TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Pemerintah telah memutuskan untuk melakukan pengetatan aktivitas masyarakat sebagai upaya pengendalian kasus Covid-19 yang trennya terus mengalami peningkatan pasca libur Idul Fitri.
Langkah ini tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 tahun 2021.
Pengetatan tersebut dibagi berdasarkan zonasi risiko tingkat kabupaten/kota.
Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Prof Wiku Adisasmito mengungkapkan zonasi kabupaten/kota bersifat dinamis sehingga menjadi sebuah kewajiban Pemerintah Daerah (Pemda) untuk memantau secara berkala pergerakan (tren) zonasi ini.
“Pemerintah Daerah harus lebih peka dalam membaca data tren zonasi di wilayahnya. Jika lebih dari seminggu zonasi masih tetap di zona oranye atau merah, maka upaya penanganan seperti PPKM Mikro harus dievaluasi,” kata Wiku dalam siaran persnya, Rabu (23/6/2021).
Baca juga: Anggota DPR yang Terpapar Covid-19 Terus Bertambah, Kini Menjadi 17 Orang
Dengan seperti itu diharapkan dapat melatih kemampuan daerah untuk menjalankan upaya gas-rem yang baik, berdasarkan sensitivitas yang tinggi terhadap kondisi kasus Covid-19 .
Tak hanya itu, pemerintah juga terus memotivasi optimalisasi PPKM Mikro dan fungsi posko.
Pada prinsipnya, kata Wiku, ketika suatu kabupaten/kota diinstruksikan oleh pemerintah provinsi untuk menjalankan PPKM Kabupaten/Kota, maka secara otomatis seluruh desa/kelurahan yang ada di bawahnya menjalankan PPKM Mikro.
Baik PPKM Kab/Kota maupun PPKM Mikro sama-sama merupakan upaya pengendalian.
“Hal yang membedakan adalah PPKM Kab/Kota bertujuan untuk memonitor sektor-sektor besar seperti restoran, pusat perbelanjaan, perkantoran, dan sektor lainnya, termasuk memonitor implementasi PPKM Mikro. Sedangkan PPKM Mikro berfungsi secara spesifik untuk mengawasi kegiatan di masyarakat yang umumnya sulit untuk dikendalikan,” papar Wiku.
Selain itu, pemerintah juga memaksimalkan pencegahan lonjakan kasus melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri PANRB.
Melalui ini, pemerintah memutuskan tiga perubahan ketetapan hari libur nasional, yaitu Hari Libur Nasional Tahun Baru Islam 1443 Hijriah dan Maulid Nabi Muhammad SAW masing-masing dimundurkan 1 hari menjadi Rabu, 11 Agustus 2021 dan Rabu, 20 Oktober 2021, serta peniadaan Cuti Bersama Hari Raya Natal pada 24 Desember 2021.
Satgas menekankan, ketetapan ini bukan untuk melanggar hak pekerja, namun semata-mata sebagai bentuk antisipatif peluang lonjakan kasus setelah periode libur panjang.
“Saya perlu tekankan di sini bahwa kebijakan pemerintah dalam menggeser hari libur merupakan upaya untuk mencegah terjadinya lonjakan kasus pasca libur panjang” pungkasnya.