TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah gerah dengan perilaku para tokoh publik yang terus mempromosikan keyakinan pseudo-ilmiah dan spekulatifnya.
Mereka mempengaruhi masyarakat bahwa pandemi Covid-19 adalah konspirasi.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir mengungkapkan keprihatinan karena pernyataan mereka ikut menjadi aspek memburuknya penyebaran dan penanganan pandemi.
“Masih ada (orang yang anti Covid-19 dan anti vaksin). Baik karena ketidaktahuannya, atau juga karena ketahuannya, artinya karena ilmunya yang salah kaprah," ujar Haedar di forum Resepsi Milad 50 Tahun RS Islam Jakarta Cempaka Putih, Rabu (23/6/2021).
Ia gerah di tengah fakta kasat mata 3,8 juta korban meninggal dunia karena Covid-19, masih ada orang yang mengaitkan ini dengan konspirasi.
Haedar mengatakan seolah-olah mereka merasa tahu padahal sesungguhnya tidak tahu atau sok tahu.
"Atau merasa tahu di bidangnya tetapi tidak diuji dengan pandangan lain. Muncul teori konspirasi, muncul teori-teori politik yang macam-macam bahwa Covid ini adalah buatan untuk menciptakan berbagai hal, pembunuhan manusia secara masif," ujar Haedar.
"Pandangan-pandangan ini kalau bagi mereka yang masih awam Insyaallah masih bisa dipahamkan. Yang paling repot itu mereka yang merasa tahu padahal sesungguhnya tidak tahu atau sok tahu,” keluh Haedar.
Perilaku mereka menurut Haedar tidak bertanggungjawab.
Bahkan ada sejumlah orang yang mengutip ilmu agama yang menurutnya sejatinya ayat tersebut tidak pas jika dikaitakan dengan situasi hari ini.
Baca juga: Indonesia Urutan Kelima Penambahan Kasus Covid-19 Tertinggi di Dunia
“Kenapa sih takut Covid, takut itu kepada Allah, inna shalati wa nusuki wa maa yahya lillahi rabbil alamin’, menggunakan ayat itu tidak pas itu, tidak di situ tempatnya,” imbuh Haedar.
Haedar berpesan agar mereka yang berkeyakinan konspiratif mengajukan data yang mereka punya ke pengadilan internasional.
Hal itu baik dilakukan menurutnya daripada orang-orang itu terus mengeluarkan pernyataan yang menimbulkan fasad (destruktif).
“Masyarakat agar semakin berdisiplin tinggi mengikuti protokol kesehatan. Sebaiknya jangan bepergian kecuali yang sangat mendesak, urgen, dan aman secara prokes. Kegiatan yang melibatkan banyak orang dan tidak urgen semestinya dihentikan seperti rekreasi, studi banding, pertemuan, dan sejenisnya,” tutur Haedar.