TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah organisasi profesi dokter meminta pemerintah agar melakukan transparansi data mengenai kasus Covid-19 yang ada di Indonesia.
Ketua umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr Aman Bhakti Pulungan, mengatakan kasus corona di Tanah Air bisa melebihi data yang disajikan pemerintah.
Hal ini didasari masih kurangnya lab pemeriksaan Whole Genom Sequencing (WGS) di Indonesia.
"Pastilah ada di daerah-daerah, karena kita sudah pergi kemana-mana. Masalahnya tidak setiap kasus dideteksi atau ada disistem secara sampling. Atau setiap rumah sakit melakukan WGS secara berkala. Harusnya pemerintah ada data dan tata kelola yang transparan seperti yang dianjurkan WHO," kata Aman dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (18/6/2021).
Baca juga: Kasus Covid-19 Melonjak, Tamu Presiden Jokowi Wajib Pakai Masker, Faceshield & Tes PCR
Ia mengatakan, WHO mengajurkan negara harus transparan dalam penyajian data temuan kasus Covid-19.
Namun disadari di Indonesia sendiri, lab uji varian baru masih sangat terbatas.
Untuk itu dr. Aman meminta pemerintah bisa segera menambah laboratorium pemeriksaan sebagai upaya untuk mengontrol penyebaran varian virus corona baru ini.
"Laboratorium WGS kita tidak sampai 10, tidak sampai di seluruh provinsi. Jadi kita seperti berjalan pada situasi gelap atau mata tertutup untuk mendeteksi masalah apa," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Pokja Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Erlina Burhan menambahkan, hambatan lain yang dihadapi dalam pemeriksaan uji lab adalah kurangnya sumber daya manusia (SDM) terlatih.
"Dan itu membutuhkan alat yang canggih, SDM terlatih, dan harga reagen yang sangat mahal," kata dia.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menetapkan 9 jenis laboratorium pemeriksaan COVID-19, sebagai upaya kesinambungan pemeriksaan screening spesimen COVID-19.
Jenis-jenis Lab itu ditetapkan Menkes Budi dalam Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/4642/2021 tentang Penyelenggaraan Laboratorium Pemeriksaan COVID-19.
Keputusan Menteri Kesehatan itu ditetapkan pada 11 Mei 2021.
Sembilan jenis Lab tersebut antara lain Laboratorium Klinik, Laboratorium yang ada di dalam fasilitas pelayanan kesehatan, Laboratorium Kesehatan Daerah, Balai atau Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit, Balai Besar Laboratorium Kesehatan, Laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, serta Laboratorium Riset di Lingkungan Perguruan Tinggi Atau Institusi Mandiri Non Perguruan Tinggi.
"Lab pemeriksaan COVID-19 harus memenuhi persyaratan paling sedikit Standar Laboratorium Bio Safety Level 2 (BSL-2), serta sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan dan validasi pemeriksaan COVID-19," ujar Menkes dalam keterangan yang diterima, Kamis (20/5/2021).
Lab yang telah memenuhi persyaratan harus memberitahukan kesiapan untuk pemeriksaan COVID-19 kepada dinas kesehatan provinsi untuk dilakukan penilaian dengan tembusan dinas kesehatan kabupaten/kota.
Sembilan jenis Lab itu harus mencakup Lab rujukan nasional, Lab Pembina provinsi, dan Lab pemeriksa.
Dijelaskan dalam Keputusan Menteri Kesehatan, Lab rujukan nasional merupakan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Kementerian Kesehatan.
Laboratorium pembina provinsi merupakan laboratorium pemeriksa yang diberi tugas tambahan untuk membantu dinas kesehatan provinsi untuk melakukan pembinaan kepada laboratorium pemeriksa.
Sementara Lab pemeriksa merupakan Lab penerima spesimen untuk pemeriksaan COVID-19 dari rumah sakit, dinas kesehatan, laboratorium kesehatan, atau fasilitas kesehatan lainnya.
Setiap Lab memiliki kapasitas pemeriksaan yang ditentukan oleh banyak faktor, seperti ketersediaan logistik, peralatan laboratorium, dan sumber daya manusia untuk pelaksanaan kegiatan pemeriksaan maupun pencatatan dan pelaporan.
"Diperlukan pengaturan untuk menjamin semua Lab yang terlibat dalam pemeriksaan COVID-19 mempunyai standar dan bekerja dalam kapasitas maksimal, sehingga didapatkan hasil pemeriksaan spesimen COVID-19 yang cepat dan valid," tambah mantan wamen BUMN ini.
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota perlu melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Lab Pemeriksaan COVID-19 ini.