News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penanganan Covid

Akurasinya Disebut Rendah, Ini Penjelasan Pengembang GeNose

Penulis: Reza Deni
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Grafik pemeriksaan tes GeNose C19 dari pemudik yang baru saja tiba di Terminal Terpadu Pulo Gebang, Jakarta Timur, Selasa, (18/5/2021). Pantauan Tribunnews di lapangan, terdapat empat penumpang yang terindikasi terpapar Covid-19 berdasar uji rapid test antigen. Berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI Jakarta, kasus aktif di Jakarta bergerak fluktuatif selama dua pekan terakhir. Pada tanggal 3 Mei 2021 ada peningkatan kasus aktif dari 7.039 menjadi 7.266 pada 15 Mei 2021. Pencatatan itu mengalami penurunan menjadi 7.146 pada 16 Mei 2021. Tribunnews/Jeprima

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -   Juru Bicara GeNose C19, Mohamad Saifudin Hakim buka suara soal polemik tes GeNose yang didesak untuk disetop penggunaannya sebab disinyalir menjadi salah satu biang dari naiknya kasus Covid-19 di Indonesia.

GeNose juga dituding tak akurat karena mengeluarkan hasil tes palsu.

Hakim menekankan, semua pihak termasuk peneliti dan pengembang, distributor, operator, maupun masyarakat pengguna perlu sama-sama dapat memastikan agar tata cara penggunaan alat GeNose C19 sesuai dengan SOP.

Misalnya, Hakim menyebut salah satu yang perlu diperhatikan adalah lokasi penempatan alat.

Baca juga: Muncul Desakan Tes GeNose Disetop, Adian Napitupulu Sebut Rakyat Kecil Paling Terpukul

GeNose C19, menurutnya harus diletakkan di ruangan yang memiliki saturasi udara satu arah.

"Dia sudah memiliki fitur analisis lingkungan yang otomatis mengevaluasi saturasi partikel di sekelilingnya. Operator hanya perlu melakukan mode flushing untuk memeriksa udara atau lingkungan di sekitar alat selama 30 hingga 60 menit sebelum menjalankan alat," kata Hakim dalam keterangan yang diterima, Sabtu (26/6/2021).

Pada softwarenya, Hakim menyebut GeNose akan memberi tanda pada layar monitor laptop bahwa lingkungan sudah mendukung atau belum.

Tanda warna hijau dan tulisan GO artinya sudah bisa digunakan, sedangkan warna kuning atau merah dengan tanda seru berarti belum OK atau mendukung untuk mengoperasikan GeNose C19.

"Jika memaksa GeNose C19 beroperasi ketika kondisi lingkungannya belum OK, maka hasil tes bisa tidak tepat. Sebagai pengembang GeNose C19, tim peneliti juga telah menyiapkan mekanisme pemantauan penggunaan alat, pemutakhiran perangkat kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). Secara berkala dan berkelanjutan serta terus disampaikan melalui produsen maupun distributor," kata Hakim.

Saat ini, lanjut Hakim, GeNose C19 tengah menjalani proses validitas eksternal yang melibatkan tiga universitas.

"Hal ini merupakan bagian dari post marketing analysis, yakni ketika GeNose C19 sudah digunakan oleh masyarakat umum. Uji validitas eksternal bertujuan untuk menambah data dan memperkuat kerja AI," tambahnya.

Pakar di tiga universitas, yakni Universitas Andalas, Universitas Indonesia (UI), dan Universitas Airlangga (Unair) menjadi penguji independen alat GeNose C19.

"Ethical clearance sudah keluar untuk UI dan Unair," tutur Hakim.

Persetujuan etik, Hakim melanjutkan, bertujuan untuk memastikan penelitian GeNose C19 bekerja sesuai kaidah ilmiah.

"Seluruh penelitian yang menggunakan manusia sebagai subyek penelitian harus mendapatkan Ethical Clearance atau Keterangan Lolos Kaji Etik," ujarnya.

Uji validitas eksternal telah dimulai sejak bulan April di Universitas Andalas. Selanjutnya, Rumah Sakit UI memulai tahap uji tersebut pada bulan Juni.

"Kemudian, Unair dan RSUPN dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) akan mulai uji validitas eksternal GeNose C19 pada akhir bulan Juni 2021" katanya.

Periode uji validitas dikatkana Hakim berlangsung empat sampai enam bulan, tergantung perjanjian dengan masing-masing institusi tersebut.

"Hasil uji validitas belum keluar, karena prosesnya masih berjalan," pungkas Hakim.

Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi meminta penggunaan GeNose (alat screening Covid-19) disudahi.

Menurutnya, GeNose memiliki tingkat akurasi yang rendah sehingga berpotensi menimbulkan false negatif.

"GeNose untuk syarat perjalanan atau syarat lainnya, sebaiknya distop saja. Banyak kasus akurasinya mengindikasikan rendah. Dikhawatirkan menghasilkan negatif palsu," kata Tulus dikonfirmasi Tribunnews.com, Selasa (22/6/2021).

YLKI menilai faktor harga semestinya bukan menjadi pertimbangan utama alat buatan para ahli dari Universitas Gadjah Mada (UGM) digunakan menggantikan alat lainnya yang lebih secara akurasi lebih teruji.

"Untuk apa harga murah jika mengancam keamanan dan keselamatan diri dan orang lain? Sebaiknya pilihan antigen (minimal) demi keamanan dan keselamatan bersama," tutur Tulus.

Layanan tes skrining Covid-19 menggunakan GeNose C19 mulanya digunakan hanya untuk pengguna transportasi kereta api.

Namun kekinian, para penumpang pesawat juga sudah mulai menggunakan GeNose sebagai sebagai syarat perjalanan.

Tulus menambahkan tingkat akurasi yang baik ini membuat wabah Covid-19 akan lebih bisa dikendalikan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini