TRIBUNNEWS.COM - Ratusan warga Madura unjuk rasa memprotes penyekatan yang diberlakukan di Jembatan Suramadu.
Warga yang menamakan dirinya Koalisi Masyarakat Madura Bersatu menggelar aksi tersebut di Balai Kota Surabaya pada Senin (21/6/2021) siang.
Dalam tuntutannya, warga menolak adanya penyekatan dan penerapan tes swab Antigen di Jembatan Suramadu.
Pakar Epidemiologi dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, dr Windhu Purnomo, menilai hal itu wujud tidak efektifnya kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro.
Windhu memandang lebih baik pemerintah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tingkat wilayah aglomerasi.
Baca juga: Sebut PPKM Mikro Tak Efektif, Pakar Epidemiologi Sarankan PSBB Wilayah Aglomerasi
"Orang kerja di Surabaya berasal dari Mojokerto, Gresik, Sidoarjo, dan sekitarnya (termasuk Bangkalan)."
"Seharusnya pembatasannya PSBB satu wilayah aglomerasi, di luar itu tidak bisa berpindah wilayah," ungkap Windhu saat dihubungi Tribunnews.com, Senin (21/6/2021) malam.
Sehingga, lanjut Windhu, tidak ada perasaan didiskrimasi seperti yang dirasakan masyarakat Bangkalan.
"Contoh di Surabaya, nggak bisa dibiarkan seperti itu, orang Bangkalan merasa didiskriminasi."
"Biar nggak ada perasaan diskriminasi, betul-betul wilayah PSBB sepenuhnya," ungkap Windhu.
Baca juga: Sikapi Usulan Lockdown, KSP: PPKM Mikro Masih yang Paling Tepat
Aglomerasi artinya gabungan dari sejumlah kabupaten/kota yang mana aktivitas masyarakatnya tidak bisa terlepas satu sama lain.
Diketahui wilayah aglomerasi Surabaya terdiri dari Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, dan Sidoarjo, dan Lamongan (Gerbangkertosusila).
Tuntutan Warga
Adapun dalam tuntutannya, warga Bangkalan menolak adanya penyekatan dan penerapan tes swab Antigen di Jembatan Suramadu.
Perwakilan pendemo, Musfiqul Khoir mengatakan, dengan semakin seringnya warga melakukan tes antigen, dikhawatirkan menyebabkan luka di rongga hidung.
"Kami khawatir ada warga infeksi. Sebab, bukan tak mungkin setiap hari mengikuti swab antigen," katanya, sebagaimana dikutip dari Surya.
Baca juga: Madura Disebu Vaksin, Ketua Satgas Tinjau Vaksinasi untuk 2.000 Orang di Bangkalan
Selain kekhawatiran adanya infeksi, warga juga menolak penyekatan karena lokasi isolasi mandiri bagi warga yang dinyatakan positif dianggap tidak layak.
"Gedung Badan Pengembangan Wilayah Surabaya Madura (BPWS), misalnya, seharusnya Prokesnya bisa ditingkatkan sebab ini sudah ada anggarannya. Kalau fasilitas tidak memenuhi, jangan-jangan anggarannya dipakai untuk yang lain," katanya.
Tidak hanya itu, menurut Musfiqul Khoir, penyekatan di Jembatan Suramadu itu juga dianggap dikriminatif.
Pasalnya, penyekatan diberlakukan karena meningkatnya kasus Covid-19 di Bangkalan. Namun, penyekatan dilakukan terhadap seluruh warga di Madura.
"Bangkalan punya 18 kecamatan dan hanya 4 kecamatan yang di zona merah," katanya.
"Namun, kenapa yang harus menanggung akibatnya masyarakat se-Bangkalan? Bahkan, penduduk di tiga kabupaten lainnya juga ikut terimbas?" katanya.
Dibanding melakukan swab massal di pintu keluar jembatan Suramadu, pendemo meminta Pemkot membantu Pemkab Bangkalan melakukan pendekatan lain.
Yakni, dengan melaksanakan pembatasan di masing-masing kecamatan yang masuk zona merah tersebut.
"Kalau memang ingin membantu warga Bangkalan, silakan Pemkot Surabaya datang dan swab warga di empat kecamatan ini. Per-KK (Kepala Keluarga) pun kami bantu," tegas pendemo berapi-api.
Dari hasil swab tersebut, dilanjutkan tracing. Sehingga, penularan bisa lebih efektif dicegah.
Berita penanganan covid lainnya
(Tribunnews.com/Gilang Putranto/Daryono) (Surya/Fatimatuz Zahro)