"Dalam konteks itulah, saya memandang perdagangan vaksin via apotek semakin kuat mengindikasikan bahwa Pemerintah sendiri kini justru abai terhadap sistem prioritas yang pernah dibangunnya sendiri."
"Untuk mengujinya gampang, coba sajikan data, berapa persen orang-orang dari kelompok prioritas yang telah divaksin. Lalu tanyakan ke Pemerintah, bagaimana komersialisasi vaksin bisa mempercepat tuntasnya vaksinasi bagi seluruh anggota kelompok-kelompok prioritas tersebut," tegasnya.
Lebih lanjut Abdul menegaskan pemerintah perlu menyelamatkan perkonomian negara yang kian mendekati titik kolaps.
Karena demi kepentingan seluruh masyarakat Indonesia, terutama masyarakat lapisan bawah yang pastinya terdampak paling hebat.
Untuk itu Abdul meminta pemerintah untuk mengerahkan kreativitas guna menemukan terobosan-terobosan ekonomi yang lebih prospektif sekaligus sensitif terhadap masyarakat.
"Dan perdagangan vaksin pada masa sekarang, menurut saya, tidak patut menjadi terobosan itu," pungkasnya.
Baca juga: Hasan Basri Nilai Vaksin Berbayar Tidak Etis dan Tidak Sesuai Prinsip Keadilan
Jangan Mencari Untung dengan Memeras Rakyat
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Netty Prasetiyani Aher menilai kebijakan vaksinasi Covid-19 berbayar sebagai cara mencari untung dari rakyat.
Sebelumnya pemerintah melalui Kimia Farma memberlakukan vaksinasi berbayar senilai Rp879.140 per dua dosis bagi individu atau perorangan.
"Vaksinasi untuk mengatasi bencana non-alam seperti pandemi adalah tanggung jawab negara terhadap keselamatan rakyatnya. Setiap individu harus mendapat akses yang sama dan merata melalui vaksinasi gratis."
"Jadi, opsi vaksin berbayar seperti upaya mencari keuntungan dengan memeras rakyat," ungkap Netty dalam keterangannya, Senin (12/7/2021).
Anggota Komisi IX DPR RI ini mengakui kebijakan ini belum didiskusikan dengan DPR.
Baca juga: Kimia Farma Tunda Pelaksanaan Vaksinasi Mandiri Berbayar, Sebut akan Perpanjang Masa Sosialisasi
"Tidak ada diskusi dengan Komisi IX terkait vaksinasi gotong royong bagi individu atau perorangan. Kebijakan yang sudah disetujui adalah vaksinasi gotong royong yang dibiayai perusahaan."
"Itu pun diizinkan dengan banyak catatan. Sekarang tiba-tiba muncul kebijakan vaksin berbayar untuk individu," jelas Netty.