TRIBUNNEWS.COM - Epidemolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Bayu Satria mengungkapkan, masih banyak hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk menurunkan kasus Covid-19 di Indonesia.
Di antaranya ada penyeragaman implementasi aturan PPKM Level 4 di lapangan serta pemberian efek jera bagi kepala daerah yang tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah.
"Masih banyak yang bisa dilakukan, penyeragaman implementasi PPKM di lapangan, pemberian efek jera bagi kepala daerah yang tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah," kata Bayu kepada Tribunnews.com, Kamis (22/7/2021).
Lebih lanjut Bayu menuturkan, edukasi yang masif dan konsisten kepada masyarakat terkait penerapan 5M, yaitu mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, mengurangi mobilitas, juga dibutuhkan.
Baca juga: Relawan LaporCovid-19 Ungkap Temuan Pekerja Perbankan Tetap Diminta WFO Meski Ada yang Positif
Baca juga: Kapolda Jateng Terapkan Manajemen Kontijensi untuk Tekan Angka Positif Covid-19 di Klaten
Selain itu, diperlukan peningkatan jumlah relawan agar bisa meningkatkan kapasitas testing dan tracing.
Namun peningkatan jumlah relawan harus ada timbal balik berupa pemberian intensif yang layak dan tepat waktu.
Bayu juga meminta pemerintah bisa memberikan bantuan sosial (bansos) dengan sasaran yang tepat agar bansos bisa bermanfaat bagi masyarakat.
Terakhir, Bayu mengungkapkan, persamaan persepsi dengan pelaku usaha juga harus dilakukan.
Pasalnya, banyak perusahaan yang masuk ke dalam sektor non esensial, tapi tidak mematuhi aturan dengan tetap meminta karyawannya bekerja di kantor.
"Bantuan sosial juga diberikan ke sasaran yang tepat. Selain itu, perlu ada penyamaan persepsi juga dengan pelaku usaha. Karena masih banyak kantor non esensial yang tidak mematuhi aturan," kata dia.
Baca juga: Legislator Golkar Dorong Polri Bantu Pengawasan Distribusi Vaksin Covid-19 di Daerah
Baca juga: Sanksi Pidana di Revisi Perda Covid-19, Pimpinan DPRD DKI Harap Bisa Mengubah Kondisi Pandemi
Penanganan Covid-19 Harus Jujur dan Transparan agar Rakyat Percaya
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani meminta seluruh jajaran pemerintah dari pusat sampai daerah untuk bekerja dengan hati, jujur dan transparan mengungkap data penanganan Covid-19.
Koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah pun harus terus diperkokoh.
“Kepala daerah harus jujur dan transparan tentang data di daerahnya. Jangan demi dibilang berhasil menangani Covid-19 lalu data sesungguhnya di lapangan tidak dibuka ke publik bahkan tidak dikerjakan dengan benar,” kata Puan, Kamis (22/7/2021).
Puan mengatakan, pemerintah daerah sekalipun seharusnya dapat berkontribusi lebih besar dalam penanganan dan pencegahan penyebaran Covid-19.
Baca juga: Menag Ajak Tokoh Agama Beri Pencerahan pada Masyarakat Mengenai Pentingnya Vaksinasi Covid-19
Pelacakan (tracing), kata Puan, adalah salah satu yang bisa dilakukan.
“Jangan karena persoalan status zonasi merah, hitam, kuning, hijau lalu datanya yang sengaja dibuat tidak muncul atau sebaliknya dibesar-besarkan. Kepercayaan rakyat adalah taruhan yang besar, tergantung bagaimana penanganan di lapangan,” ujar Puan.
Memperbanyak cakupan dan jangkauan tes Covid-19, lanjut Puan, seharusnya juga menjadi kesadaran dan kebutuhan bagi seluruh jajaran pemerintah.
Tidak hanya untuk memetakan persebaran wabah, tes ini menjadi semakin krusial pula untuk melihat efektivitas segala upaya yang telah dilakukan bersama dalam menangani pandemi Covid-19.
Baca juga: Ketua Satgas Covid-19 IDI Ingatkan Jangan Terlalu Dini Terapkan Relaksasi PPKM
“Refocusing anggaran di bidang kesehatan seharusnya bisa makin optimal untuk penanganan persoalan seperti ini,” tegas Puan.
Data yang jujur juga adalah fondasi untuk rakyat mau bersabar lagi dan lagi mengikuti kebijakan-kebijakan pemerintah.
Sekali saja dibaca bahwa data yang disodorkan pemerintah sekadar statistik yang diotak-atik, kata Puan, kredibilitas dan tingkat kepercayaan kepada pemerintah akan terus dipertanyakan dan kebijakan-kebijakannya tak akan sepenuhnya diikuti.
“Penanganan pandemi harus berdasarkan sains, ilmu pengetahuan, bukan intuisi. Indikator yang dipakai juga harus sesuai dengan konsensus sains dan medis,” ujar Puan.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Chaerul Umam)