News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Penjelasan Terapi Plasma Konvalesen, Cara Kerja hingga Perbedaan dengan Vaksin

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Arif Fajar Nasucha
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang penyintas Covid 19 mendonorkan plasma konvalesen di Unit Transfusi Darah (UTD) PMI Lampung, Jalan Sam Ratulangi, Penengahan, Tanjungkarang Barat, Jumat (25/6/2021).

TRIBUNNEWS.COM - Terapi plasma konvalesen menjadi satu dari beberapa metode penanganan pasien Covid-19.

Wakil Direktur Pendidikan dan Penelitian RS Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), dr Tonang Dwi Ardyanto menyebutkan, plasma konvalesen telah dikenal lama sebagai salah satu metode terapi pada berbagai kondisi.

"Terutama pada situasi-situasi pandemi, di mana ada penyakit baru, kita belum banyak mengenal, maka dilakukan (terapi) dengan cara plasma konvalesen," ungkap Tonang saat dihubungi Tribunnews.com, Minggu (11/7/2021).

Tonang menyebut terapi plasma konvalesen berpijak pada pemahaman seorang penyintas infeksi, setelah sembuh akan membentuk antibodi dalam tubuhnya.

Wakil Direktur Pendidikan dan Penelitian RS UNS, dr Tonang Dwi Ardyanto saat menjadi narasumber Tribunnews (tangkap layar Youtube Tribunnews.com)

Antibodi itu, lanjut Tonang, akan disimpan dalam plasma darah orang tersebut.

Baca juga: Cara dan Panduan Protokol Isolasi Mandiri di Rumah Menurut Kementerian Kesehatan

"Dari hal itu kita berusaha membantu, kalau ada orang yang sedang kena infeksi sementara orang tersebut belum punya antibodi, maka kita bantu dengan cara memberikan plasma dari orang yang sudah sembuh dari suatu infeksi," jelas Tonang.

Sementara itu dalam infeksi Covid-19, acuannya adalah penyintas penyakit itu diharapkan sudah membentuk antibodi.

Plasma penyintas Covid-19 itu kemudian diberikan kepada orang lain yang sedang menghadapi infeksi virus corona.

"Harapannya, antibodi yang diberikan melalui plasma ini tadi dapat membantu untuk melawan infeksi yang sedang berjalan," ujar Tonang.

Terapi plasma konvalesen, lanjut Tonang, bisa dipahami sebagai transfer antibodi antara penyintas suatu infeksi kepada orang yang sedang menghadapi infeksi.

Baca juga: Laporkan ke 081113110110 Jika Jadi Korban atau Menemukan Oknum Penimbun Obat dan Alkes Covid-19

Cara Kerja Plasma Konvalesen

Tonang menjelaskan, terapi plasma konvalesen diberikan dengan cara mengambil plasma darah yang mengandung antibodi dari donor, lalu ditransfusikan kepada pasien yang membutuhkan.

Adapun tentang metode transfusi darah, Tonang menyebut masyarakat mesti memahami metode ini.

"Kalau dulu orang tahunya ada darah yang diberikan seorang donor kepada pasien. Sekarang pemahaman transfusi darah itu adalah transfusi produk darah," ungkap Tonang.

Produk darah bisa mencakup sel darah, maupun plasma darah.

"Dalam konsep transfusi darah sekarang ini, sudah memilih memberikan yang namanya komponen darah."

"Artinya, dari satu darah utuh, orang butuh plasmanya, maka yang diberikan plasmanya saja," jelas Tonang.

Baca juga: Ketua DPD RI Imbau Penyintas Donorkan Plasma Konvalesen Bantu Pasien Covid-19

Demikian juga apabila ada yang membutuhkan trombosit, maka yang diberikan hanya trombositnya saja.

Atau misal ada yang membutuhkan sel darah merah, maka yang diberikan hanya sel darah merahnya saja.

"Khusus untuk yang Covid-19 ini, dimaksudkannya adalah memberikan antibodi."

"Kalau dalam kondisi biasa, transfusi plasma itu sebetulnya untuk memberikan faktor pembekuan darah," ungkap Tonang.

Beda dengan Vaksin

Ilustrasi vaksin Covid-19 (Oli SCARFF / AFP)

Sementara itu plasma konvalesen tidak bisa dibandingkan dengan vaksin untuk Covid-19.

Target plasma konvalesen dengan vaksin disebut Tonang memiliki perbedaan.

"Kalau plasma konvalesen ini sifatnya adalah memberikan antibodi yang sudah jadi, dari seseorang ke orang lain," ungkapnya.

Sedangkan vaksin, bermaksud merangsang tubuh supaya membentuk antibodi.

Sementara itu terapi plasma konvalesen diberikan pada pasien infeksi virus corona yang keadaannya sudah berat.

Terapi ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan kondisi sedang atau ringan.

"Ini ada pertimbangan ilmiahnya. Karena justru pada yang berat inilah kita berharap ada sisi keuntungan daripada sisi risiko yang mungkin timbul," kata Tonang.

Berita lain terkait Virus Corona

(Tribunnews.com/Gilang Putranto)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini