Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan sampai saat ini belum memutuskan untuk menghapus obat Azitromisin dan Oseltamivir untuk standar perawatan pasien Covid-19.
Juru Bicara vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid mengatakan, pihaknya masih mengkaji revisi dari sejumlah organisasi profesi terkait protokol tatalaksana Covid-19 itu.
"Belum (dihapus). Kita sudah menerima rekomendasi itu tetapi masih kita diskusikan lebih lanjut," kata dia saat dikonfirmasi, Selasa (20/7/2021).
Baca juga: Kemenkes: Selama PPKM Pedagang Kaki Lima Tetap Boleh Tapi Tolong Protokol Kesehatan
Baca juga: Apa Itu Oseltamivir? Berikut Manfaat, Dosis hingga Efek Sampingnya
Sehingga, penggunaan kedua obat tersebut masih bisa dilanjutkan dengan ketentuan perlu pengawasan tenaga kesehatan.
"Sementara masih menggunakan pedoman yang sebelumnya. Jadi masih aman di gunakan," ungkap perempuan berhijab ini.
Sebelumnya, Pakar dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban menuturkan revisi pemakaian Oseltamivir dan Azitromisin bagi pasien Covid-19 juga dilakukan oleh WHO.
Oseltamivir adalah obat antivirus digunakan untuk terapi infeksi Influenza dalam tubuh.
"Bukan untuk Covid-19. Jadi jelas, prinsipnya, Oseltamivir itu bukan obat Covid-19," ujarnya seperti dikutip dari akun twitternya, Senin (19/7/2021).
Sedangkan Azitromisin adalah obat antibiotik yang mengatasi bakteri.
Baca juga: Stop Penggunaan Obat Ivermectin untuk Anak dalam Terapi Covid-19
Baca juga: Mengenal Terapi Plasma Convalesen dan Sang Inisiatornya, Dokter Theresia Monica Rahardjo
"Kalau Covid-19 kan penyebabnya virus.
Sehingga, tidak seharusnya pasien Covid-19 diberikan Azitromisin kecuali ada infeksi bakteri sekunder. Akan tetapi, pemakaiannya tetap ditentukan oleh dokter," jelas Ketua Satgas Covid-19 IDI ini.
Ia mengungkapkan, revisi itu dilakukan karena beberapa penelitian mengungkap bahwa dampak Azitromisin terhadap pasien Covid-19 itu tidak efektif.
Bahkan penggunaannya secara tidak perlu membuat pasien rentan terhadap efek samping obat itu. Salah satunya meningkatkan risiko resistensi.
"Sampai menyebabkan kematian?
Kelihatannya tidak. Penyebab kematian pasien Covid-19 itu kebanyakan karena tidak tertangani. Apalagi banyak pasien dengan keluhan berat tidak bisa masuk ke rumah sakit," ungkap dia.
Zubairi menuturkan, pasien isoman yang selama ini menggunakan obat antibiotik secara bebas ini memiliki risiko.
Kalau pemakaiannya sembarangan, terlalu banyak, tanpa indikasi yang benar, maka akan timbul resistensi.
"Yang resisten tentunya bukan kita, tapi bakterinya. Jadi, bakteri yang terlalu sering dapat Azitromisin, malah membuat bakteri itu resisten. Kalau mereka resisten, maka sulit diatasi," tutur guru besar FKUI ini.
Ia pun menyarankan, masyarakat tanpa indikasi untuk menghentikan penggunaan obat Azitromisin.