Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Fenomena banyak yang terpapar virus corona meski sudah vaksin memunculkan pertanyaan, perlukah vaksin penguat atau vaksin booster?
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dr Slamet Budiarto menyatakan pemerintah perlu mempertimbangkan adanya pemberian dosis tambahan vaksin Covid-19 khusus bagi dokter dan tenaga kesehatan.
Alasannya, pemberian suntikan dosis tambahan diklaim memberikan perlindungan maksimal untuk nakes yang sangat rentan terpapar Covid-19.
Baca juga: Ada Dokter Meninggal Meski Telah Divaksinasi Covid-19, Pemerintah Diminta Upayakan Vaksin Booster
Baca juga: Insentif Nakes dan Dana Bantuan Covid-19 Daerah Rawan Penyimpangan, BPK Didesak Lakukan Audit
"Ini untuk nakes ya. Karena kalau melihat fenomena yang sudah vaksin itu mereka terkena sakit dengan gejala sedang, berat, bahkan meninggal dunia.
Mungkin karena jumlah virus Covid-19 di rumah sakit jauh lebih tinggi daripada yang di luaran sana," kata dia saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (30/6/2021).
Meski sampai saat ini, belum ada satupun vaksin Covid-19 yang menjamin 100 persen efektif terhadap virus corona, ia mengatakan ada sejumlah tenaga kesehatan mengalami sakit gejala Covid-19 dengan gejala sedang, berat, bahkan meninggal.
"Jumlah virus di RS itu banyak, sehingga mudah menular ke dokter atau nakes. Diperlukan suntikan booster sekali lagi untuk para dokter dan tenaga kesehatan.
Karena kalau jumlah bed-nya cukup tapi nakesnya sakit, tidak ada yang merawat.
Tapi untuk masyarakat cukup dua kali karena tidak di ruangan yang banyak virus," jelas dr.Slamet.
Terkait data pasti jumlah dokter ataupun tenaga kesehatan yang terpapar Covid-19 dengan derajat sedang hingga meninggal setelah mendapat vaksinasi, dr Slamet tidak menyebutkan detailnya.
"Itu setiap rumah sakit ada. Tapi IDI belum ada data (pastinya)," terang dia.\
Sementara itu, Guru besar FKUI Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan, sampai saat ini belum ada hasil penelitian ilmiah yang valid mengenai kajian pemberian vaksinasi dosis ketiga ini.
"Belum ada hasil penelitian ilmiah yg sahih ttg bagaimana sebaiknya dosis ke 3 ini dilakukan," ujarnya saat dikonfirmasi.
Selain itu menurut Prof.Tjandra, terkait data efektifittas vaksin sendiri masih terus dikumpulkan dan dikaji agar menjadi dasar pengambilan kebijakan lanjutan.
"Untuk efektivitas vaksin maka dikumpulkan saja data secara metodologi penelitian yg sahih dan lalu dikaji dgn kaidah ilmiah. Hasil analisa ilmiah inilah yg kemudian dijadikan dasar pendapat utk pengambilan kebijakan," kata mantan direktur WHO Asia Tenggara.