News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Sosok Ini Bongkar Kejanggalan Pendapat dr Lois Sejak Awal 2021, Singgung Kondisi Kejiwaan

Editor: Anita K Wardhani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sosok Ini Bongkar Kejanggalan Pendapat dr Lois Sejak Awal 2021, Singgung Kondisi Kejiwaan

TRIBUNNEWS.COM - Publik dihebohkan dengan viraknya pendapat dari seorang dokter yang dengan lantang mengatakan jika Covid-19 tidak ada.

Bahkan dirinya dengan berani menentang, bahkan melawan sejawatnya, sesama dokter yang percaya pandemi Covid-19 ini real.

Dia adalah dokter Lois Owien.

Jika masyarakat awam melihat postingan dr Lois Owien di instagramnya @dr_Lois7, tidak sedikit masyarakat yang menyetujui bahkan mendukungnya.

Baca juga: Akui Pernyataannya Soal Covid-19 Salah, Lois Owien Tak Ditahan Meski Jadi Tersangka

Baca juga: Tak Percaya Covid, dr Lois Ditangkap, Jejak Digitalnya Sebut Raffi Ahmad Akan Meninggal Usai Vaksin

Malah ada juga yang mengakuinya sebagai harapan baru bangi Indonesia di masa pandemi Covid-19 yang berkepanjangan ini.

Tapi untuk sebagian pihak, semua unggahan yang merupakan pendapatnya mengenai pandemi Covid-19 ini terbilang aneh dan menyesatkan.

Postingan dr Lois Owien (Instagram @dr_lois7)

Dan ternyata menurut pihak yang melek ilmu kesehatan, medis, termasuk dokter, pendapat dokter d Lois ini bukan baru kali ini saja. Sejak awal 2021 sudah ada.

Menurut unggahan Mila Anasanti, pemilik akun @anasanti_mila, yang di laman twitternya mengaku Background saya riset kesehatan, dokter Lois ini sudah dibahasnya juga oleh orang lain pada sejak Januari lalu.

Menurut cuitannya di Twitter, "@LsOwien ini sudah pernah bikin akun IG dan FB berkali-kali, dan berkali-kali pula dibanned. Eh ternyata malah muncul di twitter bahkan tv."

Tangkap layar video Lois Owien yang diunggah di Instagram @dr.tirta. (Instagram @dr.tirta)

Mila pun tak segan mengajak khalayak di Tiwtter untuk report beramai-ramai agar akunnya menghilang.

"Atau paling tidak kita sebarkan bahwa yg bersangkutan tidak layak dijadikan rujukan," paparnya.

Untuk membuktikan jika dokter Lois tidak pantas menjadi rujukan, dan diikuti, Mila pun mengunggah sebuah unggahan dari pemilik akun dengan nama Mohammad Muchlis di FB.

Dalam unggahannya Mohammad Muchlis, disebutkan jika dokter L telah mencatut nama Mayjen Made untuk mendukung pendapatnya.

Padahal itu semua tidak benar. Sebab yang benarnya seperti berikut ini;

Dokter Lois mencatut nama seorang Jendral. Disebut mendukungnya padahal tidak. ()

Hal lainnya, Mila Anasanti pun mengatakan "Lois ini kalau kita netralpun bisa melihat dari status-statusnya kalau yang bersangkutan ada kelainan."

"Dari yang mengaku punya kuasa penuh, rapat dengan para pemegang kebijakan luar negri, bicara dengan Trump, mengaku paling jenius sedunia mengalahkan Einstein, dll."

Tak sampai disitu, Mila Anasanti pun merespon semua pendapat dr lois.

"1. Pandemi covid tidak real, banyak yang sakit sebabnya karena stres

Masak iya mendadak di tahun 2020-2021 orang stress berbarengan? Please, gunakan common sensenya.

2. Tidak ada covid, pemeriksaan harusnya berdasarkan anamnesa dokter, bukan alat. Masak OTG dibilang sakit hanya karena positif PCR?

Pernyataan ini sangat aneh, dokter itu bukan dukun yg (mengaku) bisa menerawang.

80% penyakit untuk menegakkan diagnosa memang didapatkan dari anamnesa, tapi sisanya tetap butuh alat untuk mendiagnosa secara akurat.

Makanya kita kenal banyak alat yg diperlukan seperti PCR, MRI, CT scan, USG, dll. Apa iya semua alat itu dianggap ga perlu?

3. PCR hasilnya bisa berubah semaunya. Bu Lois bahkan merasa bisa mengganti-ganti PCR dari positif hingga negatif terus positif lagi.

Saya yakin Bu Lois kemungkinan besar tidak pernah pegang PCR, karena tidak paham cara kerjanya.

Begini ya, ingat kenapa dulu Indonesia terkesan lama tidak mengumumkan kasus COVID-19? Ini semata karena Indonesia SAAT ITU BELUM BISA MENDETEKSI COVID-19.

Padahal RT-PCR itu sudah ada di Indonesia sejak lama jauh sebelum covid.

Tapi saat itu kita belum punya PROBE covid yg merupakan bagian penting RT-PCR untuk bisa menetapkan & membedakan apakah virus corona yg diperiksa benar-benar SARS-Cov2 penyebab covid.

Ingat, virus corona itu ada banyak, bahkan jauh sebelum covid, tapi kita butuh spesifik untuk bisa mendeteksi SARS-Cov2 yg lebih ganas dari virus corona yg pernah ada.

Probe didapat dari sequencing genom, alias membaca urutan genetik kode RNA virus, & diambil bagian yg merupakan ciri penanda.

Selanjutnya probe ini berguna seperti template, kalau ada sample yg mengandung virus, dia akan mencocokkan urutan RNA nya apakah sesuai dengan probe yg spesifik SARS-Cov2 tadi.

Makanya akurasi PCR itu > 95% (hampir seakurat whole genome sequencing, cuma lebih murah):

Jadi, gak ada itu ceritanya PCR salah deteksi.

Kalau memang pemerintah bikin-bikin, harusnya dari awal heboh COVID-19 di dunia, negara kita sudah bisa mengumumkan kasus covid tanpa impor reagen & probe dari luar negri.

4. Yang meninggal karena dari RS, mereka meninggal karena interaksi antar obat yang diberikan RS.

Ini tuduhan berat ke semua RS di seluruh dunia.

Faktanya, banyak juga yang meninggal di rumah bukan di RS.

Bahkan prosentase yg sembuh dari RS jauuhh lebih banyak daripada yg meninggal, banyak yg meninggal juga karena telanjur parah ga segera dibawa ke RS akibat masifnya hoax RS mengcovidkan pasien.

Kalau ini cuma plandemi, kenapa semua RS di dunia melaporkan kesembuhan covid-19 ini 80%? Kenapa tidak dibuat 0% sekalian?

5. Interaksi antar obat bisa menyebabkan asidosis laktat yg menyebabkan kematian pasien

Nah, ini bagian yang paling sering diulang-ulang Lois.

Padahal yang benar, asidosis laktat adalah salah satu efek yang ditimbulkan dari infeksi virus COVID-19.

Asam laktat atau asidosis laktat ini diproduksi ketika kadar oksigen dalam darah rendah, terutama dalam sel.

Lagipula, interaksi obat apa dengan apa? Sebagian yg diberikan di RS adalah vitamin. Dan penelitian obat itu jalurnya lama & panjang untuk menjamin keamanannya.

Berbagai obat digabung justru untuk saling menguatkan efeknya, bukan sebaliknya. Dan tentu saja gabungan obat tidak bisa dengan mudah menyebabkan kematian.

Penelitian justru menemukan level acid dalam darah itu justru INDIKATOR AWAL keparahan covid, artinya ini bisa dideteksi sejak dini sebelum menuju parah, bukan dibalik.

Dan metabolik asidosis itu hanya SALAH SATU dari efek keparahan virus covid, tidak khas harus ini:...

Sindrom pernapasan akut merupakan akibat SARS-CoV-2 berikatan dengan reseptor angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) untuk memasuki sel target.

Penelitian telah menunjukkan reseptor ACE2 memiliki peningkatan aktivitas di cholangiocytes di mana SARS-COV-2 dapat menyebabkan kerusakan paru-paru yg bisa menyebabkan asidosis, ini karena efek hipoksia (kadar oksigen rendah dlm sel & jaringan tubuh)

6. Pandemi ini ujung-ujungnya jualan vaksin

Halooo masih ingat wabah SARS 2003 dan MERS? Itu sudah sampai dibikin vaksinnya tapi tidak jadi dilepas di pasaran.

Kok bisa?

(Salah satunya) Karena tidak ada OTG, sehingga penularan tidak tinggi dan wabah berhasil dikontrol tanpa vaksin.

Jadi tidak benar pandemi ini untuk jualan vaksin!

7. Pakai masker ga masuk akal, krn ga menutup telinga. Kalau virus bisa masuk hidung mulut, bisa masuk telinga jg donk?

Virus hanya bisa infeksi sel yg ada di membran mucus, sedang telinga & salurannya ada ear wax, & itu bkn membran mucus, Ibuu. Di FK dulu ga belajar anatomi?"

Yang membuat kaget, Mila Anasanti menggunggah hal berikut ini

Keterangan Lee Yeow tentang dokter Lois yang mengagetkan. ()

Artikel telah dipublikasikan GridHEALTH.id dengan judul Dibalik Pendapat Dokter Lois Owien, Akankah Dokter Tirta dan IDI Melanjutkan Prosesnya Setelah Mengetahui Hal Ini?

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini