Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus positif virus corona (Covid-19) yang terus mengalami peningkatan seiring munculnya varian B.1.617.2 (Delta) tentunya menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat.
Terlebih pemerintah telah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat sejak 3 Juli hingga 20 Juli mendatang, ini 'menandai' semakin gentingnya situasi pandemi saat ini.
Terkait hal ini, Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengatakan bahwa penting bagi masyarakat untuk mewaspadai Covid-19), termasuk varian Delta.
Baca juga: Lonjakan Covid-19 Mencemaskan, Simak Tips Jaga Pikiran Positif untuk Tingkatkan Imunitas Tubuh
Baca juga: Dipercaya Bisa Obati Covid-19, Susu Beruang Jadi Rebutan, Dokter dan Ahli Gizi Beberkan Fakta Lain
Namun mereka tidak boleh panik dalam menghadapi virus ini.
"Waspada penting, tapi panik tidak boleh," ujar Dicky, kepada Tribunnews, Selasa (6/7/2021).
Baca juga: Potensi Paparan Varian Delta Di Indonesia Lebih Dari 20 Persen, Epidemiolog Beri Saran Ini
Baca juga: Varian Delta Serang Semua Kelompok Usia, Epidemiolog: Lansia-Penderita Komorbid Rentan Terinfeksi
Ia kemudian menjelaskan bahwa 20 persen dari total penderita Covid-19 di dunia memang masuk kategori sedang hingga berat.
Sehingga tentunya akan membutuhkan perawatan di rumah sakit.
"Ini adalah penyakit yang 20 persen dari penderitanya akan membebani atau memerlukan perawatan rumah sakit," jelas Dicky.
Sementara itu, sebagian kecil atau 5 persen diantaranya akan memerlukan perawatan intensif di ruang ICU.
"5 persen (diantaranya) akan memerlukan ICU," kata Dicky.
Sedangkan sebagian besar yakni 80 persen penderita Covid-19 menunjukkan gejala yang ringan, bahkan ada puka yang masuk kategori Orang Tanpa Gejala (OTG).
Oleh karena itu menurutnya, penderita Covid-19 lebih banyak yang bisa melakukan isolasi mandiri (isoman) di rumah.
"Tapi yang 80 persen itu ya banyaknya tidak bergejala atau gejalanya ringan, sehingga mereka cukup isolasi mandiri," tutur Dicky.