TRIBUNNEWS.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengambil keputusan untuk membatalkan vaksin Covid-19 berbayar bagi individu yang sebelumnya direncanakan akan disalurkan melalui Kimia Farma.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung, di Istana Negara, Jakarta, Jumat (16/7/2021).
"Setelah mendapatkan masukan dan juga respons dari masyarakat, Presiden telah memberikan arahan dengan tegas untuk vaksin berbayar yang rencananya disalurkan melalui Kimia Farma semuanya dibatalkan dan dicabut," ungkap Pramono, dilansir setkab.go.id.
Sehingga dengan keputusan itu, seluruh vaksinasi akan tetap menggunakan mekanisme seperti yang telah berjalan saat ini yakni gratis bagi seluruh masyarakat.
"Semua vaksin tetap dengan mekanisme yang digratiskan seperti yang disampaikan oleh Bapak Presiden sebelumnya," imbuhnya.
Baca juga: Presiden Jokowi Meminta Vaksinasi Dipercepat, 19 Juta Vaksin di Daerah Belum Dipakai
Terkait Vaksinasi Gotong Royong, mekanismenya tetap dilakukan melalui perusahaan. Perusahaan akan menanggung seluruh biaya vaksinasi bagi karyawan.
Sense of Crisis
Dalam kesempatan tersebut, Pramono juga menyampaikan arahan tegas Jokowi kepada seluruh jajarannya di Kabinet untuk memiliki rasa kepekaan sosial dalam suasana pandemi ini.
"Presiden telah menegaskan bahwa dalam PPKM Darurat ini tentunya sense of crisis seluruh kementerian/lembaga, para pemimpin itu harus ada," ujarnya.
Terkait hal tersebut, Jokowi melarang seluruh menteri maupun kepala lembaga untuk bepergian ke luar negeri jika tidak ada hal yang bersifat khusus serta tanpa ada izin dari Presiden.
Baca juga: Umumkan Terpapar Virus Corona, Arie Kriting: Akhirnya di Endorse Covid
"Yang boleh bepergian ke luar negeri hanya Menteri Luar Negeri karena memang sesuai dengan bidang tugasnya."
"Yang lainnya, kalau ada hal yang bersifat khusus harus mendapatkan izin secara langsung dari Bapak Presiden," tegas Pramono.
Jokowi juga mengimbau kementerian dan lembaga untuk proaktif membuat dan memfasilitasi isolasi mandiri (isoman) bagi pegawainya yang terpapar Covid-19.
Pramono memperkirakan setiap kementerian lembaga atau pemerintah daerah dapat memfasilitasi 300-500 pasien.
"Untuk itu, dibuat secara baik, dipersiapkan, dan kemudian nanti pemerintah juga bertanggung jawab untuk mempersiapkan seluruh obat-obatan kepada isoman yang akan bergabung itu," tandasnya.
Baca juga: Menko PMK: Tak Ada Niat Pemerintah Cuci Tangan, Vaksinasi Gotong Royong Bukan Komersialisasi
Sempat Disentil WHO
Sebelumnya, rencana vaksinasi berbayar mendapat kritikan dari Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO (World Health Organization).
Kepala Unit Program Imunisasi WHO, Ann Lindstrand menilai program vaksin Gotong Royong Individu tidaklah tepat.
Menurutnya, vaksin yang dipungut biaya nantinya akan menimbulkan sejumlah masalah.
Linstrand menekankan, semua orang mempunyai hak dan akses yang sama untuk menerima vaksin covid-19
Baca juga: CARA Cek dan Unduh Sertifikat Vaksinasi Covid-19, Akses Laman pedulilindungi.id.
"Pembayaran (vaksin) dalam bentuk apa pun dapat menimbulkan masalah etika dan akses."
"Terutama selama pandemi ini, kita membutuhkan cakupan vaksin yang luas untuk menjangkau semua pihak yang paling rentan," ucap Lindstrad, dikutip dari situs resmi WHO, Jumat (16/7/2021).
Menurutnya, anggaran menjadi faktor penyebab vaksin Covid menjadi berbayar tidaklah tepat.
Pasalnya, beberapa negara mendapat jatah vaksin gratis melalui kerja sama internasional COVAX Facility yang berada di bawah naungan WHO.
Baca juga: Efikasi Vaksin Pfizer untuk Anak Capai 100 Persen, Efek Samping Usai Divaksin Juga Ringan
Linstrand mengatakan, pengiriman vaksin ke negara-negara itu memang perlu biaya transportasi, logistik dan lain.
Namun, biaya-biaya itu sudah mendapat pendanaan dari berbagai lembaga internasional, seperti Bank Dunia.
"Ada pasokan vaksin dari COVAX melalui kerjasama lembaga UNICEF, WHO dan lainnya."
"Tentunya mereka memiliki akses vaksin gratis hingga 20 persen dari populasi, yang didanai oleh para penyandang dana kerjasama COVAX."
"Yang sama sekali tidak mungkin dipungut biaya," jelasnya.
Baca juga: POPULER Internasional: Malaysia Beralih Gunakan Vaksin Covid-19 Pfizer | Selebgram Tewas saat Selfie
Tanggapan serupa juga datang dari Direktur Eksekutif Program Darurat WHO, Dr Mike Ryan.
Ia pun menyinggung soal situasi pandemi Covid-19 di Indonesia, yang semakin memburuk.
Dikatakannya, jumlah kematian akibat kasus Covid-19 di Indonesia menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara dan melebih India.
"Kami telah melihat peningkatan kasus sebesar 44% selama seminggu terakhir dan peningkatan kematian sebesar 71%."
"Kita harus jauh lebih maju dengan vaksinasi dan Indonesia seharusnya memiliki lebih banyak akses ke vaksin melalui inisiatif seperti COVAX."
"Jadi, saya pikir, vaksinasi gratis dalam kampanye vaksinasi massal, mengutamakan vaksinasi pihak yang paling rentan dan petugas kesehatan adalah rencananya (Indonesia)," kata dia.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto/Shella Latifa)