ada 29.892 kasus hanya dalam waktu satu minggu saja, peningkatan yang amat besar," ungkap Prof. Tjandra.
Bahkan, data terakhir Inggris menunjukkan bahwa lebih dari 90 persen kasus baru COVID-19 di negara itu, kini adalah varian Delta ini, menggantikan varian Alfa (B.1.1.7) yang sebelumnya dominan di Inggris.
"Kalau pola ini juga akan terjadi di negara kita maka tentu bebannya akan berat jadinya," jelas dokter spesialis paru ini.
Ia mengungkapkan, varian Delta di Inggris memiliki karakteristik seperti 60 persen lebih mudah menular daripada varian Alfa.
Waktu penggandaannya (“doubling time”) berkisar antara 4,5 sampai 11,5 hari.
"Lebih baik kalau juga ada data tentang berapa besar (“doubling time”) dari varian Delta yang kini ada di negara kita, termasuk tentunya laporan terakhir dari Kudus ini," ungkapnya.
Kemudan, laporan Inggris 11 Juni 2021 ini juga menunjukkan bahwa varian Delta berpengaruh menurunkan efektifitas vaksin dibandingkan varian Alfa.
Hasil ini didapati pada mereka yang baru dapat vaksin satu kali maka terjadi penurunan efektifitas perlindungan terhadap gejala sebesar 15% sampai 20%.
"Kita perlu pula mengamati kemungkinan dampak seperti ini, apalagi program vaksinasi memang sedang terus digalakkan."
"Namun tentu, tidak akan membandingkan varian Delta dengan varian Alfa seperti yang Inggris lakukan, karena varian Alfa bukanlah varian yang dominan di negara Indonesia," kata Prof Tjandra.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Rina Ayu Panca Rini)